Doha Diserang, Umat Islam Harus Bangkit


Oleh: Anindya Vierdiana 

Serangan udara Zionis ke Doha pada 9 September 2025 menandai babak baru eskalasi konflik. Untuk pertama kalinya, Qatar yang tengah memediasi gencatan senjata justru menjadi sasaran. Enam orang tewas, termasuk pejabat Hamas dan seorang petugas keamanan Qatar. Serangan ini memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk negara-negara Arab, Islam, hingga Barat. Namun, kecaman tak menghentikan Zionis meluaskan agresinya ke Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, dan Tunisia.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 64 ribu warga Palestina telah gugur sejak Oktober 2023. Fakta ini menunjukkan obsesi Zionis mengosongkan Gaza terus berjalan, dengan dukungan penuh Amerika.

Sebagai respons, Qatar menggelar KTT Darurat Arab-Islam (15/9). Pertemuan ini menghasilkan serangkaian poin: mengecam Israel, mempertimbangkan penghentian normalisasi, hingga mendorong kampanye internasional. Namun, semua itu tak jauh berbeda dari resolusi sebelumnya: normatif, lemah, dan tak berdaya menghadapi agresi nyata.

Pidato-pidato lantang para pemimpin Muslim di forum itu terdengar gagah, tetapi tanpa tindakan konkret. Kepentingan nasional dan ketergantungan pada sekutu asing membuat mereka berhenti pada level kecaman. Inilah realitas pahit: dunia Islam terbelenggu standar ganda yang mereka sendiri kecam.

Padahal, meluasnya operasi Zionis membuktikan bahwa kehadiran Amerika di tanah Arab tidak membawa keamanan. Justru sebaliknya, ketundukan politik itulah yang membuat umat semakin lemah. Zionis bertindak sesuka hati karena tahu umat Islam tidak punya kekuatan yang bersatu.

Maka solusi sejati tidak cukup dengan menggalang bantuan kemanusiaan atau menyerukan solusi dua negara yang terus diulang Barat. Itu hanya memperpanjang usia penjajahan. Yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang mampu menyatukan umat, mengerahkan kekuatan politik, ekonomi, dan militer demi membebaskan Palestina dan menahan kesewenang-wenangan musuh.

Umat Islam harus bangkit dari kepasifan. Kecaman saja tidak menghentikan rudal dan bom. Solidaritas harus diwujudkan dalam langkah nyata: membangun kekuatan kolektif, mendukung perjuangan Islam kafah, dan menyiapkan generasi yang berani memperjuangkan pembebasan Palestina.

Allah ï·» mengingatkan: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa ketika dikatakan kepada kamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,’ kamu merasa berat dan cenderung pada dunia?... Jika kamu tidak berangkat, niscaya Allah akan menggantikan kamu dengan kaum yang lain...” (QS At-Taubah: 38–39).

Umat tidak boleh lagi menjadi penonton. Kini saatnya bergerak, bersatu, dan mengambil peran sejarah. Gaza dan Palestina menanti, dan dunia Islam harus menjawab panggilan itu.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar