Normalisasi Kohabitasi : Tren Toksik Buah Sekularisme


Oleh : Fitra Asril (Muslimah Tamansari, Bogor)

Dunia Maya digemparkan dengan berita penemuan tubuh korban mutilasi di Pacet, Mojokerto pada Sabtu, (6/9/2025). Korban dibunuh dan dimutilasi secara keji oleh pelaku di kamar mandi kos kawasan Lidah Wetan, Surabaya pada Minggu, (31/8/2025) pukul 02.00 WIB. Setelah diselidiki oleh pihak kepolisian, ternyata potongan-potongan tubuh yang ditemukan di lokasi tersebut terdapat 75 bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya ditemukan masih disimpan di kos pelaku. Motif pembunuhan disertai mutilasi itu dilatari karena pelaku sakit hati dengan sikap korban selama berhubungan. (Kompas.com, 8/9/2025) 

Tinggal bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan atau Kohabitasi semakin tren di kalangan generasi muda saat ini. Psikolog Virginia Hanny berpandangan, setidaknya ada tiga hal yang bisa jadi pertimbangan oleh pasangan sebelum memutuskan kohabitasi. Pertama, tinggal bersama ini adalah kemauan kedua belah pihak tanpa ada paksaan sama sekali. Kedua, menentukan lokasi dengan pertimbangan biaya hidup, sewa, listrik, dll. Ketiga, mengetahui apa tujuan dari tinggal bersama dan menentukan batasan yang jelas. (ValidNews.id, 13/9/2025) 

Tren kohabitasi ini tidak serta merta ada. Ia lahir akibat pemisahan agama dari kehidupan yang berdampak pada bebasnya seseorang bertindak dalam kehidupannya, terutama pada kehidupan para pasangan muda mudi tanpa ikatan pernikahan. Halal dan haram tidak lagi dipersoalkan. Asalkan mereka senang, aturan syari'at pun dengan mudah dilanggar. 

Normalisasi fenomena tinggal bersama di kalangan muda mudi ini sejatinya tren toksik buah sekulerisme. Aktivitas pacaran dianggap wajar. Tinggal serumah dan membagi tugas rumah dengan pacar sudah tidak lagi menjadi persoalan di tengah masyarakat. Paham sekularisme membuka banyak pintu dan jalur mendekati zina. Belum lagi problematika lainnya, seperti pornografi dan pornoaksi yang dengan leluasa berselancar di ponsel anak muda. Racun dunia nyata dan media sosial seolah terus menjajakan produk yang memicu munculnya rangsangan seksual siapa saja. 

Padahal Allah SWT melalui Firman-Nya mengingatkan kepada kita tentang larangan mendekati zina. "Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu tindakan keji dan jalan yang buruk". (QS. Al-Isra :32). Islam juga melarang pria dan wanita untuk berdua-duaan, kecuali jika wanita itu disertai mahramnya. Rasulullah saw bersabda, "Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita ber khalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu bersama mahramnya." (HR. Bukhari). 

Dalam Islam tidak ada hubungan yang bersifat khusus antara pria dan wanita seperti saling berkunjung, nongkrong bersama pacar, mengerjakan tugas sekolah berdua bagi pelajar, dan semisalnya. 

Kekuatan iman dan keterikatan dengan hukum syara' niscaya akan mendorong seorang muslim untuk membuang paham sekularisme yang merusak sekaligus berbahaya ini. Sudahlah di dunia merugi, di akhirat pun tidak akan selamat. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain menyelamatkan anak muda dan negeri ini, kecuali kembali merujuk kepada penerapan syari'at Islam secara totalitas agar keberkahan menaungi semua elemen, baik individu , masyarakat, maupun negara. Tidak lupa ditegakkan juga sanksi tegas yang berfungsi mencegah dan membuat jera bagi siapa saja yang mendekati zina ataupun yang menjadi pelakunya. 

Wallahu a'lam bi ash showab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar