Dari Konflik Trump-Netanyahu Menuju Kesadaran Politik Umat Islam


Oleh : Ulianafia (Pemerhati Keluarga dan Politik)

Perselisihan antara Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, dan Perdana Menteri Zionis, Benjamin Netanyahu, menjadi bukti bahwa bahkan di antara sekutu erat pun terdapat kepentingan masing-masing yang tidak mudah untuk dipersatukan. Trump merasa dimanipulasi oleh Netanyahu, khususnya terkait kegagalan Israel dalam menyusun rencana konkret mengenai Iran dan kelompok Houthi di Yaman. Selain itu, pemerintahan Netanyahu juga tidak memberikan solusi nyata terkait konflik yang terus membara di Gaza. Ketegangan ini mencerminkan realitas politik internasional yang diwarnai dengan intrik, kepentingan pribadi, dan persaingan kekuasaan, meskipun mereka sering tampil sebagai blok yang solid terhadap dunia Islam.

Fenomena ini hendaknya membuka mata kaum Muslimin bahwa persatuan para musuh Islam bukanlah sebuah koalisi yang kokoh dan abadi. Mereka hanya bersatu di atas kepentingan jangka pendek yang saling menguntungkan. Ketika masing-masing merasa dirugikan atau tidak lagi diuntungkan, perpecahan dengan mudah terjadi. Inilah yang Allah Swt gambarkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 14: "Engkau kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti." Ini adalah bukti nyata bahwa kekuatan musuh Islam sejatinya rapuh dan bisa dihancurkan.

Sementara itu, umat Islam justru sering kali terpecah dan tercerai-berai, bukan karena lemahnya potensi, melainkan karena kehilangan orientasi dan tidak lagi menjadikan akidah Islam sebagai dasar kehidupan bersama. Padahal sejarah telah membuktikan bahwa ketika umat Islam bersatu di atas akidah yang kokoh, mereka mampu menumbangkan dua imperium besar pada zamannya — Romawi dan Persia. Umat Islam dahulu tidak memiliki keunggulan materi, namun mereka memiliki keyakinan, keberanian, dan visi hidup yang ditanamkan oleh Rasulullah Saw.

Oleh karena itu, umat Islam harus disadarkan bahwa mereka memiliki modal besar untuk bangkit: akidah Islam, sumber daya manusia yang luas, dan sejarah panjang perjuangan. Kelemahan yang tampak hari ini bukanlah cerminan sejati dari umat ini, melainkan hasil dari penjajahan pemikiran dan dominasi sistem sekuler yang menceraikan agama dari kehidupan. Jika umat kembali pada Islam secara total, maka potensi besar ini akan menjadi kekuatan yang mampu mengguncang dunia.

Penyadaran umat tidak bisa dilakukan secara sporadis atau individual, melainkan harus dilakukan melalui kerja kolektif, terorganisir, dan terarah — yakni kerja dakwah berjamaah. Jamaah dakwah yang ideologis, yang menjadikan akidah Islam sebagai fondasi utama perjuangan, menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Tanpa adanya struktur dakwah yang kuat dan terorganisir, umat akan terus terombang-ambing oleh arus globalisasi dan serangan pemikiran Barat.

Jamaah dakwah ini bukan sekadar menyeru kepada kebaikan secara umum, tetapi juga membimbing umat untuk memahami bagaimana Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, pendidikan, hingga hubungan internasional. Jamaah dakwah ideologis akan menuntun umat untuk menapaki jalan perjuangan Rasulullah Saw, mulai dari membentuk kesadaran politik hingga membangun institusi yang mampu menerapkan Islam secara kafah.

Salah satu puncak dari proses perjuangan ini adalah terwujudnya persatuan umat dalam satu kepemimpinan politik yang berlandaskan Islam, yakni Khilafah. Khilafah bukan sekadar simbol, tetapi institusi yang akan menyatukan umat di bawah satu pemimpin, satu negara, dan satu sistem hukum. Khilafah akan menjadi pelindung umat Islam dari penjajahan, penindasan, dan segala bentuk intervensi asing.

Dalam naungan Khilafah, kekuatan politik, militer, dan ekonomi umat akan disatukan untuk menghadapi hegemoni Barat yang selama ini terus menekan negeri-negeri Muslim. Dengan izin Allah, Khilafah akan mampu menantang dominasi negara adidaya seperti Amerika Serikat dan sekutunya. Bahkan, Khilafah akan menjadi kekuatan global yang bukan hanya menjaga kehormatan umat, tetapi juga menjadi mercusuar keadilan bagi seluruh manusia.

Salah satu misi besar Khilafah adalah membebaskan Palestina melalui jalan jihad fi sabilillah. Ini bukan sekadar mimpi atau retorika, tetapi bagian dari tanggung jawab syar'i yang hanya bisa ditunaikan oleh negara Islam yang memiliki kedaulatan penuh. Oleh karena itu, perjuangan untuk menegakkan Khilafah harus menjadi agenda utama umat hari ini. Hanya dengan kepemimpinan Islam yang sejati, umat akan kembali memimpin peradaban dan menegakkan kalimat Allah di muka bumi. Wallahu'alam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar