Oleh : Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Hari ini terjadi krisis tenaga kerja global. Di beberapa negara besar seperti Inggris, Prancis, AS, dan Cina mengalami kenaikan angka pengangguran. Bahkan, muncul fenomena pura-pura kerja dan kerja tanpa digaji, semata demi dianggap kerja.
Dunia, saat ini dibayangi masalah serius di sektor ketenagakerjaan. Sejumlah negara besar melaporkan lonjakan angka pengangguran. Dimana situasi ini menunjukkan rapuhnya pemulihan ekonomi global, di tengah tekanan inflasi, perlambatan pertumbuhan, hingga ketidakpastian politik.
Kondisi ini tak hanya menekan daya beli masyarakat, tapi juga membawa dampak sosial dan politik yang luas. Ketika kesempatan kerja semakin terbatas, ketidakstabilan di berbagai negara bisa saja terpicu. (CNBC Indonesia, 29/08/2025)
Kapitalisme Gagal Mewujudkan Kesejahteraan
Kapitalisme terbukti gagal mewujudkan kesejahteraan, khususnya bagi anak muda. Buktinya ekonomi bangsa kita dan global mengalami kegoncangan yang sangat dahsyat. Berikut beberapa faktor gagalnya kapitalisme global dalam mewujudkan kesejahteraan.
Pertama, Krisis tenaga kerja global. Krisis ini hampir menghantui di seluruh penjuru dunia. Ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang mendominasi dunia, yaitu kapitalisme, gagal menyediakan lapangan kerja. Ini artinya, kapitalisme gagal mewujudkan kesejahteraan. Sebagai contoh Indonesia, lapangan pekerjaan di negeri kita dari hari ke hari semakin menyempit. Pemerintah gagal dalam menyampaikan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya.
Lapangan pekerjaan yang sempit menjadi problem bersar di negeri ini. Lulusan sarjana bahkan magister banyak yang menganggur. Lulusan sarjana dan magister ini ingin bekerja di sektor formal namun mereka harus gigit jari. Sempitnya lapangan pekerjaan ini linier dengan "membludaknya" pengangguran di negeri ini. Banyak dari lulusan sarjana yang bekerja di sektor yang tidak sesuai dengan bidangnya. Sebagai contoh, banyak lulusan sarjana pertanian yang bekerja di bank. Bahkan tidak sedikit dari mereka berjualan di pinggir jalan. Meraka taruh "gengsi" mereka untuk melanjutkan denyut nadi perekonomian keluarganya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa perekonomian global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Lapangan pekerjaan yang semakin sempit serta kurang variatif membuat anak muda atau sarjana banting setir tidak sesuai dengan bidang nya. Selain itu banyak lapangan pekerjaan atau perusahaan-perusahaan raksasa yang dikuasai oleh asing. Akibatnya anak muda yang ada di negeri kita semakin terpinggirkan.
Kedua, Tingginya angka pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penganggur terbaru di negara kita Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya (Februari 2024) sekitar 83 ribu orang atau 1,11 persen. (Tempo.co, 19/08/2025).
Peningkatan jumlah penganggur ini disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya berkaitan langsung dengan naiknya jumlah angkatan kerja sebesar 3,67 juta orang dalam setahun terakhir. Angkatan kerja tidak semua terserah oleh pasar kerja, akibatnya terdapat orang yang menganggur. Tiga sektor penyerap tenaga kerja terbesar adalah bidang pertanian, perdagangan dan industri pengolahan.
Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas tenaga kerja berasal dari lulusan SD kebawah. Hal ini membuat pasar tidak mau menyerapnya. Dengan pertimbangan kualitas dan keterampilan yang terbatas. Namun tidak hanya lulusan SD yang mengalami pengangguran, tren peningkatan juga terlihat di kalangan lulusan diploma hingga S3. Selain itu proporsi lulusan SMK tercatat tingkat pengangguran yang cukup tinggi yakni 8 persen. Kemudian disusul lulusan SMA dan perguruan tinggi.
Dari sisi wilayah penanggung cukup tinggi berada di kota dibanding di desa. Urbanisasi yang cukup besar linier dengan pengangguran yang tinggi. Selain itu PHK juga menyumbang angka pengangguran di negara kita. Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) melonjak dari 3.325 orang pada Januari menjadi 18.610 orang pada akhir Februari 2025. Nilai ini naik hampir 460 persen dari bulan sebelumnya.
Ketiga, kapitalisme menciptakan jurang ketimpangan ekonomi. Dalam sistem kapitalisme dengan faham kebebasannya, individu bebas memiliki apa saja termasuk kekayaan yang ada dalam suatu negeri. Tak ayal dalam Kapitalisme individu ada yang memiliki tambang, pulau pribadi dan lain sebagainya. Inilah yang membuat jurang kemiskinan antar individu semakin dalam. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.
Dengan kata lain Segelintir elite bisa menguasai kekayaan dan sumber daya yang besar. Dominasi korporasi berkaitan erat dengan konsentrasi kekayaan di tangan segelintir individu atau entitas bisnis. Berdasarkan laporan Oxfam (2024), 1% orang terkaya di dunia memiliki hampir separuh kekayaan global. Realitas ini juga terjadi di Indonesia. Kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia (Celios, 2024).
Kita bisa melihat secara langsung di negeri kita tercinta. Banyak oligarki dan konglomerat menguasai kekayaan negeri ini. Akibatnya banyak rakyat yang termiskinkan, mereka tidak pernah merasakan kekayaan negeri ini. Rakyat bak ayam mati di lumbung pagi. Ini akibat kerakusan para oligarki yang merampas harta rakyat.
Keempat, Job Fair. Upaya pemerintah dengan mengadakan job fair tidak menjadi solusi karena dunia industri mengalami badai PHK. Jumlah pencari kerja di job fair angkanya sangat tinggi. Job fair diadakan oleh pemerintah di kota-kota besar. Job fair atau bursa kerja tempat bagi pencari kerja dengan perekrut atau perusahaan secara langsung dalam waktu singkat. Job fair merupakan layanan yang akan mempertemukan antara pencari pekerjaan dan pemberi kerja. Job fair ini didakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Tahun ini ada sekitar 43 lowongan, 2.910 dan 181.353 pencari kerja. Namun job fair juga belum menjawab permasalahan ekonomi di negeri ini.
Keempat, sistem kapitalisme yang menyengsarakan. Selama sistem kapitalisme masih mendominasi dunia, termasuk Indonesia, pengangguran senantiasa menjadi masalah utama. Anak muda yang menjadi krisis tenaga kerja global. Jelas sistem kapitalisme tak mampu mensejahterakan rakyat. Butuh sistem alternatif agar rakyat khususnya anak muda tak larut menjadi korban krisis tenaga kerja global. Sistem tersebut adalah sistem Islam yang mampu mensejahterakan rakyatnya.
Sistem Islam Menjamin Kesejahteraan
"Imam adalah ra'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya" (HR. Bukhari).
"Sesungguhnya Al imam (Khalifah) itu adalah perisai orang-orang yang akan berperang di belakangnya, mendukung dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya" (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Kedua hadits diatas menyadarkan kita bahwa standar kepemimpinan harus disandarkan kepada Islam. Sosok pemimpin dalam Islam adalah pengurus yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Dalam pandangan Islam pekerjaan adalah tanggung negara. Setiap rakyat baik kaya maupun miskin berhak mendapatkan pekerjaan yang layak.
Untuk memecahkan masalah ketenagakerjaan Islam memahami bahwa penyelesaiannya perlu memperhatikan faktor penyebabnya. Jika persoalannya muncul akibat kebijakan negara dalam bidang politik ekonomi, maka negaralah yang bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Jika persoalannya muncul akibat hubungan pengusaha dengan pekerja, maka ini seharusnya dapat diselesaikan sendiri oleh pengusaha dan pekerja. Islam telah menjelaskan secara rinci bagaimana kontrak kerja melalui hukum yang menyangkut ijarotul ajir. Dalam konteks ekonomi Islam, Ijarotul Ajir merujuk pada sistem upah yang diberikan kepada pekerja sebagai imbalan atas jasa atau pekerjaan yang dilakukan.
Negara sebagai pengurus rakyat mempunyai kewajiban memastikan rakyatnya agar tidak kekurangan. Untuk itu negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas untuk rakyat. Dengan lapangan perkerjaan yang luas dapat dipastikan rakyat akan terpenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut cara negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya, dengan cara bertahap.
1. Memerintahkan kepada setiap kepala keluarga untuk bekerja.
2. Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.
3. Memerintahkan kepada setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggungjawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu. Jika ternyata keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok tetangganya yang kelaparan.
5. Negara secara langsung memenuhi kebutuhan hidup dari seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.
Itulah cara negara Islam menyelesaikan masalah ketenagakerjaan. Selain itu negara juga menerapkan sistem ekonomi Islam menjadikan kekayaan dunia terdistribusi secara adil, tidak terkonsentrasi pada segelintir pihak. Kepemimpinan umum haram dikuasai oleh individu, oligarki atau konglomerat
Begitulah cara negara Islam dalam menyelesaikan masalah ketenagakerjaan. Dengan penerapan sistem Islam secara kaffah maka Islam mampu mensejahterakan rakyatnya.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar