KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ١٦٨ (اَلْبَقَرَةُ)
Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Âli Imrân [3]: 102)
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Belum lama ini, publik dikejutkan oleh temuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait sembilan produk pangan olahan yang terbukti mengandung unsur babi (porcine) berdasarkan uji DNA dan/atau peptida spesifik porcine. Yang mengkhawatirkan, tujuh di antaranya telah bersertifikat halal. BPJPH pun menjatuhkan sanksi berupa penarikan dari peredaran, sementara dua produk lainnya yang tidak bersertifikat halal terbukti memberikan data tidak akurat saat registrasi. BPOM telah mengeluarkan peringatan keras dan memerintahkan penarikan batch produk tersebut dari pasar.
Kasus ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan dan pengaruh sistem ekonomi kapitalisme-sekuler yang dominan saat ini. Dalam sistem ini, urusan bisnis dipisahkan dari nilai-nilai agama, sehingga pertimbangan halal dan haram sering diabaikan. Fokus utama hanya pada keuntungan materi dan akumulasi kapital, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kepercayaan dan kebutuhan konsumen Muslim.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Temuan 9 produk makanan yang terbukti mengandung babi menunjukkan bahwa potensi beredarnya makanan haram di tengah masyarakat Muslim Indonesia masih tinggi. Ini sangat memprihatinkan, mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yang seharusnya menjamin kehalalan produk pangan. Padahal, Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ secara tegas mengharamkan konsumsi babi dalam firman-Nya:
قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ
Katakanlah, "Aku tidak menemukan dalam wahyu yang telah diwahyukan kepada diriku sesuatu yang diharamkan untuk dimakan oleh seseorang, kecuali makanan itu adalah bangkai, darah yang mengalir dan daging babikarena sesungguhnya semua itu kotoratau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (QS. al-Anâm [6]: 145).
Sebaliknya, Allah Subhânahu Wa Taâlâ memerintahkan agar manusia hanya memakan yang halal dan baik (halâlan thayyiban), sebagaimana dalam Firman-Nya :
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
”Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik (halaal[an] thayyib[an]) dari apa saja yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.
(QS. al-Baqarah [2]: 168).
Dalam Islam, makanan halal adalah yang diperbolehkan syariat (tidak mengandung babi, darah, bangkai, khamr, dan disembelih atas nama Allah), sedangkan makanan thayyib adalah yang bersih, sehat, dan tidak membahayakan tubuh maupun lingkungan. Makanan yang dikonsumsi tidak hanya mempengaruhi kesehatan jasmani, tetapi juga berpengaruh pada spiritualitas dan keberkahan hidup. Oleh karena itu, menghindari makanan haram merupakan bentuk ketakwaan seorang Muslim, dan seluruh lapisan masyarakat wajib bersinergi dalam mencegah peredaran makanan haram.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Ada beberapa dampak buruk akibat mengkonsumsi makanan haram: Pertama, makanan haram menjadi penghalang terkabulnya doa. Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik... bagaimana mungkin doanya dikabulkan jika makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan yang haram? (HR. Muslim).
Kedua, makanan haram menggelapkan hati dan mendorong kepada kemaksiatan. Jika tubuh dibangun dari makanan haram, maka akhlak cenderung rusak. Makanan haram juga membuka pintu pengaruh setan, sebagaimana firman Allah Subhânahu Wa Taâlâ dalam QS. al-Mâidah [5]: 90 yang menyebut khamar, berjudi, dan praktik keharaman lainnya sebagai perbuatan setan yang harus dijauhi.
Ketiga, konsumsi makanan haram merusak amal ibadah dan bisa membawa kepada siksa neraka. Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam bersabda: ”Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka azab neraka lebih layak bagi dirinya. (HR. ath-Thabarani).
Dalam Islam, akal adalah amanah yang harus dijaga karena dari akal muncul kesadaran beragama dan tanggung jawab. Zat haram seperti alkohol dapat merusak akal dan memicu kerusakan sosial. Karena itulah Allah Subhânahu Wa Taâlâ mewajibkan kaum Muslim untuk menjaga diri dengan hanya mengkonsumsi makanan yang halal dan baik demi kesehatan lahir-batin serta keberkahan hidup.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Selama negeri ini masih menganut sistem kapitalisme-sekuler yang mengabaikan hukum halal-haram, kaum Muslim akan terus menghadapi persoalan serius, termasuk dalam menjamin kehalalan makanan. Akar masalah di negeri ini bersifat sistemik. Karena itu solusinya juga harus bersifat sistemik, yakni dengan menerapkan sistem Islam yang berlandaskan wahyu Allah Subhânahu Wa Taâlâ Dalam Islam, penguasa (khalifah) bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan urusan rakyatnya, termasuk menjamin kehalalan makanan dan minuman sebagai bagian dari menjaga agama dan jiwa. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda;
الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
”Imam (kepala negara) adalah pemelihara dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), kehalalan produk makanan dijamin melalui mekanisme pengawasan ketat, termasuk terhadap barang impor, pasar, dan distribusi. Khalifah tidak akan menjalin kerjasama yang membuka celah peredaran produk haram. Sejarah membuktikan, seperti pada masa kekhalifahan Islam, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. pernah menolak untuk menerima daging yang berasal dari hewan yang tidak disembelih secara syari, serta memiliki institusi seperti Qadhi Hisbah yang independen untuk mengawasi pasar.
Hanya sistem Islam yang secara menyeluruh menjadikan halal-haram sebagai standar dan menjamin keberkahan hidup, karena sistem ini bersumber dari wahyu Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dan dilaksanakan dalam ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar