Oleh: Safira Luthfia
Gen-Z dan Semangat Perubahan
Keberadaan Gen-Z dalam menghadapi tekanan sosial akhir-akhir ini patut untuk dicermati. Melalui berbagai platform media sosial, meme, poster yang kreatif, dan seni visual, mereka dapat mengekspresikan kegelisahan tanpa perlu melakukan kerusuhan atau merusak fasilitas publik. Kreativitas ini mencerminkan cara unik generasi muda dalam menunjukkan pandangan mereka, sekaligus menegaskan bahwa mereka masih memiliki keberanian untuk bersuara.
Namun, ada anggapan bahwa keterlibatan anak muda dalam aksi demonstrasi dapat mengakibatkan kerentanan. Ketidakmatangan dalam pengendalian diri dianggap dapat menjadikan mereka sebagai sasaran provokasi. Pandangan ini, apabila tidak ditelaah secara kritis, dapat menghilangkan potensi besar yang dimiliki pemuda dalam mendorong perubahan. Sebab, memposisikan Gen-Z hanya sebagai subjek penelitian psikologi berisiko mengaburkan kesadaran politik yang seharusnya tumbuh secara alami dari naluri mereka untuk menentang ketidakadilan.
Sikap Menolak Ketidakadilan
Sejak diciptakan, manusia memiliki naluri untuk mempertahankan diri (gharizah al-baqa). Naluri ini mendorong mereka untuk menolak kezaliman dan ketidakadilan dalam bentuk apapun. Gen-Z, dengan segala bentuk kreativitas yang ditunjukkannya, sejatinya mencerminkan naluri tersebut. Mereka tidak ingin hanya menjadi penonton, melainkan berkeinginan aktif terlibat dalam menyuarakan perubahan.
Sayangnya, kapitalisme berusaha menekan potensi ini dengan membatasi generasi pada kerangka psikologi saja. Alih-alih didorong untuk menumbuhkan kesadaran politik yang sejati, mereka diarahkan untuk lebih fokus pada ekspresi identitas dan kreativitas individu semata. Sementara, ajaran Islam menuntun manusia agar menggunakan naluri menolak ketidakadilan ini dalam batasan syariat, bukan sekadar mengikuti prinsip-prinsip psikologi modern.
Islam juga mengatur cara muhasabah lil hukkam, yakni memperbaiki penguasa yang zalim dengan cara yang benar. Nabi Muhammad saw. mengajarkan bahwa melaksanakan amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban, bahkan dalam menghadapi penguasa. Dalam hadis disebutkan bahwa pemimpin para syuhadā’ adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, beserta mereka yang berani menghadapi penguasa zalim dan menuntutnya untuk berbuat baik serta melarang dari kemungkaran, bahkan sampai rela mengorbankan nyawa. Nilai-nilai inilah yang seharusnya menjadi dasar perlawanan generasi muda.
Potensi Kebangkitan Umat
Dalam sejarah, pemuda selalu menjadi pelopor dalam setiap gerakan perubahan. Di era Nabi Muhammad saw. , sebagian besar sahabat yang pertama kali menerima Islam adalah anak muda yang penuh semangat. Mereka memiliki keberanian, energi, dan idealisme yang menjadikan mereka penggerak dakwah. Saat ini, Gen-Z mewarisi potensi yang sama: keberanian untuk berbicara, kreativitas dalam menyampaikan aspirasi, dan semangat menolak ketidakadilan.
Potensi besar ini tidak boleh diabaikan hanya dengan kata-kata mengenai kebebasan berekspresi atau sekadar mengikuti tren di media sosial. Gen-Z perlu diarahkan untuk memahami bahwa perubahan yang sejati hanya dapat terwujud melalui sistem yang meniadakan kezaliman dari akarnya. Umat Islam memerlukan generasi yang berani memperjuangkan aspirasi mereka dalam konteks perjuangan politik yang islami, bukan sekadar demonstrasi sementara atau simbolisme.
Apabila potensi ini diarahkan dengan benar, Gen-Z tidak hanya menjadi generasi yang pandai bersuara, tetapi juga menjadi pelopor bagi kebangkitan umat. Mereka dapat menjadi saksi sejarah akan terjadinya perubahan besar, saat suara mereka tidak hanya terbatas pada poster dan meme, tetapi menjadi bagian integral dari perjuangan untuk menegakkan keadilan sejati seperti yang diajarkan dalam Islam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar