Korupsi Merajalela dalam Sistem Kapitalisme, Penerapan Islam Kaffah Solusi Hakiki


Oleh : Dwi March Trisnawaty S.Ei (Mahasiswi Magister Universitas Airlangga) 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di salah satu bank pelat merah milik pemerintah. Proyek ini memiliki nilai yang signifikan, yaitu Rp 2,1 triliun, dan diketahui telah berlangsung selama 4 tahun dari tahun 2020 hingga 2024. Mesin EDC memiliki peranan penting dalam sistem pembayaran elektronik, yang sering digunakan untuk memproses transaksi menggunakan kartu debit dan kredit di sektor perbankan (beritasatu.com, 30/06/2025)

KPK juga berupaya mencegah 13 orang ke luar negeri yang tersangkut dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek EDC ini. Permintaan pencegahan dari tanggal 26 Juni 2025, namun masih belum terungkap ke publik peran dari 13 orang yang terlibat kasus tersebut. Ada dua lokasi penggeledahan kantor pusat yakni Sudrman dan Gatot Subroto Jakarta. KPK mengamankan beberapa bukti berupa dokumen pengadaan, uku tabungan, dan bukti elektronik lainnya. Mantan wakil direktur utama menjadi salah satu saksi dan menangkap beberapa pihak-pihak yan bertanggung jawab atas dugaan korupsi proyek EDC (beritasatu.com, 30/06/2025)

Terkuaknya kasus korupsi EDC disusul dengan beberapa kasus yang sama sedang berjalan prosedur hukumnya namun masih belum ada titik terang serta rentetan drama berkepanjangan, membuat proses hukum menjadi tidak efektif. Lebih ironisnya lagi, kasus korupsi kerap bermunculan di tengah pemerintah sedang melakukan upaya efisiensi anggaran yang dampaknya jelas-jelas mempengaruhi menurunnya kualitas dan layanan negara atas kebutuhan dan hak dasar rakyat. Alhasil beberapa pendanaan sektor strategis tega dipangkas seperti pengurangan tukin guru, dana bansos, dana riset, kesehatan, dan lain sebagainya.

Semakin nampak bahwasannya paradigma sekuler dan kapitalistik neolib yang sedang diterapkan negara ini telah gagal total mengurusi urusan rakyat dan memberikan solusi tuntas atas segala permasalahan dalam kehidupan. Korupsi telah dipandang menjadi budaya bagi para penguasa, sedangkan rakyat menyuarakan untuk meminta hak dasarnya sebagai warga negara dibungkam. Ini membuktikan bahwa sistem sekuler kapitalistik tidak dapat dijadikan sistem mengatur kehidupan, karena tidak mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat. Pada dasarnya dalam praktik politik demokrasi menyuburkan politik transaksional, kursi kekuasaan hanya sebagai alat transaksi antara para pejabat dengan para pemilik modal. Jangka panjangnya praktik korupsi menjadi subur dan membudaya hingga ke sumua level serta ranah kehidupan bermasyarakat,

Sangat berbeda jauh dengan penerapan sistem Islam Kaffah (menyeluruh), karena sistem Islam Kaffah merupakan seperangkat aturan dari Sang Khalik Maha Pencipta. Kepemimpinan dalam paradigma Islam beraskan akidah akan menjadikan semua aturan dalam kehidupan negara berjalan sesuai dengan tuntunan syariat. Dengan mempratikkan amar makruf nahi munkar, menutup pintu-pintu maksiat, dan mengutamakan terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Islam punya perangkat aturan yang jika diterapkan secara kaffah dapat meminimalisir munculnya kasus pelanggaran seperti korupsi, penyalahgunaan jabatan penguasa, dan lain-lain. Pada saat yang sama Khalifah sebagai pengurus harus menjamin kesejahteraan rakyat sehingga tidak bisa membuka celah kedzoliman, termasuk pelanggaran hukum. 

Faktanya, Islam pernah mencapai masa keemasannya dibuktikan dengan level kesejahteraan rakyat dalam lindungan Khilafah daulah Islamiyah hingga individu per individu masyarakat. Bukti bahwa negara beraskan akidah Islam sebagai asas kehidupan dapat mencegah berbagai penyimpangan dan secepatnya dicegah, sehingga rakyat dan penguasa terikat sebagai hamba Allah SWT segala yang ada di dunia merupakan titipan harus dijaga serta megharamkan kerusakan bagi manusia dan seluruh alam.Oleh sebab itu, setiap individu akan berbuat jujur dan tidak melakukan perbuatan curang dalam memperkaya dirinya sendiri seperti yang terjadi saat ini. Sejatinya, jabatan dalam Islam merupakan sebuah amanah harus dijalankan sesuai dengan syariat dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar