Oleh : Arini Fatma Rahmayanti
Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID., Kementerian Agama Republik Indonesia resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai wajah baru pendidikan Islam yang lebih humanis, inklusif, dan spiritual. Peluncuran ini digelar di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Kamis (24/7/2025) malam.
Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar menyebut KBC sebagai langkah transformasi besar dalam ekosistem pendidikan nasional. Kurikulum ini hadir sebagai respons terhadap krisis kemanusiaan, intoleransi, dan degradasi lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.
“Kita bermaksud menciptakan suatu hegemoni sosial yang lebih elegan, yang lebih harmoni, dengan menekankan aspek titik temu, bukan perbedaan. Jangan sampai kita mengajarkan agama, tapi tidak sadar menanamkan kebencian kepada yang berbeda,” tegas Menag Nasaruddin dalam peluncuran yang digelar di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Kamis (24/7/2025).
Kurikulum ini diyakini berdampak positif bagi perkembangan peserta didik. Selain membentuk generasi yang toleran dan berkepribadian inklusif, KBC juga diharapkan membentuk kebiasaan sosial yang lebih sehat—baik dalam relasi sosial maupun dalam kepedulian terhadap lingkungan.
“Teologi ini harus bisa melahirkan logos yang hebat, lalu menjadi habit yang istimewa. Kalau ini terwujud, warna-warna perbedaan tidak akan tampak norak. Kita disatukan oleh satu ikatan primordial: cinta,” pungkas Menag.
Kurikulum Cinta diklaim bertujuan untuk membentuk generasi Muslim yang toleran dan inklusif. Namun dalam praktiknya, kurikulum ini dianggap mendorong anak-anak Muslim untuk bersikap terbuka terhadap semua bentuk pemikiran, termasuk ideologi yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti sekularisme, pluralisme, demokrasi liberal, hak asasi manusia versi Barat, feminisme liberal, dan sebagainya. Lebih dari itu, pendekatan ini juga dinilai membentuk generasi Muslim yang bersikap keras terhadap sesama Muslim, namun justru lembut dan penuh penghormatan terhadap non-Muslim.
Contohnya dapat dilihat dari cara para pendukung konsep moderasi beragama memperlakukan kaum Muslim yang ingin menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah). Mereka sering diberi label sebagai radikal atau ekstremis, dimusuhi, bahkan dipersekusi. Kegiatan dakwah mereka pun kerap dibubarkan atau dibatasi. Sebaliknya, terhadap non-Muslim, mereka menunjukkan sikap yang sangat ramah dan penuh toleransi, seperti menjaga rumah ibadah mereka dan ikut merayakan hari raya mereka bersama-sama.
Lebih jauh lagi, Kurikulum Cinta mengajarkan bahwa segala hal yang dianggap dapat menimbulkan konflik antara umat Islam dan non-Muslim harus disingkirkan. Salah satu yang termasuk dalam kategori ini adalah penerapan syariat Islam oleh negara. Sebagai gantinya, ajaran Islam cukup diwujudkan dalam bentuk nilai-nilai universal, tanpa harus menegakkan hukum-hukum syariat secara menyeluruh.
Pada dasarnya, gagasan ini merupakan bagian dari proyek besar moderasi beragama yang terus diarusutamakan, dengan tujuan untuk menghalangi upaya penerapan syariat Islam secara menyeluruh. Narasi yang dibangun adalah bahwa cukup menerapkan nilai-nilai agama secara umum saja tanpa perlu menegakkan syariatnya karena itulah yang dianggap dapat menciptakan harmoni antarumat beragama. Namun, narasi semacam ini perlu diluruskan. Umat Islam sejatinya tidak membutuhkan konsep moderasi beragama, melainkan membutuhkan penerapan syariat Islam secara kafah untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi umat baik itu persoalan sosial, kerukunan umat beragama, maupun krisis lingkungan.
Syariat Islam merupakan seperangkat aturan yang bersumber dari Allah SWT, Sang Pencipta dan Pengatur seluruh alam semesta. Karena itu, tidak diragukan lagi bahwa aturan dari Allah pasti merupakan aturan terbaik bagi seluruh ciptaan-Nya baik manusia, hewan, tumbuhan, maupun alam secara keseluruhan. Jika syariat Allah diterapkan secara menyeluruh, maka akan terwujud kehidupan yang rukun, sejahtera, dan aman. Oleh karena itu, kebutuhan mendesak umat saat ini adalah penerapan syariat Islam secara total dalam naungan institusi Daulah Khilafah Islamiyah.
Sejarah mencatat bahwa ketika Khilafah Islamiyah menerapkan syariat Islam secara menyeluruh selama berabad-abad, umat dari tiga agama besar Islam, Nasrani, dan Yahudi dapat hidup berdampingan dengan damai. Fakta sejarah ini menjadi bukti nyata bahwa hanya dengan penerapan Islam secara kafah dalam sistem Khilafahlah kerukunan sejati dapat terwujud.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar