KHUTBAH JUM'AT : TELADAN NABI ﷺ DALAM MENYEJAHTERAKAN UMAT


KHUTBAH PERTAMA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ۝٢٩ (اَلنِّسَاءُ) 
Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Taâlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (QS. Âli Imrân [3]: 102)
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Kadang hidup menghadirkan tekanan yang begitu berat hingga membuat seseorang kehilangan harapan. Belum lama ini, seorang ibu di Kabupaten Bandung nekat bunuh diri setelah terlebih dahulu meracuni dua anaknya karena depresi akibat kemiskinan dan masalah rumah tangga. Tragedi ini menambah panjang daftar kasus serupa di Indonesia. Sebelumnya, di Sukabumi, seorang anak meninggal dengan tubuh dipenuhi ratusan cacing gelang. Ibunya adalah ODGJ, ayahnya menderita TBC, dan keluarga mereka kesulitan berobat karena tak memiliki KK dan BPJS Kesehatan. Kasus-kasus ini memperlihatkan betapa rapuhnya keluarga miskin ketika berhadapan dengan keterbatasan ekonomi dan akses kesehatan.
Data menunjukkan angka bunuh diri di Indonesia terus meningkat. Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri mencatat, pada 2022 terdapat 887 kasus, naik menjadi 1.288 pada 2023, lalu 1.023 kasus pada 2024. Hingga Mei 2025, sudah tercatat 600 kasus. Angka sebenarnya diduga jauh lebih tinggi karena underreporting diperkirakan mencapai 300%, menurut Indonesian Association for Suicide Prevention (INASP). Kemiskinan menjadi faktor dominan, bahkan sering mendorong terjadinya filisida maternalibu yang membunuh anaknya karena tak tega melihat penderitaan akibat himpitan ekonomi.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Bunuh diri adalah perbuatan terlarang dalam Islam. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman;
 وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا 
”Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allâh Maha Penyayang kepada kalian.” (QS. an-Nisâ’ [4]: 29).
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam pun memperingatkan;
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Siapa saja yang melakukan bunuh diri dengan sesuatu, ia akan diazab dengan sesuatu itu pada Hari Kiamat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). 
Bahkan, Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam menegaskan besarnya dosa membunuh anak karena takut kesulitan hidup, sebagaimana sabdanya;
وَعَنْ اِبْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اَللَّهِ ﷺ أَيُّ اَلذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: – أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا، وَهُوَ خَلَقَكَ. قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam, Dosa apakah yang paling besar? Beliau menjawab, Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakan dirimu. Aku bertanya lagi, Kemudian apa? Beliau menjawab, Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersama dirimu. (Muttafaq alayh).
Peringatan ini menunjukkan besarnya cinta Allah Subhânahu Wa Taâlâ dan Rasul-Nya kepada umat Islam. Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam diutus dengan membawa ajaran yang menuntun manusia pada ketenteraman dan kesejahteraan lahir-batin. Beliau membangun masyarakat dan negara di atas akidah Islam yang kokoh, sehingga lahir keyakinan teguh akan rezeki, sikap tawakal, dan optimisme. Beliau bersabda;
لَا تَيْئَسَا مِنْ الرِّزْقِ مَا تَهَزَّزَتْ رُءُوسُكُمَا فَإِنَّ الْإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ قِشْرٌ ثُمَّ يَرْزُقُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
”Janganlah kalian berputus asa dari rezeki Allah selama kepala kalian masih bergerak. Sesungguhnya manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merah, tidak memiliki apapun, lalu Allah 'Azza wa Jalla memberi dia rezeki.” (HR. Ibnu Majah).
Namun, dalam masyarakat yang tidak berlandaskan akidah Islam, keyakinan akan rezeki mudah tercabut. Akibatnya, kehidupan menjadi rapuh saat menghadapi kesempitan ekonomi. Padahal Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam telah mengajarkan kesabaran dalam kesulitan. Beliau sendiri sering menahan lapar dengan mengganjal perutnya dengan batu atau berpuasa ketika tidak ada makanan di rumah.
Nabi Shallallâhu alaihi wasallam menekankan pentingnya bekerja keras, khususnya bagi kaum lelaki sebagai penanggung jawab keluarga. Beliau bersabda;
لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ، فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ، فَيَبِيعَهَا، فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ
“Sungguh, seandainya salah seorang dari kalian mengambil seutas tali, lalu memikul seikat kayu bakar di punggungnya, kemudian menjualnya, hal itu lebih baik daripada meminta-minta kepada manusia...” (HR. al-Bukhari). Dengan kerja keras, kehormatan diri tetap terjaga tanpa harus merendahkan diri dengan meminta-minta.
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam juga menanamkan nilai kepedulian sosial. Beliau bersabda;
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai para wanita Muslimah, janganlah antar tetangga saling meremehkan walaupun hanya dengan memberi kuku kambing.” (HR. al-Bukhari). Dalam riwayat lain beliau menganjurkan memperbanyak kuah makanan agar bisa dibagi kepada tetangga. Bahkan beliau mengingatkan keras;
ما آمَنَ بي مَن باتَ شَبْعانَ، وجارُهُ جائِعٌ إلى جَنْبِهِ، وهو يَعْلَمُ بِهِ
“Tidak beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia mengetahuinya” (HR. ath-Thabrani). Dengan teladan ini, umat Islam diarahkan untuk membangun masyarakat yang saling peduli agar tidak ada yang terpuruk dalam penderitaan.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Sebagai kepala negara, Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam menjadi teladan dalam mengurus umat. Beliau menegaskan;
فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
“Pemimpin manusia (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan bertanggung jawab atas mereka” (Muttafaq ‘alayh). 
Karena itu, beliau tidak pernah menunda pelayanan kepada rakyat dan memperingatkan pejabat agar tidak menutup diri dari kebutuhan umat. Sabda Beliau;
مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ وَالْمَسْكَنَةِ إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ وَحَاجَتِهِ وَمَسْكَنَتِهِ
“Tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya” (HR. at-Tirmidzi). Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan rakyat hanya bisa terjamin dengan peran aktif negara yang berpihak kepada umat.
Wahai kaum Muslim! Musibah kemiskinan, kesenjangan, dan keputusasaan hari ini adalah akibat dicampakkannya Islam dari kehidupan, digantikan oleh sekulerisme dan kapitalisme yang menafikan peran agama, memicu individualisme, dan membuat negara berpihak pada oligarki. Akibatnya rakyat diperlakukan sekadar objek pajak, sementara pejabat hidup dalam kemewahan. Penderitaan ini tidak akan selesai hanya dengan pergantian figur pemimpin, tetapi hanya bisa dituntaskan dengan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah, sebagaimana tuntunan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan para khalifah setelah beliau. Hanya dengan itulah umat dapat meraih kesejahteraan dan ketenteraman lahir maupun batin. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ





KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar