Tawuran Berulang Remaja Belawan: Cermin Gagalnya Sistem Kapitalisme


Oleh: Alia Salsa Rainna (Aktivis Dakwah)

Bentrok antar kelompok remaja kembali pecah di Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara. Seorang remaja tewas setelah tertembak senapan angin di bagian dada, sementara beberapa lainnya terluka dalam peristiwa di Jalan Stasiun, Simpang Kantor Camat Medan Belawan (detik.com, 8/09/2025). Tragedi ini menambah deretan kasus tawuran remaja yang terus berulang dan menimbulkan keresahan masyarakat.

Fakta di lapangan menunjukkan, Belawan memang kerap menjadi lokasi tawuran antar remaja. Warga sekitar sudah sering mengeluhkan kondisi ini karena menimbulkan rasa takut, merusak fasilitas umum, bahkan mengganggu aktivitas sehari-hari. Peristiwa terbaru yang menelan korban jiwa menegaskan bahwa tawuran di Belawan bukan lagi sekadar keributan biasa, melainkan masalah serius yang belum terselesaikan hingga kini.

Meski dampaknya jelas merugikan, tawuran seolah telah menjadi hal lumrah. Inilah bukti nyata kegagalan sistem kapitalisme yang abai terhadap kondisi remaja. Minimnya pengawasan, lemahnya kontrol diri, hingga mudahnya remaja terhasut hanya karena persoalan sepele membuat mereka rela mempertaruhkan nyawa.

Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini hanya fokus pada keuntungan materi dan pertumbuhan ekonomi, bukan pembinaan generasi. Remaja dibiarkan larut dalam arus pergaulan bebas, hiburan yang merusak, dan lingkungan sosial yang penuh tekanan tanpa ada mekanisme pendidikan dan kontrol yang kokoh. Negara lebih sibuk menjaga stabilitas investasi ketimbang melindungi anak muda dari kerusakan moral. Akibatnya, masalah sosial seperti tawuran dianggap sebagai urusan sampingan, padahal dampaknya merusak sendi masyarakat dari dalam.

Tak jarang orang tua pun lalai mengawasi pergaulan anak karena sibuk bekerja demi mencukupi kebutuhan hidup. Padahal keluarga adalah pendidik moral pertama dan utama bagi generasi. Sementara itu, sistem hukum sekuler terbukti lemah. Para pelaku tawuran hanya dikenai sanksi ringan, apalagi jika masih di bawah umur. Akibatnya, tidak ada efek jera, dan peristiwa serupa pun berulang.

Allah Swt. menegaskan dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah wali itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (QS. Al-Isra’: 33)

Ayat ini menegaskan larangan keras membunuh tanpa alasan syar’i. Tawuran yang merenggut nyawa jelas bertentangan dengan syariat, termasuk dalam kategori pembunuhan yang zalim.

Sampai hari ini, sistem yang ada gagal memberikan solusi. Islam justru menawarkan penyelesaian yang komprehensif. Dalam Islam, generasi bukan beban, melainkan aset peradaban dan penerus bangsa. Karena itu, negara berkewajiban membentuk generasi unggul melalui pendidikan yang benar sekaligus menegakkan hukum dengan tegas terhadap pelaku kriminal.

Dalam catatan sejarah, remaja muslim yang tumbuh di bawah naungan sistem Islam tampil sebagai generasi yang tangguh, berilmu, dan berakhlak mulia. Di usia belia, mereka sudah terbiasa terikat dengan syariat dan memiliki tujuan hidup yang jelas. Misalnya, Usamah bin Zaid diangkat Rasulullah sebagai panglima perang ketika masih berusia sekitar 18 tahun, memimpin pasukan besar yang terdiri dari para sahabat senior. Begitu pula Muhammad Al-Fatih yang sejak remaja digembleng dengan pendidikan Islam yang kokoh hingga akhirnya menaklukkan Konstantinopel pada usia 21 tahun.

Fakta sejarah ini menunjukkan, ketika Islam diterapkan, remaja tidak larut dalam kerusakan moral, melainkan tumbuh sebagai pemimpin peradaban yang berprestasi dan membanggakan umat.

Inilah saatnya kita kembali pada sistem Islam secara kafah, sebuah sistem yang bukan hanya menata ibadah, tetapi juga menuntaskan problematika sosial, menjaga generasi, serta menjamin keamanan masyarakat.

Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar