Peringatan Serentak HUT RI di Freeport Kontribusi Menuju Indonesia Maju?


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Dalam memperingati HUT Ke-80 Republik Indonesia, PT Freeport Indonesia (PTFI) menggelar upacara bendera serentak di enam lokasi kerja. Yaitu, Tembagapura, Kuala Kencana, Nabire, Smelter PTFI Gresik, PT Smelting Gresik, dan Jakarta. Dari Indonesia Timur menjadi yang pertama pukul 09.00 WIT dan di Gresik pukul 07.00 WIB. Hal itu menandai sinergi dari hulu ke hilir meski terpisah jarak dan tantangan.

Dalam amanatnya di Tembagapura, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan bahwa Freeport hadir tidak hanya sebagai perusahaan tambang. Namun berkontribusi dari berbagai lini untuk menuju Indonesia maju. Seluruh proses mulai dari penambangan mineral di Papua (hulu) hingga pemurnian di Gresik (hilir) menjadikannya kekuatan ekonomi baru bagi Indonesia.

Pada 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,03 persen dan berlanjut positif hingga 5,12 persen pada kuartal II. Pencapaian tersebut tidak dapat dilepaskan dari kontribusi PTFI. Pada 2024, Freeport mencatat kontribusi langsung terhadap penerimaan negara sebesar USD 4,7 miliar atau setara Rp 80 triliun. Nilai tersebut mencakup pajak, royalti, dividen, serta berbagai pembayaran lainnya. Selain kontribusi fiskal, PTFI merealisasikan investasi sosial senilai Rp 2 triliun, berupa program kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar tambang.

’’Sejak pemerintah melalui MIND ID menguasai 51 persen saham Freeport pada 2018, deviden yang dibayarkan perusahaan kepada negara telah mencapai USD 4,1 miliar. Nilai ini bahkan melampaui biaya akuisisi, menandai pengembalian modal negara yang signifikan,” kata Tony. (Timex, 19/8/2025).

PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah perusahaan tambang mineral afiliasi dari Freeport-McMoRan (FCX) dan Mining Industry Indonesia (MIND ID). PTFI menambang dan memproses bijih menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak. PTFI memasarkan konsentrat ke seluruh penjuru dunia, terutama ke smelter tembaga dalam negeri, PT Smelting.

Operasi penambangan PTFI berlokasi di kawasan mineral Grasberg, Papua. Besarnya deposit mineral tembaga dan emas yang terkandung di kawasan Grasberg ini menjadikan kegiatan operasi Pertambangan PTFI sebagai salah satu yang terbesar di dunia. Saat ini PTFI mengoperasikan tambang bawah tanah terbesar di dunia.

Freeport bukanlah pemain baru di sektor pertambangan dan SDA mineral. Freeport bahkan pelopor liberalisasi di sektor tersebut di Indonesia. Namun demikian, apa yang telah Freeport berikan itu tidak layak membuat kita lupa bahwa sejatinya yang Freeport telah ambil (baca: rampas) dari negeri kita jauh lebih banyak, bahkan berlipat-lipat dari sekadar kontribusi yang disebutkan di atas.

Justru hanya secuil dari profit ekonomi sektor pertambangan dan SDA mineral yang coba Freeport “kembalikan” kepada negeri kita. Hal itu sesungguhnya makin menegaskan tambal sulamnya kapitalisme. Sebab, di satu sisi telah merampas SDA aset kepemilikan umum (rakyat), dan di sisi lain mencoba menambalnya dengan sejumlah kontribusi. 

Begitupun komitmen PT Freeport tahun-tahun sebelumnya yang akan menyumbang pada kas negara atau pernyataan 70% keuntungan mengalir pada negara pun secara faktanya, PT Freeport kerap mangkir dalam membayar pajak dan royalti. Alih-alih mendapat sanksi, PT Freeport malah mendapat tax amnesty (pengampuan pajak). Saat PT Freeport mengatakan tidak akan membayar dividen, pemerintah pun tidak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu, tidak ada jaminan ketika Kontrak Karya diperpanjang, lantas perusahaan tersebut menjadi patuh.

Selain itu, negara juga harus membayar utang Rp55 triliun plus bunganya yang dipakai untuk membeli saham PT Freeport. Ini sangat membebani kas negara. Jangankan mengalirkan keuntungan 70%, yang ada menguras kas negara sebab APBN harus terus membayar utang. Apalagi, kepemilikan saham PT Inalum yang diklaim sebagai BUMN pun 58,9% dimiliki Nippon Asahan Aluminium (NNA) milik Pemerintah Jepang. Artinya, sebagian besar keuntungan dari membeli 51% PT Freeport malah masuk kantong Jepang.

Jelas hal itu tidak dapat menjadikan Indonesia maju. Bukti terdekat dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat Papua. Dengan alasan melestarikan budaya, mereka dibiarkan dalam ketertinggalan. Jika boleh dikatakan, Papua adalah yang paling terpinggirkan dari sekian banyak pulau di Indonesia. Laporan BPS 2019 menunjukkan bahwa Kabupaten Mimika, tempat menambang PT Freeport, menjadi salah satu daerah termiskin di Papua. Walaupun 2022 kemiskinan menurun, tetapi tidak signifikan.

Pengelolaan SDA oleh PT Freeport sesungguhnya adalah bentuk pengkhianatan negara atas rakyatnya. Secara angka, sejatinya Indonesia akan mendapatkan hasil yang jauh lebih besar jika SDA tersebut dikelola sendiri, bahkan hasilnya jauh lebih besar dari Freeport. 

Pengelolaan SDA oleh asing hanya akan menguatkan penjajahan ekonomi dan menjadikan rakyat makin menderita. Dikatakan penjajahan karena harta kekayaannya dikeruk secara legal. Begitu pun penderitaan rakyat, ekses negatif senantiasa melingkari kawasan penambangan. Kemiskinan, kriminalitas, hingga pelacuran, menjadi persoalan yang tidak kunjung usai di sana. Sesungguhnya, yang melegalkan asing untuk mengeruk tambang adalah regulasi pemerintah yang bercorak kapitalisme sehingga liberalisasi menjadi spirit dalam pengelolaan SDA. 

Oleh karenanya, untuk menghentikan itu semua, pemerintah harus melepaskan sistem ekonomi kapitalisme dan beralih pada ekonomi Islam. Dalam aturan Islam, kepemilikan barang tambang adalah sebagai milik umum, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Oleh sebab itu, tambang tidak boleh dimiliki/dikelola atas nama individu, apalagi oleh perusahaan swasta lokal/asing. Negara Islam (Khilafah), hanya diperkenankan mengelola tambang untuk dikembalikan dalam kemanfaatan yang besar bagi rakyat, bukan melalui prinsip bisnis, alih-alih demi aliran profit. Peran negara pun semata-mata karena menjalankan mandat sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Berdasarkan kedua hadis ini, Islam menutup ruang bagi adanya privatisasi tambang, maupun SDA lain yang semuanya berstatus kepemilikan umum. Para pejabat di negara Islam juga tulus mengurusi urusan umat, bukan untuk kemanfaatan diri sendiri. Mereka sadar sepenuhnya bahwa menjabat adalah memegang amanah besar sekaligus bagian dari tanggung jawab keimanan. 

Al-Quran pun mengatur pengelolaan SDA dengan memerintahkan manusia untuk memanfaatkan SDA secara optimal dan bertanggung jawab untuk kesejahteraan bersama, sambil mencegah kerusakan dan menjaga keseimbangan alam. Prinsip utamanya adalah bahwa SDA adalah titipan Allah SWT., dan manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan melestarikannya demi kemaslahatan generasi sekarang dan mendatang, bukan untuk eksploitasi berlebihan. 

Allah SWT. berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَ رْضِ بَعْدَ اِصْلَا حِهَا وَا دْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا ۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-A'raf: 56).

Islam pun melarang swastanisasi barang tambang yang jumlahnya besar. “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir.” Rasulullah Saw. kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut darinya.” (HR. Tirmidzi).

Demikianlah Islam akan mengelola sendiri SDA-nya. Kebermanfaatannya akan seutuhnya diberikan untuk umat. Walhasil, kas negara akan berlimpah dan dengannya pemerintah bisa menjalankan pemerintahannya secara independen, lalu menjamin seluruh kebutuhan pokok umat tanpa harus memungut pajak dari mereka. Inilah yang akan membuka jalan kesejahteraan dan keberkahan bagi umat manusia. Inilah makna kemerdekaan yang sesungguhnya diidam-idamkan oleh masyarakat Indonesia dan juga dunia.

Marilah bersama-sama kita mewujudkannya. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya di tengah-tengah masyarakat, tanpa nanti tanpa tapi. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar