Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Lagi, lagi, dan lagi. Kasus penyegelan sekolah hampir setiap tahun terjadi. Baru-baru ini penyegelan gedung sekolah Al-Washliyah yang dilakukan Pemkab Deli Serdang Sumatera Utara. Ada juga di beberapa wilayah penyegelan sekolah yang dilakukan oleh pihak yang mengaku ahli waris dari tanah yang dipakai bangunan sekolah. Sungguh miris!
Meskipun sebagian sekolah tersebut merasakan ending yang membahagiakan karena permasalahan terselesaikan dengan turun tangannya pemerintah (setelah viral), tetapi tidak sedikit yang masih mengambang bahkan bayang-bayang ketakutan terus menghantui bahwa kejadian serupa bisa saja terjadi sewaktu-waktu di kemudian hari.
Andai saja negara hadir bukan sebagai pahlawan kesiangan, tentu hal di atas tidak akan terjadi. Andai saja pemerintah menyediakan sarana sekolah sesuai kebutuhan masyarakat serta memastikan pemerataan fasilitas pendidikan dengan kualitas yang setara dan seragam di semua wilayah, kekisruhan di atas tidak akan terulang setiap tahun atau bahkan tidak akan pernah terjadi sama sekali. Andai saja sistem pendidikan yang dipakai saat ini adalah sistem Islam, tentu hal demikian akan dapat dihindari.
Sebab dalam sistem Islam, pendidikan merupakan sektor strategis yang menentukan masa depan bangsa dan peradaban manusia. Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok kolektif masyarakat yang wajib difasilitasi oleh negara. Rasulullah Saw. pernah menjadikan tebusan bagi tawanan Perang Badar yang bisa membaca dan menulis adalah dengan mengajarkan baca-tulis kepada anak-anak keluarga kaum Anshar. Setiap satu tawanan diwajibkan mengajari sepuluh anak. Tindakan ini menunjukkan besarnya perhatian Rasulullah Saw. terhadap pendidikan. Perhatian serupa juga diberikan oleh para khulafa setelah beliau. Tidak heran, terdapat banyak lembaga pendidikan yang berkembang pesat di masa peradaban Islam, yang melahirkan para pemikir, ilmuwan, dan cendekiawan muslim.
Dalam kitab Nizham al-Islam Bab Strategi Pendidikan hlm. 176, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menyebutkan bahwa negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, sarana ilmu pengetahuan lainnya, gedung-gedung sekolah, dan universitas untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang pengetahuan, seperti fikih, usul fikih, hadis, dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, dan penemuan-penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di tengah-tengah umat sekelompok besar mujtahid dan para penemu.
Negara juga akan memastikan tanah yang dipakai untuk membangun sekolah bukanlah tanah sengketa. Negara akan menyelesaikan permasalah tanah sebelum membangun sekolah. Pengaturan kepemilikan tanah dalam Islam begitu mudah dan praktis, jika ada tanah yang tidak dikelola selama 3 tahun, maka negara berhak mengambil tanah tersebut dan diberikan kepada yang benar-benar membutuhkannya. Barang siapa yang menghidupkan tanah mati (menanami/memagari) maka tanah tersebut menjadi miliknya. Negara juga akan membeli dengan harga yang layak kepada warga yang tanahnya digunakan untuk bangunan sekolah.
Penerapan sistem ekonomi Islam memberikan jaminan tersedianya sumber pendanaan yang besar dan melimpah. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menjelaskan di dalam kitab Nizham al-Iqtishadiyi fii al-Islam (Sistem Ekonomi Islam) Bab “Baitulmal” hlm. 537, bahwa untuk melaksanakan tanggung jawab mewujudkan layanan pendidikan terbaik dan gratis untuk seluruh rakyat, Khilafah akan memanfaatkan sumber dana yang besar dan beragam yang dimilikinya. Di antaranya dari pos fai dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara. Sumber dana tersebut berupa ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan pajak (dharibah).
Selain itu, ada juga dana dari pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Jika sumber itu tidak mencukupi atau dikhawatirkan akan timbul efek negatif (dharar) saat ditunda pembiayaannya, negara akan meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.
Seluruh biaya pendidikan yang negara kelola itu akan dialokasikan untuk membayar gaji semua pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dll. serta membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. Selain mewujudkan layanan pendidikan gratis dan berkualitas, sistem Islam juga memberikan jaminan kehidupan secara keseluruhan.
Tidak hanya itu, pelaksanaan sistem pendidikan wajib ditopang oleh pelaksanaan sistem Islam secara menyeluruh mulai dari akar hingga ke daunnya, bukan secara parsial. Penerapan sistem politik Islam akan melahirkan para pemimpin yang berfungsi sebagai raa’in (penanggung jawab) bagi warganya, yang akan memenuhi kebutuhan asasi warganya dengan sepenuh hati dan segenap kemampuan. Kolaborasi itulah yang akan meniscayakan terwujudnya sistem pendidikan yang melahirkan generasi berkualitas pembangunan peradaban mulia.
Islam juga telah menjelaskan pengaturan hal-hal teknis dengan teperinci. Di dalam kitab Ajhizatu Daulati al-Khilafah fii al-Hukmi wa al-Idarati (Struktur Negara Khilafah di Dalam Pemerintahan dan Administrasi), disebutkan bahwa manajemen strategi pengaturan kepentingan rakyat harus dilakukan dengan sederhana, cepat, mudah, serta dikerjakan oleh pihak yang memiliki kapabilitas dan integritas.
Sesungguhnya kekisruhan penyegelan sekolah yang terus terjadi setiap tahun, baik yang dilakukan negara kepada sekolah swasta atau swasta/individu kepada sekolah negeri merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme. Jelas, solusi tuntas hanya akan hadir dengan penerapan sistem Islam secara kaffah, bukan yang lain.
Allah SWT. berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208).
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar