Oleh : Aeny Pri
"Mlaku nang dalan rusak pada lara. Sendale pedot gara-gara mancal bata. Mbok ya dipikir kerja ben katon nyata, akeh sing celaka nyong rika pada korbane, apa perlu demo ben padang pikirane". Penggalan lirik lagu hiphop yang dibawakan sekelompok pemuda Desa Taraban, Paguyangan, Kab. Brebes dalam sebuah video. Video tersebut berlatar jalan rusak di kampungnya ini viral di media sosial. Lagu tersebut berisi kritik terhadap pemerintah menuntut perbaikan jalan di desanya. (detikjateng)
Jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki selama bertahun-tahun lamanya adalah fenomena yang sudah terjadi di berbagai daerah. Begitupun yang terjadi di Kabupaten Brebes. Berdasarkan data Dinas PUPR, total panjang jalan rusak di Kabupaten Brebes mencapai 400 kilometer. Sebagian besar kerusakan berada di wilayah pedesaan yang menjadi jalur utama pertanian dan perdagangan lokal.
“Kerusakan jalan tidak hanya menghambat mobilitas warga, tetapi juga menurunkan daya saing ekonomi lokal. Oleh karena itu, kami juga sedang berupaya keras agar ada tambahan anggaran dari pemerintah pusat maupun provinsi,” jelas Bupati Paramitha.
Rencana perbaikan jalan rusak tahun 2025 di Kabupaten Brebes tidak semuanya akan terlaksana. Ada sejumlah ruas yang terpaksa dibatalkan akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pemkab Brebes juga terkena imbas dari efisiensi anggaran hingga kehilangan Rp109 miliar. (https://wartabrebes.com/10-perbaikan-jalan-rusak-di-brebes-gagal-efisiensi/).
Efisiensi anggaran berdampak pada pembangunan proyek strategis di Brebes yang sudah ditetapkan oleh Pj Bupati Brebes. Termasuk untuk perbaikan jalan rusak yang anggarannya dari pemerintah pusat. Ungkap Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Brebes Edi Kusmartono.
Sistem yang Menyampingkan Kebutuhan Dasar Umat
Jalan raya merupakan fasilitas dasar yang sangat vital bagi mobilisasi barang dan manusia, pergerakan ekonomi dan sosial, menjadi sarana yang sangat urgent dalam pelayanan publik dan transportasi.
Sistem Sekuler kapitalisme menjadikan layanan publik seperti jalan raya hanya diprioritaskan apabila memiliki nilai ekonomis dan nilai politik yang tinggi. Proyek infrastruktur cenderung hanya dipilih apabila bisa menguntungkan pihak tertentu, bukan karena mendesak bagi seluruh rakyat. Maka tidak mengherankan jika perbaikan jalan bisa tertunda bertahun-tahun karena tidak memberikan keuntungan besar bagi sebagian elite pejabat negeri. Inilah realitas yang dihadapi oleh rakyat kecil setiap waktu. Realitas tentang bagaimana hak-hak dasar mereka diabaikan, yakni sarana publik yang memadai dan merata.
Kerusakan jalan ini adalah gejala dari problematika yang besar yaitu gagalnya negara menjamin layanan publik secara adil, tuntas dan merata. Drainase mangkrak, proyek tak selesai, fasilitas terbengkalai. Semua ini bukan hanya disebabkan karena keterbatasan anggaran saja, melainkan karena pola pikir yang keliru dalam pengelolaan negara.
Islam Menjadi Solusi Pembangunan Jalan Raya
Berbeda sistem kapitalisme dengan sistem islam. Dalam sistem kapitalisme pembangunan dan perbaikan infrastruktur berupa jalan raya akan dibuat sebagus mungkin demi kepentingan elit swasta. Akan tetapi, jika tidak memberikan dampak yang signifikan bagi mereka apalah daya lagi-lagi rakyat biasa menjadi tumbalnya. Akses penghubung perekonomian, sosial dan aspek lainnya tersendat-sendat, biaya semakin mahal dalam proses distribusi barang, angka kecelakaan naik, dll.
Dalam sejarah islam, ketika Khalifah Umar bin Khatab berkuasa, beliau sangat mengkhawatirkan jika ada satu jalan saja yang berlubang. Meskipun hanya seekor keledai yang melewatinya. Umar bin khattab ra sangat terpukul dan menangis mendapati informasi bahwa seekor keledai tergelincir dan jatuh ke jurang di Baghdad. Khalifah Umar bin Khattab bertutur, “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?”.
Di era kejayaan kekhalifahan Bani Umayyah, Jalan raya adalah infrastruktur yang sangat urgent untuk dibangun dan diperhatikan. Masa pemerintahan Al Walid bin Abdul Malik, perbaikan dan pembangunan jalan raya sangat diperhatikan. Beliau sangat memperhatikan rute menuju negerinya untuk memudahkan perjalanan menuju Baitul Haram. Sampai-sampai ia mengirim surat pada Gubernur Madinah Umar bin Abdul Aziz agar mempermudah dan memperlancar pelayanan, penggalian sumur, dan membuat kran yang airnya bisa diberikan pada pekerja, jamaah, serta masyarakat umum.
Pembangunan infrastruktur jalan dalam islam, penguasa bekerja keras agar rakyat mudah dalam transportasi. Mereka memperhatikan dalam masalah apapun rakyatnya. Pemimpin dalam islam adalah periayah urusan umat dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Ketakutan terhadap Allah SWT dan tanggung jawabnyalah, para pemimpin dalam kekhalifahan bekerja sangat adil, tegas, disiplin dan amanah. Khalifah Umar bin Khatab ra. menyediakan dana khusus dari Baitulmal untuk mendanai infrastruktur jalan dan semua hal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Beliau juga menyediakan alat transportasi berupa unta bagi rakyat yang tidak memilikinya yang hendak menuju Syam dan Irak.
Pembangunan jalan dalam sistem islam tidak bergantung pada swasta dan anggaran. APBN dalam Daulah Islam memiliki banyak sumber pendapatan. Diantaranya adalah fai, kharaj, ghanimah, jizyah dan dharibah jika kas Baitulmal kosong. Sumber pendapatan lain yaitu dari SDA yang menjadi bagian kepemilikan umum. Pos pemasukan tersebut akan digunakan dalam masalah umat yang urgent dan vital. Seperti halnya infrastruktur jalan raya.
Pemenuhan pelayanan publik ini akan hanya mampu terpenuhi apabila sistem ekonomi negara diatur oleh sistem Islam. Islam akan memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat. Fasilitas-fasilitas umum yang dibangun pun dikelola oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Masyarakat berkeadilan dan kesejahteraan akan terwujud. Begitupun hanya kemudahan dalam pelayanan mode transportasi. Wallahu a'lam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar