Mampukah Ustadzku Menjaga Dakwah Rasulullah Saw.?


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Miris, di tengah keterpurukan masyarakat dalam segala bidang ulama yang seharusnya hadir sebagai cahaya umat malah didorong untuk mendakwahkan Islam wasatiah (dakwah moderat) melalui aplikasi "Ustadzku" dengan alasan menjaga kualitas dakwah melalui standardisasi dai yang berpijak pada tiga prinsip utama, yakni akidah ahlusunah waljamaah, wawasan Islam wasatiah, dan visi kebangsaan.

“Dengan aplikasi ini, ulama-ulama lebih berbobot dalam berceramah. Ini bisa menjadi sarana menempatkan para dai di ruang publik secara adil. Siapa yang punya kemampuan, silakan berdakwah di aplikasi “Ustadzku”. Semua yang masuk di sini bisa digaransi mampu sebagai ustaz yang mumpuni,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah K.H. M. Cholil Nafis saat peluncuran aplikasi tersebut, di Kantor BRIN, Jakarta, Senin (5-5-2025).

Dakwah wasatiah memang telah diaruskan oleh pemerintah seiring dimasukkannya Program Moderasi Beragama di RPJMN 2020—2024. Program ini dilanjutkan oleh pemerintahan baru dan masuk ke dalam RPJPN 2025—2045. Moderasi beragama menjadi salah satu dari delapan misi pembangunan transformasi Indonesia, yang ditarget untuk menguatkan peran agama sebagai landasan spiritual, etika moral, dan modal dasar pembangunan, katanya. Nyatanya?

Siapa pun yang tergabung di aplikasi tersebut, dapat dipastikan tercatat sebagai dai yang moderat. Hal ini sebagaimana dinyatakan sendiri oleh founder aplikasi tersebut, yaitu K.H. Dr. Arif Fahrudin, yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah. Ia menyatakan bahwa kualitas para penceramah yang tergabung dalam aplikasi “Ustadzku” akan dijaga melalui standar keilmuan dan komitmen pada moderasi beragama. Sedangkan para dai yang tidak masuk di aplikasi tersebut, secara otomatis mereka akan dikategorikan sebagai dai yang radikal.

Melansir dari media harakatuna, dakwah wasatiah atau dakwah moderat memiliki karakteristik tertentu. Salah satunya, dakwah wasatiah akan menghindar dari mengajarkan berbagai pemikiran dan hukum Islam karena hal itu dianggap sebagai agenda religiosentris yang berfokus pada doktrin dan ritual keagamaan semata. Akhirnya, dakwah dilakukan dengan berorientasi pada esensi ajaran agama—yakni kemanusiaan—dan mengedepankan nilai-nilai universal ihwal cinta kasih, keadilan, dan persaudaraan. Islam cukup disampaikan yang tidak memicu konflik. Dalam doktrin moderasi, semua agama adalah benar. Tentu saja konsep seperti ini bertentangan dengan Al-Quran yang menyatakan bahwa Islam satu-satunya agama yang benar.

Allah SWT. berfirman:
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِ سْلَا مُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰ يٰتِ اللّٰهِ فَاِ نَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَا بِ
"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya." (QS. Ali 'Imran: 19).

Dakwah wasatiah juga mengharuskan para dai muslim menghindari konten Islam yang dianggap mengancam kerukunan antaragama, seperti jihad dan Khilafah. Kalaupun menyampaikan konten jihad, maka akan menghindari makna syaraknya, yakni ‘qital (perang) di jalan Allah’, dan akan menyampaiakan makna jihad secara lughah (bahasa), yakni ‘bersungguh-sungguh’. Wajar jika sekarang begitu banyak seruan jihad yang ditebarkan oleh para dai moderat dengan bermacam macam istilah, seperti jihad konstitusi, jihad pangan, jihad kemanusiaan, jihad diplomatik dan sebagainya. Dengan demikian, sangat jelas bahwa konsep dakwah wasatiah akan mereduksi ajaran Islam dan menghilangkan banyak hukum Islam.

Dakwah wasatiah juga mengarahkan para dai muslim lebih fokus mendakwahkan ajaran ritual dan menghindari dakwah politik. Mereka akan lebih banyak mengajarkan ibadah mahdhah, seperti salat, puasa, dan zakat. Sementara itu, syariat Islam dalam urusan sosial, politik, ekonomi, dan berbagai aturan publik lainnya, menjadi hal yang dianggap tabu, bahkan terlarang untuk disampaikan.

Ajaran Islam tentang bagaimana syariat Islam kaffah dan upaya Khilafah untuk mengentaskan kemiskinan, menuntaskan kekerasan seksual, menyelesaikan masalah korupsi yang menggurita, dan sebagainya, semua itu dianggap sebagai dakwah yang radikal, padahal justru hukum-hukum itulah yang akan menyelesaikan berbagai problematika umat hari ini.

Adalah suatu kewajiban kita menjadikan Rasulullah Saw. sebagai teladan, termasuk dalam dakwah. Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 21, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut Allah.”

Rasulullah Saw. menyeru umat manusia untuk menyembah-Nya dengan menauhidkan-Nya dan meyakinkan umat manusia akan keberadaan Islam sebagai satu-satunya agama yang benar. Rasulullah Saw. juga senantiasa memahamkan umat tentang wajibnya mereka untuk taat pada seluruh aturan dan hukum Allah SWT. Rasulullah Saw. pun senantiasa mendakwahkan seluruh ajaran Islam, baik terkait ibadah mahdhah (salat, puasa, zakat, dsb.), maupun terkait ideologi, politik, pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, hankam, dan seluruh aspek kehidupan lainnya.

Rasulullah Saw. senantiasa mengajak umat untuk menjadikan Islam sebagai solusi hakiki terhadap seluruh permasalahan mereka. Ini karena risalah Islam akan mendatangkan rahmat bagi seluruh umat manusia. 

Rasulullah Saw. juga selalu mendakwahkan keagungan Islam. Bahwasanya Islam adalah mulia, Islam adalah tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam. Sabda beliau, “Islam itu tinggi dan tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam.” (HR. Ad-Daruquthni).

Rasulullah Saw. juga mengajarkan agar dakwah disampaikan secara berani dan tegas, serta tidak boleh membatasi diri hanya menyampaikan beberapa pemikiran dan hukum Islam, lalu men-skip yang lainnya. Rasulullah Saw. bersabda, “Katakanlah yang benar meskipun itu pahit (berat untuk dikatakan).” (HR. Ibnu Hibban no. 2041).

Tidak seharusnya para dai muslim mendakwahkan Islam wasatiah. Mereka seyogianya senantiasa mendakwahkan kebenaran Islam secara keseluruhan, apapun konsekuensinya. Dan tugas itu bukan hanya kewajiban dai melainkan tugas kita semua sebagai seorang muslim. Langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya kepada masyarakat lainnya.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar