Nasib Nelayan Terjaring Tanggul Beton Laut


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Viral tanggul beton sepanjang 2–3 kilometer di kawasan pesisir Cilincing, Jakarta Utara. Keberadaan tanggul itu dianggap mengganggu aktivitas nelayan dalam mencari ikan. Keberadaan tanggul beton itu diunggah laman Instagram @cilincinginfo. Dalam video tersebut, terlihat seorang nelayan mengeluhkan berdirinya tanggul beton itu karena dianggap mengganggu perlintasan nelayan. Mereka terpaksa harus memutar lebih jauh.

Merespons viralnya tanggul beton itu, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta menyatakan tanggul tersebut bukan Proyek Strategis Nasional (PSN) National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) berupa tanggul laut maupun tanggul pantai.

“Tanggul tersebut bukan bagian dari proyek atau pekerjaan Tanggul NCICD,” kata Kepala Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas SDA DKI Jakarta, Ciko Tricanescoro dalam keterangan tertulis, Rabu (Liputan6 online, 10/9/2025).

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Alfan Widyastanto. Menurutnya, Dinas SDA DKI Jakarta tidak pernah mengeluarkan izin dan tidak memiliki kewenangan terkait pembangunan tanggul beton tersebut.

Alasan yang sama ketika pagar laut viral, segenap pejabat segera cuci tangan dengan pura-pura tidak tahu. Apakah benar-benar tidak tahu atau tidak mau tahu? Semua telah tersistem karena pengaruh sistem sehingga solusi hanya diambil di permukaan. Jika rakyat tenang dengan jawaban "tidak tahu" maka untuk apa diberi tahu? Jika rakyat keukeuh ingin tahu, maka baru memberi tahu. Jika masih saja bergejolak, maka untuk sementara diatasi sampai suasana reda. Setelah itu, lanjut operasi! 

Satu dua dengan tambang Raja Ampat yang kembali beroperasi setelah amarah rakyat tak terdengar suaranya. Kecerdasan, ups! Lebih tepatnya kecerdikan_atau licik?_yang terus meningkat dari para mafia laut, ketika pagar laut berbahan bambu terbukti dengan mudah dapat dicabut, maka sekarang memakai beton untuk menanggulnya.

Ini semua akibat negara tidak memiliki kedaulatan dalam mengurus urusan rakyat. Kedaulatan tersebut tergadaikan akibat prinsip kebebasan kepemilikan yang merupakan keharusan dalam sistem kapitalisme. Walhasil, negara dalam kapitalisme tidak boleh melarang individu (korporasi) untuk menguasai laut. Dasarnya adalah kebebasan individu yang wajib dijamin oleh negara. Meski lingkungan rusak dan rakyat sengsara akibat ulah para kapitalis yang mencaplok laut, negara tidak bisa menghukum mereka. 

Dan akhirnya rakyat jualah yang harus menanggung berbagai kepahitan. Rakyat mengalami intimidasi dan dalam posisi yang lemah karena negara tidak menjalankan perannya sebagai pengurus (raa’in) dan perisai (junnah). Beruntung sekarang ada media sosial sehingga eksistensinya sedikit terbantu. Rakyat menjadikan media sosial sebagai tempat mengadu, sebab negara tidak peduli padanya, akan nasib dan kesejahteraannya.

Akan berbeda ceritanya jika saja negara ini menerapkan sistem Islam. Sebab negara yang menerapkan sistem Islam memiliki kedaulatan penuh untuk mengurus urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan dalam pandangan Islam itu di tangan syariat, bukan di tangan manusia. Syariatlah yang seharusnya memimpin, bukan (hawa nafsu) manusia. Semua perilaku, ucapan, dan kebijakan penguasa wajib tunduk pada syariat Islam (Al-Waie, 24-6-2020). Kedaulatan penuh ini membuat negara tidak akan tunduk pada korporasi. Negara hanya tunduk pada ketentuan syariat Islam.

Penguasa di dalam Islam juga dilarang menyentuh/mengambil harta milik umum dengan alasan apa pun (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Jilid II hlm. 163). Islam mengakui adanya harta milik umum. Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam buku Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah) hlm. 87 menjelaskan bahwa harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya, terkategori milik umum.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Ahmad, “Mina adalah milik orang-orang yang lebih dahulu sampai.” Makna hadis ini, bahwa Mina adalah milik bersama di antara kaum muslim dan bukan milik perseorangan sehingga orang lain dilarang memilikinya atau menempatinya.

Berdasarkan hal ini, laut terkategori milik umum bagi seluruh rakyat. Tidak boleh ada individu (perorangan maupun korporasi) yang memiliki laut. Demikian pula, tidak boleh ada individu yang menguasai/memagari laut dengan bambu apalagi beton. Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari). Artinya, tidak ada penguasaan/pemagaran atas harta milik umum, kecuali oleh negara. 

Pelanggaran terhadap hukum tersebut adalah kemaksiatan dan negara akan memberi sanksi tegas bagi pelakunya tanpa pandang bulu. Ini sebagaimana dalam hadis, “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di dalam kitab An-Nidzhamu al-Uqubat fii al-Islam karya Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah, disebutkan bahwa Khilafah mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya.

Demikianlah begitu tegaknya keadilan dalam sistem Islam sehingga tidak ada seorangpun yang terdzolimi dan mendzolimi. Sungguh Indonesia benar-benar bisa terbebas dari cengkeraman korporasi dan rakyat Indonesia bisa benar-benar bebas dari belenggu penjajahan penguasa dan pengusaha asalkan mau menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Dan sebagai warga negara Indonesia yang baik kontribusi terbesar yang bisa kita lakukan saat ini adalah dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya di tengah-tengah masyarakat tanpa nanti tanpa tapi. Allahu Akbar!

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar