Oleh: Marnisa SP
Budaya tawuran bukan sekadar ekspresi jiwa muda yang menyala-nyala, melainkan kenakalan remaja yang terjadi secara sistematis. Fenomena tawuran antarremaja sering kali muncul di berbagai daerah, termasuk di Belawan, dan menjadi peristiwa berulang yang tak kunjung usai.
Terbaru, bentrokan antar kelompok remaja di Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan, Jumat (22/8/2025) dini hari, berujung pembakaran dua rumah warga di Jalan Komodor Laut Yos Sudarso, Lingkungan 11. Tawuran itu melibatkan kelompok remaja dari Kampung Kurnia dan Kampung Kolam yang menyerang warga Lingkungan 11 dengan senjata tajam, senapan angin, dan bom molotov.
Akibatnya, dua rumah terbakar dan seorang warga mengalami luka tembak di kepala. Bentrokan baru bisa dihentikan setelah tim gabungan Polres Pelabuhan Belawan dan Satpol PP turun tangan. Warga pun mendesak aparat menindak tegas pelaku dan menjamin keamanan masyarakat, yang mayoritas bekerja sebagai nelayan. (posmetromedan.com, 22 Agustus 2025)
Jika tawuran terjadi berkali-kali, ini bukan lagi kebetulan. Ada kesalahan sistemis yang harus dicari akar masalahnya. Apalagi, penggunaan senjata tajam hingga bom molotov menunjukkan bahwa tingkat kriminalitas dan kekerasan semakin mengkhawatirkan.
Tawuran tidak hanya merugikan pelaku, tetapi juga menyeret warga yang tak bersalah. Rumah terbakar, warga terluka, dan rasa aman masyarakat terganggu. Kondisi ini menambah beban psikologis dan ekonomi masyarakat pesisir yang sudah hidup dengan keterbatasan. Ironisnya, penindakan aparat cenderung reaktif: datang setelah kerusuhan pecah, sementara pencegahan nyaris tak terlihat.
Kontrol sosial masyarakat pun lemah. Banyak warga memilih diam saat tawuran terjadi. Minimnya kegiatan positif bagi remaja juga membuat mereka mudah terjebak dalam pertemanan yang tidak sehat, saling memprovokasi kebencian, permusuhan, dan bahkan tindakan kriminal.
Lemahnya penegakan hukum memperburuk keadaan. Pelaku tawuran kerap mendapat sanksi ringan. Jika dinyatakan masih di bawah umur, rata-rata dibebaskan. Padahal, aksi mereka keji dan meresahkan masyarakat. Inilah bukti nyata ketidakmampuan negara menciptakan lingkungan yang aman. Sistem kapitalisme yang abai terhadap pembinaan generasi dan kesejahteraan rakyat pada akhirnya melahirkan kriminalitas berulang.
Maka jelas, tawuran yang terus berulang di Belawan tidak bisa lagi dianggap sebagai masalah individu semata, melainkan bukti nyata gagalnya sistem sekuler dalam mengurus remaja dan masyarakat. Sistem yang hanya fokus pada penindakan tanpa pencegahan, serta membiarkan kesenjangan sosial dan minimnya ruang pembinaan, justru melahirkan siklus kekerasan baru. Selama akar masalahnya tidak diselesaikan dengan sistem Islam yang menyeluruh, tragedi serupa akan terus berulang, menelan korban, dan meninggalkan luka sosial yang mendalam bagi masyarakat.
Dalam Islam, negara wajib menjamin keamanan rakyat serta melindungi harta dan nyawa mereka. Mengabaikan hal ini berarti mengabaikan hukum syariat. Allah Swt. telah menegaskan: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya.” (QS Al-Maidah: 33)
Tawuran dan kriminalitas adalah bentuk hirabah (perang melawan masyarakat) yang harus ditindak tegas dengan hukum yang memberi efek jera.
Di sisi lain, Islam juga menaruh perhatian besar pada pembinaan generasi. Remaja dibina dengan akidah dan akhlak yang kuat agar energi mereka diarahkan pada kebaikan, bukan kekerasan. Pendidikan Islam memadukan ilmu agama (akidah, fikih, akhlak, dll.) dengan ilmu dunia (sains, matematika, teknologi) untuk melahirkan generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan siap menerapkan nilai Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar