Oleh : Ni’mah Fadeli
Perkembangan dunia digital yang sangat pesat saat ini memang laksana pisau bermata dua. Di satu sisi sangat memudahkan manusia dalam segala bidang kehidupan. Namun, di sisi lain juga menciptakan aneka permasalahan. Kemudahan akses digital tanpa filter yang proper dari negara menjadikan pengaruh negatif meluncur tak terbendung terutama kepada anak-anak.
Hingga 7 Juli 2025 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah mencatat 13.000 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut Menteri PPPA Arifarul Choiri Fauzi faktor terbesar terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak saat ini bersumber dari dunia digital.
Menindaklanjuti laporan tersebut Pratikno selaku Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) menyatakan bahwa pemerintah telah memperluas Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak. Rapat bersama guna membuat revisi Inpres antara Menko PMK dan Menteri Agama Nasaruddin Umar serta puluhan lembaga terkait telah dilangsungkan. Revisi Inpres ini diharapkan mampu mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. (Tempo.co, 11-06-2025)
Perlindungan atau Keuntungan?
Perkembangan pesat dunia digital di era sekarang tentu tidak dapat disalahkan. Gawai di tangan yang disertai wifi atau kuota menjadikan kehidupan menjadi lebih mudah. Sayangnya, kejahatan yang terjadi juga mengalami "perkembangan" seiring dengan majunya dunia digital.
Jika dulu perundungan terjadi secara langsung maka sekarang mudah sekali kasus bullying terjadi di dunia maya. Aneka macam pelecehan online pun tidak dapat dihindari. Konten porno yang makin mudah diakses pun telah meracuni jiwa usia muda hingga lanjut usia. Ada pula pemerasan, pelanggaran privasi, pencemaran nama baik, dan seterusnya.
Upaya untuk memerangi kejahatan dalam dunia maya tentu sudah dilakukan pemerintah dengan berbagai macam cara. Namun, berbagai upaya tersebut belum maksimal dikarenakan negara dan rakyat memiliki cara pandang sekuler dalam bingkai sistem kapitalisme.
Akidah yang tidak mendalam menjadikan masyarakat senantiasa memisahkan aturan agama dari kehidupan. Keinginan melakukan apa pun sekehendak hati atas nama hak asasi manusia justru sering kali menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Sementara negara tetap mendapat keuntungan materi dari sisi negatif dunia digital sehingga filter yang dilakukan tidak maksimal. Negara tidak memberi batasan tegas untuk dunia digital sehingga rentan terjadi kekerasan digital terhadap perempuan dan anak-anak.
Masyarakat pun harus persuasif melindungi diri dan keluarga karena negara minim memberikan perlindungan. Negara baru bertindak ketika ada kasus viral demi sebuah pencitraan bahwa pemerintah peduli pada rakyat. Memang sungguh miris, tetapi hal tersebut akan terus terjadi selama sistem kapitalisme yang berfokus pada materi tetap dipertahankan menjadi pilar negara.
Perlindungan Islam Terhadap Perempuan
وَا لْمُؤْمِنُوْنَ وَا لْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۘ يَأْمُرُوْنَ
بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ اُولٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah swt. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah : 71)
Dalam Islam laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban yang sama di hadapan Allah. Namun, laki-laki diciptakan Allah sebagai pemimpin wanita. Maka Islam memiliki pendidikan khas yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki menjadi kepala keluarga yang wajib melindungi istri dan anaknya dalam segala hal.
Negara pun menjadi pelindung utama agar kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terjadi. Pemahaman akidah yang benar menjadikan laki-laki tumbuh sebagaimana fungsinya demikian pula dengan perempuan. Anak-anak pun akan mendapatkan masa kecil yang menyenangkan jika orang tua paham akan kewajibannya.
Dunia digital akan dibatasi dari konten-konten tidak berguna yang justru merusak. Jika ada pelanggaran maka sanksi yang dikenakan sangat tegas dan memberi efek jera tanpa bisa ditawar. Islam tidak memberi ruang terjadinya kekerasan, apalagi harus menunggu kasus viral baru ada tindakan.
Khatimah
Islam sebagai ideologi lengkap memiliki Khilafah sebagai sistem yang memberi perlindungan tanpa memandang keuntungan materi. Syariat Allah akan digunakan dalam setiap sisi kehidupan bernegara karena khalifah sebagai pemimpin hanya mengharap rida Allah semata dan bukan kepentingan dunia.
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar