Oleh: Nurmalasari (Aktivis Muslimah Purwakarta)
Fenomena korupsi di negara ini semakin menjadi-jadi. Maraknya korupsi, menjadikan kehidupan masyarakat yang sulit semakin terhimpit. Korupsi bukti nyata pendidikan sekuler kapitalisme, setinggi apapun pendidikan formal apabila tidak tertancap keimanan, maka akan mudah terbawa ke dalam kesesatan.
Korupsi terjadi disemua level mulai dari level atas, pemerintahan pusat hingga daerah. Korupsi pun terjadi di setiap sektor mulai dari pendidikan hingga pertanian, sebut saja yang terjadi kasus gapoktan dan dana pendidikan yg diselewengkan, semua ini menggambarkan bahwa negara sedang mengalami kebobrokan.
Seperti halnya yang dikabarkan dari RMOLJABAR (11/09/2025) Ada kabar kurang sedap soal penggunaan dana pendidikan di Purwakarta. Dana yang seharusnya dipakai untuk membangun dan memperbaiki sekolah, diduga malah diselewengkan oleh oknum-oknum tertentu. Bahkan, ada yang menyebut oknum aparat penegak hukum juga ikut terlibat dalam pembangunan proyek-proyek tersebut.
Dana yang dimaksud adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pendidikan, yaitu dana dari pemerintah pusat yang khusus diperuntukkan untuk pembangunan fisik di bidang pendidikan.
Selain itu uang Rp300 juta, pecahan Rp100 ribuan, digelar di sebuah meja yang ada di Ruang Riung Mungpulung, Polda Jabar, Kamis (11/9/2025). Selain uang, ada juga laptop, berbagai dokumen, buku ATM dan printer. Uang dan barang-barang itu, merupakan barang bukti hasil korupsi yang dilakukan Gabungan Kelompok Tani Mekar Tani Bumi (GKTMTB) di Kabupaten Karawang, Jawa Barat dan dilaporkan pada tahun 2023 lalu. (Detikjabar, 11/09/2025)
Sekuler Kapitalime
Korupsi yang menjamur saat ini akar persoalannya satu, yakni diterapkannya sistem sekuler demokrasi di setiap lini kehidupan negeri ini. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi tumbuh, yaitu lemahnya masyarakat baik dari segi preventifnya juga kuratifnya.
Pertama faktor lemahnya keimanan individu. Pendidikan fokus pada akademik namun abai pada pembentukan ketakwaan. Pemisahan agama dalam kehidupan, memberikan efek yang sangat besar. Keimanan tergoyahkan, tidak takut akan dosa dan siksaan. Semua ini karena dampak sistem sekuler yang tumbuh subur saat ini.
Pola pikir dan pola sikap yang berkiblat kepada sistem sekuler liberal. Menjauhkan diri dari agama, lemahnya pondasi aqidah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Hukum syara bukan menjadi landasan hukum dalam melakukan sesuatu perbuatan, pemisahan agama dalam kehidupan memberikan ruang kebebasan untuk bertingkah laku sesuai hawa nafsu. Ketika seseorang menjadikan materi sebagai tujuan hidupnya, maka mereka akan melakukan hal apapun untuk menumpuk pundi-pundi materi tanpa melihat halal maupun haram.
Kedua, faktor masyarakat/lingkungan . Upayanya menyadarkan individu sebagai benteng kontrol internal tidak ada. Keterlibatan masyarakat dalam suburnya korupsi, menjadikan korupsi sulit di berantas karena adanya dukungan dan tutup mulut dari pihak-pihak yang terlibat, masyarakat memilih diam untuk keuntungan dan keamanan ketika melihat korupsi.
Sistem kapitalisme yang berlandaskan segala sesuatu terhadap pencapaian materi, maka menjadikan korupsi sebagai ajang budaya suap menyuap, yang menguntungkan berbagai pihak yang terlibat. Meski awal pembiayaan suap sangat dramatis dengan mengeluarkan modal yang cukup fantastis. Tetapi untuk hasilnya, akan banyak ruang untuk pejabat melancarkan aksinya untuk mengembalikan pundi-pundi yang terkuras dengan cara korupsi.
Ketiga, faktor penegakan hukum yang lemah. Negara yang abai terhadap hukum yang di terapkan saat ini. Menjadikan adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, hukum lemah tajam kebawa tumpul ke atas serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera. Semua ini karena negara menganut ke dalam ideologi penerapan sistem sekuler kapitalisme, sehingga negara lalai akan tugasnya untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.
Hukum buatan manusia sudah terbukti batil dan tidak adil, termasuk kasus korupsi. Allah SWT berfirman yang artinya, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS: Al-Maidah, ayat 50)
Oleh karenanya, korupsi tidak bisa dipandang sebagai kesalahan individu, tetapi kecacatan sistem yang berlaku, yakni penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang memberikan akses TOL kepada pemilik modal besar, sehingga mengantarkan mereka ke singgasana kekuasaan.
Solusi Islam
Dalam pandangan syariat Islam, korupsi termasuk perbuatan khianat yang harus segera di atasi, agar tidak menjamur dimana-mana. Untuk itu Islam menghadirkan solusi yang efisien untuk memberantas korupsi dengan preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan).
Pertama, peran individu. Dalam sistem pendidikan Islam akan memberikan pembekalan kepada individu, sistem Islam juga mampu melahirkan para individu masyarakat yang ber-syakhshiyah (berkepribadian) Islam. Penerapan Islam secara kaffah akan membentuk pola pikir dan pola sikap islami pada setiap individu.
Mengembalikan keimanan aqidah individu ini, menjadi pondasi penting membangun ketaatan dan ketaqwaan, sehingga membentuk rasa takut ketika melakukan pelanggaran hukum syara, termasuk dalam hal korupsi.
Kedua, peran masyarakat. Menciptakan masyarakat/ lingkungan yang peduli terhadap kondisi saat ini. Sistem Islam mengajarkan bahwa beramar makruf nahi mungkar adalah kewajiban. Peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk kelangsungan keamanan sebuah negara, karena masyarakat sendirilah yang menjadi pengontrol dan pengoreksi para pejabat negara. Sehingga apabila menemukan kemaksiatan dengan penyuapan maka masyarakat akan menolak dan bisa berujung kepada pelaporan ke pihak berwenang, dengan demikian celah untuk melakukan praktik korupsi semakin minim.
Ketiga, peran negara. Negara dalam Islam akan memberikan pengawasan dan pengendalian terhadap individu serta masyarakat. Karena, negaralah yang akan menetapkan kebijakan dan sanksi hukum secara paripurna.
Sistem sanksi dalam Islam saat tegas dan memberi efek jera bagi para pelaku koruptor. Dalam Islam, korupsi termasuk perbuatan khianat terhadap harta, yang hukumnya berbeda-beda sesuai dengan tingkat kejahatan. Hukum sanksi korupsi bisa seperti teguran dari hakim, penjara, pengenaan denda, memviralkan pelaku di hadapan publik melalui media massa, hukuman cambuk, hingga hukuman mati.
Jabatan kepemimpinan adalah amanah yang berat, Rosulullah saw juga bersabda, “Barang siapa yang telah kami angkat untuk melakukan sesuatu tugas, lalu dia telah kami beri gaji, maka apa saja yang diambilnya selain daripada gaji adalah harta khianat (ghulûl).” (HR Abu Dawud).
Kasus korupsi pendidikan dan pertanian sudah saatnya masyarakat membuka mata dengan mengambil pelajarannya, bahwa ketika masih menganut sistem yang ruksak, maka tikus-tikus berdasi tidak akan segan untuk merusak pembangunan pendidikan dan bahan pangan untuk umat.
Maka dari itu, hanya sistem Islam yang bisa memberikan solusi hakiki untuk berbagai permasalahan kehidupan untuk melindungi dan mensejahterakan umat. Karena Islam adalah agama satu-satunya yang berpedoman dari Al-Qur'an dan As-sunah, Islam agama paripurna, tidak hanya mengatur ibadah ritual saja, tetapi mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Waallualam
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar