SKTM dan Gagalnya Sistem Kapitalis Menjaga Amanah Publik


Oleh : Ummu Hanif Haidar

Kejari Tulungagung tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait pengelolaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di RSUD dr Iskak. Kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan, dengan indikasi kuat adanya unsur pidana. Dugaan korupsi terjadi pada rentang waktu 2022–2024. Meskipun belum ada tersangka yang ditetapkan, penyidik telah mengantongi sejumlah nama yang diduga terlibat.

Modus korupsi belum diungkap demi kelancaran proses hukum. Saat ini, tim Kejari masih mengumpulkan barang bukti, memeriksa saksi, dan melakukan audit untuk menghitung potensi kerugian negara.(viva.co.id). 

Miris sekali, adanya dugaan korupsi pengelolaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di RSUD dr Iskak Tulungagung. Meskipun detail modusnya belum diungkap karena masih dalam tahap penyidikan, indikasinya mengarah pada penyalahgunaan atau manipulasi dalam penerbitan SKTM. SKTM seharusnya hanya diberikan kepada warga kurang mampu agar bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Beberapa dugaan menyebutkan bahwa SKTM diterbitkan untuk pasien yang sebenarnya mampu secara ekonomi.

Penyidik masih mengumpulkan bukti dan melakukan audit kerugian negara untuk memperjelas sejauh mana penyimpangan tersebut terjadi. Kemungkinan lain adalah adanya mark up uang negara. Setelah pasien mendapatkan SKTM, biaya pelayanan atau pengobatan bisa di-mark-up agar nominal klaim ke negara lebih besar dari yang seharusnya.


Solusi Islam Menangani Korupsi

Tindak korupsi di negeri kapitalis sangat besar angkanya. Sifat dasar kapitalis adalah mendorong akumulasi modal pada seorang individu tertentu. Ketika layanan publik (pendidikan, kesehatan, transportasi) diswastakan atau semi-swasta, motivasi profit kadang mengalahkan integritas.

Oknum bisa menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, misalnya lewat manipulasi tender, penggelembungan biaya, atau pemberian akses khusus. Menghentikan pemicu korupsi bukan sekadar soal menangkap pelakunya, tetapi menghapus kondisi yang memungkinkan korupsi tumbuh. Itu artinya, kita harus menyasar akar sistemik, bukan hanya gejala. Semua anggaran, pengadaan, dan proyek pemerintah harus terbuka dan bisa diawasi publik. 

Majelis umat dalam sistem pemerintahan Islam adalah lembaga yang memiliki pendekatan tersebut. Dalam sistem Islam terdapat ciri lain yaitu sistem peradilannya bersih, hakim dan jaksa bebas dari tekanan dan suap. Sanksi harus tegas, konsisten, dan menyentuh semua kalangan (tidak hanya koruptor kecil).

Umar bin Khatab mencatat kekayaan setiap pejabat sebelum dan sesudah menjabat. Jika kekayaannya meningkat secara tidak wajar, akan disita untuk baitulmal (kas negara). Umar juga melarang hadiah kepada pejabat, karena dianggap bentuk suap terselubung. Ini adalah salah satu contoh ketegasan seorang pribadi Khalifah dalam menyikapi kekayaan pejabat.

Maka hanya dengan sistem Islamlah perilaku korupsi dapat dicegah. Kepala negara mengemban amanah sebagai khalifah yang memiliki pertanggungjawaban bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat.

Ketika kepemimpinan dilandasi takwa dan hukum Allah diterapkan secara kaffah, maka korupsi bukan hanya dapat diberantas, tapi dicegah sejak akarnya, yakni melalui sistem yang adil, transparan, dan bertanggung jawab secara dunia dan akhirat. Wallahualam bissawab. []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar