Oleh : Wulan Safariyah (Aktivis Dakwah)
Kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang terjadi di beberapa daerah saat ini juga dirasakan di Balikpapan. Namun tak disangka lonjakan tagihan begitu tinggi alias signifikan. Salah satunya dialami warga Balikpapan. Setiap tahun warga tersebut mengurus pembayaran tanah milik sang ibu di Jalan Batu Ratna KM 11 Balikpapan Utara. Biasanya ia hanya membayar Rp306 ribu per tahun. Namun tahun ini tagihannya mencapai Rp9,5 juta untuk bidang tanah seluas 1 hektar. Dikutip dari media. (kaltimpost.jawapost.com)
Lonjakan pajak bumi dan bangunan (PBB) mencapai 3000 persen menyebabkan protes hebat dikalangan warga. Kekurangan transparansi dari pemerintah kota memperburuk situasi, karena warga tidak diberi penjelasan tentang kenaikan ini. Beban ini menjadi lebih berat bagi mereka yang memiliki lahan tidak produktif, menjadikan pembayaran tagihan yang tinggi tidak mungkin dilakukan. Kondisi ini lebih parah dari Pati dan Cirebon. (www.instagram.com)
Respons Pemprov Kaltim soal isu kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Balikpapan. Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni menyatakan pihaknya bakal mendalami dulu duduk perkara isu kenaikan tarif PBB di Balikpapan, Kaltim. Ia mengatakan permasalahan terkait dengan isu kenaikan PBB di kota tersebut masih belum diketahuinya secara pasti. (tribunkaltim.com)
Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan memberikan stimulus berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 90 persen dari ketetapan pokok. Kebijakan ini diterapkan untuk meringankan beban masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang masih menantang.
Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan, Idham, mengatakan stimulus mulai berlaku Kamis (21/8) dan dapat dimanfaatkan seluruh wajib pajak sesuai ketentuan. “Diskon bisa sampai 90 persen dari ketetapan. Bagi masyarakat yang sudah membayar sebelum kebijakan ini keluar, akan diberikan kompensasi pada PBB tahun 2026,” jelas Idham, Rabu (20/8). (tribunnews.com)
Meski akhirnya Pemkot Balikpapan melakukan penundaan dan memberikan stimulus berupa pengurangan PBB hingga 90 persen dari ketetapan pokok. Kebijakan tersebut tetap menuai kritik keras dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Organisasi mahasiswa itu menilai langkah pemerintah tidak berpihak pada masyarakat kecil atau langkah tersebut belum efektif dalam mengatasi polemik.
Pajak Memberatkan Rakyat
Negara hari ini sedang tidak baik-baik saja, kenaikan pajak terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya di kota Pati (bupati yang heboh didemo karena naikan pajak) bahkan di kota Balikpapan terjadi juga kenaikan tarif pajak sampai 3000 persen. Kenaikan pajak ini tentu semakin memberatkan rakyat apalagi tanpa diiringi tingkat kesejahteraan yang layak.
Kenaikan pajak menjadi beban berat bagi rakyat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Untuk kehidupan sehari-hari saja sudah terasa sulit, mereka harus berjibaku demi mengais rezeki. Ditengah kesulitan hidup rakyat juga dibebankan dengan harus membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) yang sangat tinggi, lengkaplah sudah beban hidup yang ditanggung rakyat.
Padahal, negeri ini kaya SDA, negara semestinya bisa memaksimalkan pendapatan dari SDA yang ada. Terlebih, negeri ini memiliki potensi SDA yang berlimpah. Untuk mengelolanya pun negeri ini tidak kekurangan SDM yang kompeten. Hanya saja, di tengah SDA dan SDM yang potensial, negeri ini kekurangan visi politik dalam mengelolanya. Pengelolaan SDA malah diserahkan pada asing dan swasta sehingga hasilnya tidak bisa dinikmati oleh rakyat.
Meski memberatkan rakyat, menaikkan pajak justru menjadi tulang punggung ekonomi kapitalisme. Sebab, pajak dalam sistem kapitalisme merupakan sumber pendapatan utama yang membantu keuangan negara. Pajak menjadi tumpuan pemasukan APBN, Bahkan pemerintah mencari objek pajak baru (semuanya seakan tak luput dari pajak) selanjutnya pajak yang sudah ada, tarifnya dinaikkan berkali-kali lipat, seperti PBB.
Inilah kezaliman Kapitalis yang menjadikan pajak sebagai kebijakan yang dianggap dapat membantu negara mencapai kestabilan ekonominya karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan yang diterima dari pajak. Padahal dengan pajak ala kapitalisme sama saja dengan mengambil harta rakyat. Dana dari hasil pajak digunakan untuk membangun proyek-proyek yang menguntungkan kapitalis dan wakil rakyat, bukan untuk mensejahterakan rakyat.
Adanya penundaan atau pun keringanan PBB tidak akan merubah fakta bahwa kebijakan kenaikan pajak dilakukan jelas kebijakan yang zalim dan makin menambah beban masyarakat di tengah kondisi ekonomi yg semakin sulit. Penguasa hanya populis otorutarianism, dia yang menaikkan dia pula yang seolah menjadi pahlawan dengan menurunkan pajak.
Oleh karena itu, selama negara bertumpu pada penerapan sistem kapitalisme, maka kesulitan dan kesengsaraan hidup akibat wajib pajak selamanya akan menimpa masyarakat. Tidak cukup hanya ganti penguasa tapi saatnya ganti sistem karena ini kerusakan sistem Kapitalisme.
Islam Mensejahterakan
Berbeda dengan kapitalisme, yang menitikberatkan sumber pendapatannya pada pajak, sumber pendapatan negara Islam (Khilafah) itu berbeda. tidak bertumpu pada sektor pajak. Dalam Islam tidak terdapat pungutan pajak. Islam mengenalnya dengan Dharibah.
Dalam Islam Dharibah hanya dipungut dari lelaki muslim yang kaya, untuk keperluan urgen yang sudah ditentukan syariat sebagaimana tercantum dalam kitab Al-Amwal fi Daulati al- Khilafah, karya Syekh Abdul Qadim Zallum. Menjelaskan bahwa Dharibah dikeluarkan saat kondisi Baitul Mal kosong dan hanya diambil dari orang-orang yang kaya saja. Misalnya, terjadi bencana alam, peperangan, dan membayar gaji pegawai, itupun saat harta di Baitul Mal tidak ada. Setelah masalahnya teratasi, penarikannya segera dihentikan. Jadi, sifatnya temporer hanya ketika kas negara kosong.
Islam memandang dharibah sebagai alternatif terakhir sumber pendapatan negara. Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak dan beragam. Dengan pengaturan sistem politik dan ekonomi Islam, Khilafah akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu
Sebab, Allah Swt. telah menetapkan sumber pemasukan tetap negara yang terbagi dalam tiga pos pemasukan utama. Yaitu,pertama pos kepemilikan umum seperti fasilitas/sarana-sarana umum, barang tambang yang tidak terbatas dan lain sebagainya yang termasuk milik umum. Kedua, pos kepemilikan negara yaitu fai, ganimah, khumus, kharaj, jizyah, tanah-tanah dan bangunan milik negara, ‘usyur , harta ghulul, khumus rikaz, dan harta yang tidak ada ahli warisnya. Yang ketiga adalah pos zakat yakni, zakat hewan [unta, sapi, kambing], zakat tanaman dan buah-buahan [gandum, jewawut, kurma, dan kismis], zakat perdagangan, zakat nuqud [emas, perak, dan uang].
Islam juga menetapkan penguasa sebagai rain dan junnah, dan mengharamkan penguasa untuk menyentuh harta rakyat. Baitulmal memiliki banyak pemasukan, tidak bersandar pada pajak, salah satu pemasukan terbesar negara adalah dari pengelolaan SDA milik umum oleh negara yang tidak diserahkan pada asing dan swasta.
Dengan demikian, penerapan Islam kaffah merupakan perjuangan yang urgent. Karena hanya dengan penerapan Islam Kaffah rakyat dapat terjaga dan sejahtera. Sedangkan saat ini kerusakan kapitalis makin nampak. Aturan siapa lebih baik dari Allah?
أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Artinya: "Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS. al-Ma'idah ayat 50)
Wallahu'alam bissawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar