KHUTBAH JUM'AT : Hikmah Maulid Nabi ﷺ: MENELADANI METODE PERUBAHAN POLITIK ALA RASULULLAH ﷺ


KHUTBAH PERTAMA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْن ۝٥٠ (اَلْمَائِدَةُ) 
Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Âli Imrân [3]: 102)
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam tidak hanya menjadi momen ritual dengan lantunan shalawat dan doa, tetapi juga kesempatan untuk merenungi hikmah besar dari kelahiran beliau. Salah satu hikmah yang sering terlupakan adalah bagaimana kelahiran Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam menjadi titik balik peradaban: dari masyarakat jahiliyah yang penuh kegelapan menuju masyarakat Islam yang mulia dan bermartabat.
Pertanyaannya, apakah kita benar-benar siap meneladani metode beliau dalam melakukan perubahan politik hari ini? Ataukah kita masih menaruh harapan pada metode sekuler seperti demokrasi yang terbukti hanya melahirkan janji-janji tanpa realisasi, atau pada people power yang sering berujung pada anarkisme dan menelan korban?

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Kitab Mawlîd al-Barzanjî karya Syaikh Jafar al-Barzanji mengisahkan peristiwa besar saat Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam lahir: cahaya menerangi istana Romawi di Syam, pilar Kisra retak, menara runtuh, api Persia padam, danau Sawah mengering, serta Wadi Samawah mengalirkan air. Semua fenomena itu bukan sekadar kosmik, melainkan isyarat politik bahwa kelahiran Nabi Shallallâhu alaihi wasallam adalah ancaman nyata bagi imperium Romawi dan Persia. Beliau lahir membawa misi perubahan global: meruntuhkan tatanan kufur dan membangun peradaban Islam.
Seruan beliau di Pasar Dzil Majaz, 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُوْلُوْا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تُفْلِحُوْا
”Hai manusia, ucapkanlah “Lâ ilâha illalLâh,” niscaya kalian beruntung!” (HR Ahmad).
Seruan ini bukan hanya dakwah tauhid, tetapi juga deklarasi politik bahwa perubahan sejati berawal dari pengakuan terhadap kedaulatan Allah. Saat Perang Khandaq, Nabi Shallallâhu alaihi wasallam menubuwatkan jatuhnya Syam, Persia, dan Yaman ketika memukul batu besar. Sejarah membuktikan nubuwat itu pada masa Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, ketika dua imperium besar benar-benar ditundukkan dan Islam berdiri sebagai peradaban global.
Berbeda dengan metode Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam, banyak orang modern berharap perubahan lewat people power. Indonesia pasca-1998 adalah contoh nyata: rezim Orde Baru tumbang, tetapi sistem tetap sama. Demokrasi sekuler tetap dipertahankan sehingga korupsi merajalela, oligarki menguat, kekayaan alam dikuasai asing, pajak mencekik, utang meningkat, rakyat miskin, dan keadilan makin sulit ditegakkan. Sebab yang jatuh hanya rezim, bukan sistemnya.
Padahal, akar kerusakan ada pada demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan manusia. Allah Subhânahu Wa Taâlâ berfirman:
اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ
”Otoritas membuat hukum itu ada pada Allah” (QS. Yûsuf [12]: 40).
Bahkan Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ telah menegaskan:
وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
”Siapa saja yang tidak berhukum dengan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah pelaku kezaliman.” (QS. al-Mâidah [5]: 45).
Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ juga telah mengingatkan:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
”Apakah sistem hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin?” (QS. al- Mâidah [5]: 50).
Jelaslah, demokrasi adalah sistem hukum jahiliyah karena menempatkan kedaulatan (hak membuat hukum) di tangan manusia. Karena itu, perubahan sejati hanya mungkin terwujud dengan mengganti sistem kufur itu menuju sistem Islam yang dicontohkan Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam.

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Islam memiliki metode perubahan politik yang jelas sebagaimana dicontohkan Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam Beliau tidak pernah menyerukan revolusi massa untuk menggulingkan rezim Quraisy, melainkan menempuh tiga tahapan dakwah yang terarah: 
(1) Tatsqîf (pembinaan), yaitu membina para Sahabat dengan fikrah Islam agar iman mereka kokoh dan siap berjuang;
(2) Tafâul maa al-Ummah (interaksi dengan masyarakat), yaitu mendakwahkan Islam secara terbuka sambil membongkar kebusukan sistem kufur hingga opini umum berpihak pada Islam; dan (3) Thalab an-Nushrah (menggalang dukungan) dari ahlul quwwah (pemilik kekuasaan) untuk menegakkan pemerintahan Islam.
Ketiga tahapan ini beliau tempuh tanpa kekerasan apalagi people power yang cenderung anarkis. Melalui tahapan terakhir, Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam berhasil memperoleh kekuasaan secara damai di Madinah ketika ahlul quwwah dan mayoritas penduduknya menyerahkan kekuasaan secara sukarela. Dari situlah Daulah Islam pertama berdiri, bukan hanya mengganti rezim, melainkan menumbangkan seluruh sistem jahiliyah dan menggantinya dengan sistem Islam yang melahirkan peradaban agung selama berabad-abad.

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Setiap peristiwa besar dalam sejarah Islam selalu menyimpan pelajaran berharga, termasuk momentum Maulid Nabi Shallallâhu alaihi wasallam yang bukan sekadar perayaan lahirnya seorang utusan, tetapi juga awal dari perubahan besar peradaban manusia. Dari sinilah kita diajak untuk menengok kembali bagaimana Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam menempuh jalan perjuangan politik yang agung dan penuh hikmah.
Baiat ‘Aqabah Kedua menjadi landasan tegaknya Daulah Islam pertama di Madinah, sebagaimana ditegaskan al-Mubarakfuri dalam Ar-Rahīq al-Makhtūm. Perubahan yang ditempuh Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bukan sebatas pergantian rezim, melainkan transformasi total dari masyarakat jahiliyah menuju peradaban Islam yang adil. Sebaliknya, people power modern hanya melahirkan euforia sesaat tanpa menyentuh akar persoalan, karena sistem rusak tetap dipertahankan. Maka, jawaban atas problem umat hari ini bukanlah demokrasi atau gerakan massa, melainkan mengikuti metode dakwah Nabi Shallallâhu alaihi wasallam untuk menegakkan Islam secara kaffah melalui Khilafah ala minhaj an-nubuwwah.
Para ulama Ahlus Sunnah telah bersepakat bahwa menegakkan Khilafah adalah kewajiban syari, bukan pilihan politik. Imam al-Mawardi menegaskan bahwa Imamah ditetapkan sebagai pengganti kenabian dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia (Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hal. 5). Imam an-Nawawi juga menegaskan kewajiban ini berdasarkan syariah, bahkan menyatakan batil pandangan yang menolaknya (Syarh an-Nawawi alâ Muslim, 12/205). Karena itu, Peringatan Maulid Nabi Shallallâhu alaihi wasallam seharusnya memotivasi umat untuk sungguh-sungguh meneladani perjuangan beliau, menempuh tharîqah nabawiyyah, dan membangun kembali sistem politik Islam. Hanya dengan cara inilah Maulid Nabi Shallallâhu alaihi wasallam benar-benar bermakna sebagai momentum perubahan peradaban. WalLâhu alam bi ash-shawâb. []

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar