Krisis Tenaga Kerja Global, Anak Muda Jadi Korban Kegagalan Kapitalisme


Oleh: Noura (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Fenomena krisis tenaga kerja global semakin nyata. Badan-badan dunia, termasuk Organisasi Buruh Internasional (ILO), mencatat meningkatnya jumlah pengangguran muda di berbagai belahan dunia. Kondisi ini tidak hanya soal kurangnya lapangan kerja, tapi juga kualitas pekerjaan yang tersedia: upah rendah, kontrak pendek, hingga minimnya perlindungan sosial.

> “Generasi muda yang seharusnya menjadi motor perubahan justru terjebak dalam lingkaran pengangguran dan pekerjaan tidak layak.”

Di Indonesia, situasi ini tercermin dari laporan CNBC Indonesia yang mengutip riset Celios: sebanyak 3 dari 10 anak muda usia produktif terancam menganggur dalam lima tahun ke depan akibat mismatch keterampilan dan terbatasnya lapangan kerja berkualitas. Artinya, meski angka pertumbuhan ekonomi kerap diklaim positif, faktanya kesejahteraan anak muda jauh dari harapan.


Kapitalisme dan Akar Masalah Pengangguran

Krisis tenaga kerja yang menjerat generasi muda bukan sekadar persoalan teknis atau lemahnya pendidikan, melainkan buah dari sistem kapitalisme global yang mengutamakan akumulasi keuntungan segelintir pihak. Kapitalisme menempatkan tenaga kerja sebagai komoditas: murah, fleksibel, dan mudah diganti. Akibatnya, anak muda yang penuh energi justru dipaksa menerima pekerjaan dengan kondisi serba tidak pasti.

Di bawah kapitalisme, investasi asing dianggap penyelamat, padahal sering kali hanya melahirkan industri ekstraktif yang padat modal namun miskin tenaga kerja. Alhasil, janji membuka jutaan lapangan kerja sering berakhir ilusi. Sementara itu, sistem pendidikan pun diarahkan sekadar mencetak buruh sesuai kebutuhan pasar, bukan mencetak manusia berdaya yang mampu membangun peradaban.

Laporan ILO 2024 menegaskan, tingkat pengangguran anak muda mencapai dua kali lipat dibanding orang dewasa. Di Indonesia, setengah dari jumlah pengangguran adalah anak muda. Bahkan, data Celios 2024 mengungkap kekayaan 50 orang terkaya setara dengan 50 juta rakyat Indonesia. Fakta-fakta ini memperparah ketimpangan, memperlebar jurang kaya–miskin, dan mengikis harapan generasi muda untuk hidup sejahtera.


Dampak Sosial: Generasi Gagal Tumbuh

Pengangguran dan ketidakpastian kerja melahirkan problem sosial serius. Anak muda yang tidak memiliki pekerjaan layak berisiko tinggi terjerumus dalam kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, hingga gangguan kesehatan mental. Mereka kehilangan orientasi hidup dan pesimisme terhadap masa depan kian menguat.

Tidak mengherankan jika kemudian lahir fenomena the lost generation, yakni generasi yang gagal berkembang optimal akibat tekanan sistem yang menindas.

Lebih jauh, krisis tenaga kerja bukan hanya masalah individu, tapi juga ancaman bagi keberlanjutan bangsa. Jika mayoritas anak muda produktif tidak terserap dalam sistem ekonomi yang sehat, maka daya saing nasional akan terus merosot. Indonesia berpotensi kehilangan momentum bonus demografi yang seharusnya menjadi modal kebangkitan.


Solusi Islam: Menjamin Kesejahteraan Secara Sistemik

Islam menawarkan solusi fundamental yang berbeda dari kapitalisme. Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab langsung untuk menjamin kebutuhan pokok rakyat: sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Prinsip ini ditegaskan dalam hadis Rasulullah ï·º: “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berbeda dengan kapitalisme yang menyerahkan mekanisme kerja kepada pasar, Islam membangun sistem ekonomi berbasis kepemilikan yang jelas: kepemilikan individu, umum, dan negara. Sumber daya alam yang termasuk kepemilikan umum tidak boleh diserahkan pada swasta apalagi asing, melainkan dikelola negara untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Dengan cara ini, negara mampu membuka lapangan kerja luas, mengurangi kesenjangan, sekaligus menjaga kedaulatan.


Pendidikan sebagai Pilar

Dalam bidang pendidikan, Islam tidak menjadikan kurikulum sekadar mengikuti kebutuhan industri, tetapi mendidik generasi agar memiliki pola pikir dan pola jiwa islami. Tujuannya melahirkan manusia berkarakter pemimpin, berilmu, sekaligus produktif. Anak muda tidak sekadar dipersiapkan untuk menjadi buruh pasar global, tetapi menjadi motor peradaban.


Momentum Kebangkitan Generasi Muda

Krisis tenaga kerja global seharusnya membuka mata kita: kapitalisme tidak pernah mampu menyejahterakan umat manusia. Justru sistem ini melahirkan generasi yang resah, terpinggirkan, dan kehilangan arah. Sebaliknya, Islam telah terbukti selama berabad-abad mencetak generasi tangguh yang mampu menguasai ilmu, teknologi, hingga menguasai panggung peradaban.

“... supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. al-Hasyr: 7)

Generasi muda hari ini harus berani menolak ilusi kapitalisme dan mengambil peran dalam perjuangan menegakkan kembali sistem Islam. Hanya dengan penerapan Islam kaffah melalui institusi Khilafah, kesejahteraan anak muda dapat terjamin, bonus demografi dapat dimaksimalkan, dan peradaban gemilang dapat kembali diwujudkan.

Wallahu'alam bishawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar