Oleh: Indha Tri Permatasari, S.Keb., Bd. (Aktifis Muslimah)
"Suatu kehormatan menerima kehadiran Saudara Bill Gates, pendiri Gates Foundation, lembaga filantropi terbesar di dunia," demikian disampaikan Presiden Prabowo dalam sesi diskusi antara Bill Gates—pendiri Microsoft—dan para pengusaha Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Presiden secara terbuka memuji Bill Gates, bahkan menyebutnya sebagai sosok yang lebih "pancasilais" karena kontribusi besar Gates Foundation dalam mendukung berbagai sektor strategis di Indonesia melalui dana hibah.
Sejak 2009, Gates Foundation telah menggelontorkan lebih dari US\$159 juta (sekitar Rp2,6 triliun dengan kurs Rp16.552/USD) untuk Indonesia. Dana tersebut tersebar di sektor kesehatan (US\$119 juta), pertanian (US\$5 juta), teknologi (US\$5 juta), serta bantuan sosial lintas sektor lainnya (lebih dari US\$28 juta).
Bukan Sekadar Kunjungan Seremonial
Pujian yang dilontarkan Presiden Prabowo terhadap Bill Gates tampak berlebihan. Meski Gates Foundation telah menyumbangkan dana hibah cukup besar, perlu diingat bahwa Gates adalah pengusaha kelas dunia. Maka, tidak mengherankan bila kunjungan tersebut lebih banyak melibatkan kalangan elite bisnis ketimbang lembaga sosial atau komunitas akar rumput.
Dalam pertemuan itu hadir pula para konglomerat besar Indonesia, termasuk tokoh-tokoh yang selama ini dikenal sebagai bagian dari kelompok "sembilan naga". Mereka adalah para pelaku bisnis multinasional di bidang manufaktur, farmasi, keuangan, hingga infrastruktur digital. Tak heran jika topik diskusi mencakup isu-isu pembangunan berkelanjutan seperti kesehatan global, nutrisi, keuangan inklusif, dan infrastruktur digital publik.
Direktur Gates Foundation untuk Asia Selatan dan Asia Tenggara, Hari Menon, mengonfirmasi bahwa yayasan tersebut tertarik bermitra dengan produsen dalam negeri untuk memproduksi vaksin di Indonesia. Salah satu mitra potensial adalah Bio Farma, yang dinilai strategis karena kapasitas produksinya yang besar dan efisien secara biaya.
Salah satu proyek kesehatan yang tengah berlangsung dan didukung oleh yayasan tersebut adalah pengembangan vaksin TBC, polio, dan malaria. Presiden menyatakan bahwa Indonesia akan ikut serta dalam uji coba vaksin TBC. Namun kenyataannya, uji klinis fase ketiga vaksin TB M72/AS01E-4 telah dimulai sejak 3 September 2024 bersama empat negara lain: Afrika Selatan, Kenya, Malawi, dan Zambia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa uji coba ini melibatkan peneliti dari sejumlah universitas dan rumah sakit besar, dengan Bio Farma sebagai operator utama. Sejak November 2024, sebanyak 2.095 dari target 2.500 partisipan telah menjalani vaksinasi.
Kapitalisasi Kesehatan: Gurita Tak Terlihat
Berdasarkan data BPOM, vaksin TB M72/AS01E-4 awalnya dikembangkan oleh GlaxoSmithKline (GSK) sebelum dilisensikan kepada Gates Medical Research Institute (Gates MRI) pada 2020. Indonesia menjadi target karena menempati peringkat kedua tertinggi dalam kasus TBC global, setelah India. Per Maret 2025, terdapat 889 ribu kasus TBC di Indonesia, dengan hampir 100.000 kematian setiap tahunnya.
Presiden Prabowo menyatakan komitmennya untuk menurunkan jumlah kasus TBC, dan merasa terbantu dengan peran Gates. Namun, dalam sistem ekonomi kapitalisme, tidak ada makan siang gratis. Dana hibah hanyalah bentuk investasi yang pada akhirnya bertujuan mendulang keuntungan jangka panjang. Narasi filantropi, alih teknologi, atau peningkatan kapasitas lokal kerap menjadi kemasan yang menutupi agenda bisnis global.
Gates Foundation sendiri merupakan donatur utama WHO dan memiliki pengaruh besar dalam arah kebijakan kesehatan global. Dalam wawancara tahun 2019 di acara US Squawk Box, Bill Gates menyebut bahwa dari donasi sebesar US\$10 miliar ke produsen vaksin global, yayasannya meraup manfaat ekonomi hingga US\$200 miliar.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa proyek kesehatan global tak lepas dari kepentingan bisnis. Apalagi, vaksin TBC ini tidak dirancang untuk menghentikan penularan secara total dalam waktu cepat, melainkan hanya meningkatkan daya tahan tubuh. Ini berarti pasar vaksin tetap terbuka lebar, memberi peluang keuntungan berulang.
Lebih dari itu, penyebab mendasar seperti kemiskinan dan kondisi lingkungan yang buruk, justru jarang disentuh sebagai bagian dari proyek global. Bahkan, penerapan sistem kapitalisme global seringkali menjadi penyebab utama krisis kesehatan, lingkungan, dan ketimpangan sosial.
Tahun 2024, situs Health Policy Watch melaporkan bahwa tiga yayasan filantropi terbesar dunia—Novo Nordisk Foundation, Gates Foundation, dan Wellcome Trust—mengalokasikan dana US\$300 juta selama tiga tahun untuk riset di negara berkembang terkait perubahan iklim, penyakit menular, dan resistensi antimikroba. Namun ironisnya, Yayasan Novo Nordisk ikut serta justru setelah perusahaan induknya meraup keuntungan besar dari obat pelangsing Ozempic® dan Wegovy®.
Solusi Islam atas Kapitalisasi Kesehatan
Berbeda dengan pendekatan kapitalistik, Islam memandang kesehatan sebagai hak dasar setiap individu dan indikator kesejahteraan masyarakat. Dalam sistem Islam, negara wajib menjamin pelayanan kesehatan yang menyeluruh, adil, dan bebas intervensi modal.
Islam mengatur perilaku individu dan masyarakat agar standar kesehatan bisa dicapai secara mandiri maupun komunal. Di sisi lain, negara (khalifah) bertanggung jawab menyediakan sistem politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan yang mendukung sistem kesehatan holistik dan mandiri.
Sejarah mencatat bahwa peradaban Islam unggul dalam penyelenggaraan layanan kesehatan. Dari tata kota, sanitasi, rumah sakit, hingga riset kedokteran dan farmasi, semua dikelola negara dengan standar tinggi tanpa motif bisnis. Layanan kesehatan bersifat publik dan tidak dibatasi kemampuan membayar.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya umat Islam merefleksikan kenyataan pahit bahwa peradaban mereka tertinggal akibat meninggalkan syariat. Saatnya umat kembali kepada sistem Islam secara kaffah, yang hanya bisa diwujudkan melalui tegaknya Khilafah Islam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar