Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Masih ingat lagu "Si kancil"? Lagu ketika masa kanak-kanak sering dinyanyikan dan hingga sekarang masih teringat. Bahkan nempel, ketika ke kebun binatang jika melihat kancil langsung nyeletuk, "Ini ya, yang suka mencuri ketimun!" Padahal tidak semua kancil suka mencuri ketimun. Meskipun lagu tersebut sekarang sudah diubah dari segi sanksi buat si kancil, hehe! Kalau dulu si kancil yang suka mencuri ketimun harus lekas diburu dan jangan diberi ampun, di lagu yang sekarang cuma dinasehati gak boleh nyuri lagi.
Bukan mau membahas kancil juga yang hanya mencuri ketimun, gak nyampe nyuri kebun hehe! Lagi pula wajar saja karena kancil memang tidak berperikemanusiaan, dia hanya memiliki perikehewanan. Kita mau bahas pencuri kelas kakap di negera asal lagu yang dibahas tadi. Ya Indonesia.
Belum lama kita dikejutkan dengan pemagaran laut karena sudah dikavling-kavling berdasarkan hak guna pakai si pemberi "fulus" kepada "tikus" berdasi yang memiliki kekuasaan, beuh! Terbaru, surga terakhir dunia digasak juga oleh "tikus" tadi. Benar-benar serakah itu tikus! Dan sekarang, bukan hanya dipagari, bukan hanya dicuri sebagian isi perut buminya, melainkan dijual dengan pulau-pulaunya!
Pulau-pulau tersebut dijajakan bak gorengan di situs Private Islands Inc. Pulau-pulau tersebut antara lain sepasang pulau di Anambas (Kepulauan Riau), Pulau Panjang (Nusa Tenggara Barat), serta Pulau Seliu (Bangka Belitung). Orang di balik Private Islands Inc. adalah Chris Kowlow, seorang konglomerat asal Toronto, Kanada.
Private Islands Inc. sendiri ramai dikunjungi para pelancong berduit. Di situs tersebut terdapat 657 pulau yang dijual serta lebih dari 750 lainnya disewakan. Transaksi jual beli pulau dilakukan dengan nominal yang tidak sedikit, yakni sekitar US$50—200 juta. Minat terhadap kepemilikan pulau-pulau kecil sempat melonjak saat pandemi Covid-19.
Tidak hanya pulau, situs tersebut juga menawarkan lahan di Pulau Sumba (Nusa Tenggara Timur) yang ditujukan untuk keperluan properti dan selancar. Berdasarkan pantauan terakhir, status lahan tersebut off the market, alias terjual.
Yang lebih mencengangkan adalah respon dari penguasa yang membantah hal tersebut seolah tidak percaya_atau menggiring massa agar tidak percaya_ ada juga yang merespon akan menginventarisasi (mencatat) hal-hal atau wilayah-wilayah yang memang harus tetap dijaga, baik dari sisi regulasi maupun kepemilikannya. Tidak kaget atau terkejut atau khawatir minimal sama ketika kita khawatir kehilangan ayam peliharaan atau jabatan. Ataukah hal ini sudah dianggap biasa?
Memang sih, jika kita tengok lebih ke belakang lagi, masalah jual beli pulau-pulau kecil di Indonesia sejatinya pernah mencuat ke permukaan beberapa tahun lalu, tetapi tidak kunjung terselesaikan, bahkan menjadi masalah yang terus terulang. Di antaranya pada 2006 beberapa pulau di Kabupaten Manggarai Barat dan Sumba Timur (keduanya di NTT) diduga dijual kepada warga asing. Pada 2007 masalah serupa menyeret Pulau Bawah yang terletak di perairan selatan Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Pada 2009 masalah penjualan pulau mengemuka dengan kasus Pulau Tatawa (NTT) dan sebuah pulau di Mentawai (Sumatra Barat). Pada 2021 Pulau Lantigiang di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan dijual dengan harga Rp900 juta.
Perlindungan kepada pulau-pulau kecil beserta kawasan pesisir termuat dalam UU 1/2014 sebagai perubahan atas UU 27/2007. Pulau-pulau kecil dan pesisir, menurut beleid tersebut, ditempatkan sebagai pilar penyangga dan penjaga ekosistem. Pulau kecil didefinisikan sebagai pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km² (dua ribu kilometer persegi). Dengan kata lain, segala kegiatan yang dilakukan di pulau-pulau kecil, pertama dan utama adalah difungsikan untuk konservasi.
Meski demikian, peluang pengelolaan pulau-pulau kecil tetap dibuka dan sangat dibatasi. Aturan yang dikeluarkan Menteri ATR/BPN pada 2016 menjelaskan penguasaan atas pulau-pulau kecil oleh swasta paling banyak 70% dari luas pulau. Sisanya (30%) dikuasai langsung oleh negara dan digunakan serta dimanfaatkan untuk kawasan lindung, area publik, atau kepentingan masyarakat.
Sedangkan menurut aturan KKP, pelaku usaha (swasta) yang diberi hak pengelolaan diharuskan mengalokasikan paling sedikit 30% dari luas lahan yang dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau (RTH). Jangka waktu pengelolaan pulau-pulau kecil diberikan sepanjang 30 tahun serta dapat diperbaharui sebanyak satu kali untuk 30 tahun ke depan dengan mempertimbangkan hasil penilaian teknis dari pemerintah.
Memang benar, di dalam aturan resmi pemerintah tidak ditemukan poin yang mengizinkan jual beli pulau. Namun, implementasi di lapangan tidak jarang melanggar aturan yang sudah ada. Seolah benar adanya aturan adalah untuk dilanggar.
Terlepas dari aturan yang dibuat berdasarkan kepentingan, setidaknya masih ada hari terhadap rakyat terdampak yang telah memilihnya dimana saat ini ruang hidup mereka kian sempit, bahkan terancam untuk terampas. Perubahan yang dijanjikan pemerintah dan pengusaha ternyata tidak mengajak warga lokal untuk sejahtera bersama. Warga lokal hanya dilibatkan sebagai pekerja informal dengan upah yang pas-pasan. Warga di pulau-pulau kecil sebenarnya berharap pemerintah tidak menutup mata atas kenyataan pahit yang terjadi di pulau yang mereka huni. Hanya saja sesuai jargon demokrasi, suara rakyat hanya dibutuhkan saat pemilu, setelah itu?
Maraknya kasus penjualan pulau adalah bukti lemahnya negara. Kapitalisme menghalalkan kebebasan kepemilikan (freedom of ownership). Tidak heran, pihak yang memiliki modal lebih besar akan menang karena mampu memperoleh segala yang diinginkan melalui kekuatan uang. Selain itu, watak kapitalisme adalah akan terus melakukan proses produksi selama masih ada pihak yang menginginkan produk tersebut. Dengan kata lain, selama masih ada pembeli yang menginginkan pulau-pulau kecil, proses transaksi jual beli pulau juga akan terus terjadi.
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, keberadaan pulau-pulau kecil adalah harta kepemilikan umum yang jelas tidak bisa diprivatisasi, apalagi diperjualbelikan (for sale). Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan di dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah) bahwa laut, sungai, danau, teluk, pulau, selat, kanal, lapangan umum, dan masjid-masjid adalah milik umum bagi tiap anggota masyarakat. Harta kepemilikan umum ini menurut asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya.
Selanjutnya, di dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur Pasal 139 dinyatakan,
لِكل فرد من أفراد الأمّة حقا لانتفاع بما هو داخل في الملكية العامة، ولا يجوز للدولة أن تأذن لأحد دون باقي الرعية بملكية الأملاك العامة أو استغلالها
“Setiap individu dari individu-individu umat memiliki hak pemanfaatan atas semua harta yang termasuk milik umum. Negara tidak boleh mengizinkan seseorang, tanpa rakyat lain, menguasai kepemilikan-kepemilikan umum maupun pemanfaatannya.” (Muqaddimah ad-Dustur, Pasal 139).
Yang dimaksud dengan kata “ummah” di atas adalah orang yang menjadi warga negara Islam (Khilafah), baik muslim maupun nonmuslim. Artinya, setiap individu warga Khilafah, baik muslim maupun kafir zimi (kafir yang menjadi warga negara Khilafah) memiliki hak pemanfaatan atas semua harta milik umum. Untuk itu barang/harta yang berstatus kepemilikan umum tidak boleh diserahkan kepada individu/swasta karena seseorang tidak boleh memiliki sesuatu secara khusus yang merupakan bagian dari kepemilikan umum.
Rasulullah Saw. bersabda,
مِنَى مُنَاخٌ مَنْ سَبَقَ
“Mina milik orang-orang yang lebih dahulu sampai.” (HR. Abu Daud).
Mina adalah tempat yang tabiat asalnya melarang atau mencegah seseorang untuk memilikinya. Hadis di atas bertutur bahwa Mina adalah milik seluruh kaum muslim yang digunakan untuk tempat persinggahan jemaah haji setelah melaksanakan wukuf di Arafah, sekaligus dijadikan tempat untuk melaksanakan syiar-syiar lain dalam rangkaian ibadah haji.
Rasulullah Saw. juga bersabda dalam hadis,
لاَ حِمَى إِلاَّ لله وَرَسُوْلِهِ
“Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.”(HR. Abu Daud).
Hadis ini menjelaskan bahwa seseorang tidak boleh menguasai harta milik umum untuk kepentingan dirinya sendiri. Pengambilalihan sebagian kepemilikan umum oleh seorang individu untuk kepentingan dirinya sendiri secara terus-menerus dapat dianggap sebagai bentuk penguasaan atas harta milik umum. Tindakan seperti ini jelas-jelas dilarang oleh Islam.
Penguasaan dan pengaturan harta milik umum ada di tangan negara, bukan di tangan individu atau sekelompok individu. Di dalam Islam, penguasa berperan sebagai raa’in (pengurus) atas berbagai kepentingan dan urusan rakyatnya. Untuk itu, penguasaan dan pengelolaan pulau-pulau kecil pun semestinya ada di tangan negara, tidak boleh ada privatisasi oleh individu/swasta, apalagi sampai memperjualbelikan pulau-pulau kecil tersebut.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,
اَلْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sungguh tidak ada yang dapat melindungi pulau-pulau kecil dan warganya tanpa adanya penguasa yang menerapkan sistem Islam. Sebagai warga negara yang baik, sudah semestinya kita turut menjaganya. Jangan menjadi kancil yang mencuri ketimun, jangan pula menjadi tikus berdasi yang haus kekuasaan dan posisi. Jadilah pengemban dakwah yang senantiasa beramal maruf nahi mungkar termasuk kepada penguasa sebab itulah sebaik-baiknya jihad. Langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis. Jika bukan kita, siapa lagi? Jika bukan sekarang, kapan lagi?
Allah SWT. berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208).
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar