Pengkhianat Umat di Tengah Derita Palestina


Oleh : Adrina Nadhirah

Sejak Oktober 2023, operasi militer Israel di Gaza telah mengorbankan lebih dari 59.500 warga Palestina, yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Hingga Juli 2025 saja, puluhan warga, termasuk 81 anak, meninggal akibat kelaparan. Lebih memilukan lagi, lebih dari 1.000 orang tewas dalam upaya mencari bantuan kemanusiaan. Fakta-fakta ini seharusnya sudah cukup untuk membuat dada kita sesak. Genosida yang terus berlangsung, namun kita hanya bisa menangis dan berdoa dari kejauhan, tanpa kekuatan nyata untuk menghentikannya.

Namun, ada yang lebih menyakitkan daripada serangan musuh: yaitu pengkhianatan dari dalam tubuh umat sendiri. Ketika harapan sempat muncul lewat serangan rudal Iran terhadap Israel pada Juni lalu, banyak umat menunggu adanya solidaritas dari negara-negara Muslim. Tapi apa yang terjadi? Para penguasa Arab justru tetap diam, atau bahkan ikut memperkuat posisi Israel. Dalam tulisan ini, saya mengajak pembaca menilai sendiri sikap para pengkhianat umat ini, dan merenungkan apa sebenarnya solusi hakiki yang harus ditempuh untuk menyelamatkan Palestina dan memulihkan izzah umat Islam di seluruh dunia.


Siapa Para Pengkhianat itu? 

Sebagian besar negara Arab termasuk Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA), Yordania, Bahrain, bahkan Indonesia telah memilih untuk menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Mereka tetap diam saat pembantaian di Gaza sudah tak terbendung.

Qatar, yang selama ini dikenal sebagai penengah konflik di Timur Tengah, juga enggan mengutuk Israel. Mereka hanya menawarkan mediasi yang tak menghasilkan perubahan berarti. Mesir pun tak jauh berbeda. Negara yang berbatasan langsung dengan Gaza justru membantu menjaga perbatasan agar tak ada kaum Muslim yang masuk membela Palestina. 

Turki pun tak bisa dibanggakan. Di bawah kepemimpinan Erdogan, negara ini tak memberikan respons tegas saat Iran diserang Israel. Bahkan, hampir setahun lebih Turki hanya diam melihat Gaza dibantai. Padahal Turki memiliki kekuatan militer besar. 

Semua tindakan ini bukan sekadar taktik geopolitik. Ini adalah bentuk nyata pengkhianatan terhadap harapan pembebasan Palestina. Mereka secara langsung maupun tidak, justru memperkuat dominasi Barat dan membiarkan penjajahan Israel terus berlangsung.


Apa Dampak dari Pengkhianatan Ini?

Seperti biasa, Palestina dibiarkan sendiri, terisolasi secara politik dan militer. Umat Islam di seluruh dunia yang dibebani kewajiban membela saudara yang tertindas, akhirnya bingung dan terbelah, tidak tahu harus ikut siapa. Lalu dari berbagai kalangan baik muncul narasi moderat dan palsu, “Perdamaian Dua Negara”, “Solusi Kemanusiaan”, “Hapuskan ancaman kemanan Sosial” yang itu semua hanya temporer dan tidak menghasilkan apa-apa, bahkan tidak sedikit yang sebenarnya makin menguntungkan penjajah. Itulah yang diinginkan musuh-musuh Islam, bahwa umat ini tetap terdistraksi dengan solusi pragmatis, tetap berpecah belah dan lemah, tidak punya perisai dan kekuatan. 


Solusi Hakiki: Persatuan Umat Muslim

Dalam Al-Qur’an, Surah Al-Hujurat ayat 10, Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara..."

Ayat ini menegaskan bahwa ikatan persaudaraan umat Islam bukan sekadar hubungan sosial, tetapi bagian dari akidah. Sejarah juga mencatat, umat Islam pernah jaya ketika mereka bersatu dalam satu kepemimpinan, yaitu Khilafah. Pada masa itu, Islam berhasil menguasai 2/3 dunia dengan kekuatan politik, militer, dan peradaban yang unggul.

Kini, jumlah umat Islam di dunia mencapai lebih dari 1,9 miliar jiwa, atau sekitar 24 persen dari populasi dunia. Mereka tersebar di berbagai negeri Muslim yang kaya sumber daya, seperti Indonesia, Arab Saudi, Pakistan, dan Iran. Sebenarnya, kekuatan itu sudah ada. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah kemauan politik (political will) dari para penguasa Muslim untuk bersatu di bawah satu komando.

Jika itu terjadi, umat hanya tinggal menaati ulil amri mereka. Kekuatan akidah tengah tumbuh. Semangat jihad dan pembebasan kaum tertindas pun terus dibangun. Inilah kunci untuk merebut kembali tampuk kekuasaan dunia yang kini dikuasai Barat.

Musuh-musuh Islam selalu takut jika umat ini bersatu dan kembali kepada syariat. Karena mereka tahu, umat Islam tidak akan terkalahkan jika kembali memegang Islam sebagai sistem hidup dan bersatu dalam kekuatan politik.

Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya kepemimpinan Islam dalam sabdanya: "Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak ada bai’at (kepada Khalifah) di lehernya, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.” (HR. Muslim)

Tanpa Khilafah, umat Islam bagaikan anak ayam kehilangan induk. Mereka seperti buih di lautan, banyak jumlahnya, tapi lemah dan tak berdaya. Umat kehilangan izzah (kehormatan).

Kini saatnya umat bangkit. Bukan sekadar simpati dan doa, tapi dengan gerakan nyata untuk menyatukan barisan dan menegakkan kembali kepemimpinan Islam yang satu. Hanya dengan itulah, Palestina dan seluruh negeri Muslim yang tertindas bisa benar-benar dibebaskan.





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar