Oleh : Ummu Hanif Haidar
Pejabat kesehatan Palestina menyatakan bahwa serangan udara Israel terhadap Rumah Sakit Nasser di Gaza pada Senin (25/8/2025) menewaskan sedikitnya 15 orang, termasuk empat jurnalis. Dalam serangan pertama, juru kamera sekaligus kontraktor Reuters Hussam al-Masri tewas. Serangan kedua melukai fotografer Reuters Hatem Khaled. Serangan pertama terjadi setelah tim penyelamat, jurnalis, dan warga tiba di lokasi serangan pertama, menurut saksi mata. Tepat saat serangan itu terjadi, rekaman siaran langsung Reuters dari rumah sakit yang dioperasikan Masri tiba-tiba terputus. (beritasatu.com)
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa empat petugas medis juga tewas dalam serangan tersebut. Sebuah video yang merekam serangan menunjukkan serangan kedua yang dilakukan Israel yang menyasar tim penyelamat yang tiba di rumah sakit setelah serangan pertama. Reklame Benjamin Netanyahu, perdana militer Israel, menggambarkan insiden itu sebagai "kecelakaan tragis" dan menyatakan bahwa otoritas militer Israel sedang "melakukan penyelidikan menyeluruh". (BBC News).
Serangan terhadap rumah sakit, tim penyelamat, dan jurnalis adalah pelanggaran hukum internasional ,juga menunjukkan bahwa militer Israel bertindak tanpa khawatir tentang konsekuensi internasional.
Israel melanggar Hukum Perlindungan Tenaga Medis dan Kemanusiaan. Medis tidak boleh diserang karena mereka tidak memihak dan bertanggung jawab untuk menyelamatkan nyawa, menurut hukum internasional.
Belum lagi ketika Israel menggunakan drone, sangat memungkinkan penargetan yang akurat. Penargetan serangan pada jurnalis mungkin disengaja dengan adanya drone ini. Serangan ini terjadi secara langsung, tujuannya tidak hanya akan membunuh orang, tetapi juga akan menghancurkan cerita dan rekaman yang dibuat secara terpisah di zona konflik.
Kenapa kejahatan Zionis dibiarkan oleh dunia meskipun mereka tahu?
Amerika Serikat, negara adidaya dengan hak veto di Dewan Keamanan PBB, melindungi dan mendukung Israel secara politik, militer, dan media. Barat menggambarkan konflik Palestina sebagai “perang melawan terorisme” daripada penjajahan. Akibatnya, keduanya diputarbalikkan seolah-olah itu adalah tindakan pembelaan diri.
Ketergantungan negeri-negeri muslim pada AS sangat nyata. Terutama negeri-negeri Arab. Mereka lebih memilih bersekutu dengan AS daripada mendukung Palestina.
Dua Miliar Muslim Hanya Angka saja
Dunia Islam terpecah-pecah menjadi lebih dari 50 negara oleh penjajah setelah Khilafah Utsmaniyah runtuh pada tahun 1924. Orang-orang lebih setia pada nasionalisme negara daripada keyakinan dan komunitas mereka. Dua miliar Muslim hanya akan menjadi angka, bukan kekuatan, jika tidak ada kepemimpinan Islam global yang kuat. Umat Islam membutuhkan Syariat Islam Kaffah. Syariat Islam yang membangun kolaborasi kekuatan Islam yang tersebar di seluruh negara. Jika umat Islam tidak memahami secara mendalam, mereka akan terus digiring opini oleh Israel. Masalah Palestina tidak akan pernah selesai kecuali dengan syariat Islam Kaffah. Umat harus bangkit memperjuangkan Islam Kaffah.
Wallahua'lam bisshowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar