Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Di saat industri tekstil dalam negeri sedang terpuruk, pemerintah mengabarkan adanya 15 perusahaan tekstil asing yang berminat memindahkan pabrik mereka dari China ke Indonesia. Kehadiran investasi baru itu diharapkan bisa merevitalisasi industri tekstil dan menjaga ketersediaan lapangan kerja di tengah kelesuan industri akhir-akhir ini. Informasi seputar rencana masuknya investasi tekstil baru ke Indonesia itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantor Kementerian Koordintor Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kamis (31/10/2024) malam. (Kompas online, 31/10/2024).
Hal ini menyusul gelombang pailit PT Sri Rejeki Isman TBK atau Sritex baru-baru ini yang mempertegas bahwa industri tekstil dan produk turunannya sedang tidak baik-baik saja. Kucuran modal asing pun tampaknya juga tak mampu mengerem kemunduran dunia sandang di negeri ini. Laju pertumbuhan terus melemah dan daya tawar di pasar global tergeser oleh raksasa tekstil lainnya di Asia. Setelah bertahun-tahun mengalami kesulitan keuangan, PT Sritex kini resmi dinyatakan pailit. Sederhananya, Sritex tidak mampu membayar kewajiban utangnya, terutama kepada PT Indo Bharat Rayon sebagai kreditor atau pemberi pinjaman.
Presiden Prabowo sendiri ngotot ingin menyelamatkan Sritex. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengungkapkan alasan Presiden Prabowo mau menyelamatkan perusahaan tersebut. Salah satunya karena industri tekstil merupakan padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Pemerintah ingin memastikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak akan terjadi dan industri tekstil tetap berproduksi. Apalagi, baru 10 hari Prabowo menjabat, Yassierli menekankan bahwa orang nomor satu di Indonesia itu tak ingin ada isu besar yang memberikan noda di awal perjalanan pemerintahannya.
“Bagi kami menyelamatkan industri padat karya itu concern. Ini juga lebih kepada karena ini berada di hari-hari minggu-minggu pertama dan kami ingin bahwa awal-awal ini kami berjalan take off-nya itu smooth,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (29/10/2024).
Oleh sebab itu, dia menekankan bahwa pemerintah akan terus memperhatikan perlindungan tenaga kerja di industri tekstil dalam negeri tersebut. Selain itu, Menaker memastikan bahwa hak-hak para pekerja tetap terpenuhi. Apalagi, saat ini, dia melanjutkan bahwa status pailit yang dialami oleh Sritex masih terbatas terhadap keputusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang sehingga masih terdapat upaya untuk proses kasasi. Tak hanya itu, dia mengatakan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) juga sudah meminta komitmen dari jajaran Sritex agar perusahaan tetap harus beroperasi. (bisniscom, 29/10/2024).
Bagaimana ini? Dua menteri dalam satu kepemimpinan memiliki rencana kerja dan arah kebijakan berbeda. Apalagi alasan dari tiap pejabat berniat ingin memberikan yang terbaik di awal masa kerja. Jadi teringat sebuah iklan, "Buat anak kok coba-coba!". Produk untuk anak saja jangan coba-coba, masa untuk rakyat satu negara coba-coba! Apalagi hanya menghindari komentar buruk netizen. Sekedar pencitraan?
Inilah bukti lemahnya sistem pemerintahan demokrasi kapitalisme apalagi dengan kabinet yang super buncit. Makin banyaknya orang, bukan makin mudah dalam penyelesaian masalah, yang ada malah semakin menambah runyam masalah. Ibarat kendaraan yang memakai dua supir, yang satu ingin belok kanan, yang satu ingin belok kiri, kapan sampai tujuan? Yang ada mobil rusak, penumpang rusak! Apalagi niat dari masing-masing pejabat hanya ingin mendapat sanjungan dari manusia.
Permasalahan industri tekstil dalam negeri memang telah lama terjadi. Sepanjang 2023, terdapat 150 ribu karyawan di-PHK. Hal ini mulai terjadi saat adanya China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) pada 2012. Cina sejak lama telah menjadi global leader dan menguasai lebih dari 50% produksi tekstil dunia sejak 2014. Tidak heran Indonesia menjadi target pasar bagi produsen tekstil Cina. Saat itu pemerintah juga mengumumkan ada 11 investor asing yang akan masuk di industri tekstil. Ini diklaim akan menyerap tenaga kerja besar dan tidak akan menganggu sektor tekstil atau pasar dalam negeri.
Rencana masuknya investasi asing yang akan memindahkan pabrik mereka dari Cina ke Indonesia dikhawatirkan berdampak negatif bagi daya saing pengusaha tekstil lokal, terlebih soal efisiensi yang lebih tinggi dari industri tekstil negara tersebut. Yakin solusi ini mampu membangkitkan industri tekstil Indonesia atau justru akan makin terjerat dalam investasi asing dan liberalisasi perdagangan?
Semenjak akan diberlakukannya CAFTA pada 2010, banyak pihak telah mengingatkan bahaya bagi Indonesia jika memaksakan diri bergabung dalam liberalisasi perdagangan ini. Kondisi ambruknya industri tekstil sekarang sudah diprediksi banyak ekonom sebelum CAFTA diberlakukan. Namun pemerintah tetap ngotot dengan kebijakan ini. Dan kini malah akan mengulang kesalahan yang sama hanya karena tergiur remah investor.
Bahkan, sejak CAFTA dimulai, Indonesia selalu mengalami defisit neraca dagang dengan Cina sampai saat ini. Akan tetapi, CAFTA ini tetap saja tidak dibatalkan pemerintah. Bahkan yang terjadi sekarang Indonesia menjadi negara yang sudah terjebak dalam perdagangan bebas. Di antaranya banjirnya produk impor yang membuat industri dalam negeri mati dan makin bergantung dengan impor.
Yang namanya konsumen, apalagi rakyat kecil dengan penghasilan yang juga kecil, perbedaan harga yang signifikan sangat mempengaruhi daya beli sehingga lebih memilih yang lebih murah. Tidak peduli apakah produk lokal atau impor. Tidak peduli apakah dibuat oleh pekerja lokal atau asing. Bahkan tidak peduli apakah dengan membeli produk dari pabrik milik asing akan berdampak pada PHK massal saudara sebangsa. Apalagi dengan budaya hedon dan flexing yang ada malah merasa bangga karena memakai produk impor atau pabrik asing yang ada di dalam negeri, termasuk dari Cina.
Produk dari Cina bisa murah karena pemerintahnya mendukung industri manufaktur, baik dari sisi perizinan, tenaga kerja, maupun insentif ekspor. Bahkan, baru-baru ini, pemerintah Cina telah mengeluarkan rancangan peraturan untuk mendorong pembangunan gudang di luar negeri dan memperluas bisnis e-commerce lintas batas atau kerap diistilahkan “cross-border”.
Industri e-commerce menjadi kekuatan penting bagi sektor perdagangan luar negeri Cina, menurut Kementerian Perdagangan negeri tersebut. Kebijakan tersebut bertujuan mendatangkan sumber pendapatan baru ke perusahaan-perusahaan yang tadinya fokus pada konsumsi pasar domestik. Tidak cuma penambahan gudang dan fasilitas di luar negeri, Pemerintah Cina juga dilaporkan akan meningkatkan manajemen data cross-border, serta mengoptimalkan jalur ekspor cross-border.
Ketika era pasar bebas (liberalisasi perdagangan) diaruskan terhadap Indonesia, kondisi Industri Indonesia belum mapan dalam arti dalam penguasaan teknologi industri mandiri. Jika terlalu banyak terlibat dalam kesepakatan perdagangan dan ekonomi, dalam hal untuk membuka akses pasar, berpeluang tinggi menutup Indonesia untuk dapat mengembangkan industri dengan teknologi tinggi pada masa depan. Bahkan, kondisi itu telah dirasakan saat ini.
Ditambah lagi liberalisasi ini makin luas spektrumnya karena arus digitalisasi. Sebanyak 90% produk e-commerce berasal dari produk asing. Serbuan produk asing di e-commerce menjadi tidak terelakkan mengingat Indonesia merupakan pasar terbesar e-commerce di Asia Tenggara. Saat ini, di pasar-pasar tradisional dan modern telah masuk produk asing.
Liberalisasi perdagangan juga dihadapkan pada jebakan investasi. Terbukti di tengah keresahan masyarakat dengan banyaknya pabrik tekstil yang tutup, pemerintah malah menyolusi dengan membuka keran investasi asing dengan dalih membuka lapangan kerja, padahal sudah terbukti jika investasi asing selama ini tidak menjamin terbukanya lapangan kerja secara masif karena lebih ke arah padat modal bukan padat karya. Apalagi investor Cina selalu mengutamakan warga negara mereka untuk jadi pekerjanya. Alhasil, serbuan TKA Cina di sektor tekstil akan membuat kecemburuan sosial, seperti yang terjadi di sektor nikel.
Membuka pasar Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia sama saja melepaskan potensi besar rakyat ini kepada negara asing. Seharusnya yang dilakukan Indonesia adalah mengembangkan industri mandiri dengan arah teknologi tinggi yang bisa mengantarkan pada potensi industri berat apabila ingin membuat negara ini mandiri dan maju. Bukan malah masif membuka kerja sama perdagangan bebas.
Dan seharusnya lagi, upaya penyelamatan pabrik lokal murni sebagai bentuk tanggung jawab negara kepada rakyat, bukan sekedar pencitraan di awal masa kerja. Dan bukan hanya satu pabrik itu saja atau yang bergerak pada bidang tertentu saja. Apalah artinya pelatihan para menteri ala militer yang bertujuan untuk menyatukan visi misi jika kenyataannya antara satu menteri dengan menteri yang lain, bahkan dengan presidennya berseberangan? Yang satu ingin investasi yang lain ingin menyelamatkan. Benar-benar hanya pencitraan!
Sudah seharusnya negara mengurus semua urusan rakyatnya dalam semua aspek kehidupan. Namun hal ini sulit diwujudkan mengingat negara ini sampai saat ini masih berpegang teguh pada sistem yang sebenarnya tidak ada. Sistem pembebek demokrasi Pancasila yang enggan disebut kapitalis, padahal kenyataannya memang kapitalis. Sistem yang dibuat oleh manusia sebagai makhluk yang lemah, walhasil lemah pula sistemnya. Nyatanya sudah berganti pemimpin beberapa kali, namun tetap teguh pada mimpi "pemimpin baru harapan baru" begitu terus berulang dan terus berulang hingga diakhir jabatan harapan kian pupus kemudian berganti berharap kepada pemimpin baru. Indonesia mau sampai kapan begitu? Menunggu semua pabrik tutup? Menunggu semua pekerja lokal kena PHK? Menunggu semua rakyatnya terkategori miskin?
Sebenarnya, Indonesia memiliki sumber kepemilikan umum sangat banyak, seperti tambang emas, minyak dan gas, batu bara, besi baja, dan tambang lainnya. Jika semua yang disediakan Allah Swt. ini dikelola negara dan swasta/asing dilarang untuk memiliki dan berinvestasi, dapat dipastikan hasilnya lebih dari cukup untuk membiayai infrastruktur dan teknologi industri, mulai dari industri berat sampai industri konsumsi.
Berhenti berharap pada sesuatu yang semu dan lemah! Apabila profil negara maju yang rakyat harapkan adalah negara yang mampu menyejahterakan rakyatnya individu per individu, serta negara yang mandiri membangun industri untuk memenuhi seluruh kebutuhan negara dan rakyat, maka negara itu adalah Khilafah Islamiah.
Visi negara Khilafah adalah rahmat bagi seluruh alam. Sumber hukum negara adalah wahyu Allah yang Maha Benar dan Maha Adil bagi kehidupan manusia. Posisi negara adalah sebagai pelayan rakyat sehingga bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan rakyat dan memfasilitasi segala hal agar rakyat mampu menjalankan kewajibannya sebagai manusia dan hamba Allah.
Oleh karenanya, industri menjadi perhatian utama Khalifah karena banyak kebutuhan rakyat dan kemaslahatan negara bergantung pada industri. Bahkan, syariat telah menetapkan industri Khilafah berbasis jihad. Maksudnya, industri dibangun dengan asas pertahanan negara.
Dengan demikian, khalifah akan menyiapkan industri, mulai dari industri berat, seperti industri penghasil mesin industri, persenjataan, hingga tekstil/pakaian, dan makanan. Dengan demikian, pasti negara akan membangun visi politik industri yang mandiri, maju, dan terdepan sehingga mampu menyaingi negara lain.
Untuk mewujudkan visi politik industri seperti di atas, syariat telah menetapkan anggaran dari baitulmal yang memiliki tiga pos pemasukan. Pertama, bagian fai dan kharaj, terdiri dari ganimah, kharaj, jizyah, dan lain-lain. Kedua, bagian pemilikan umum, seperti minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan, padang rumput gembalaan, dan hima (yang dipagari negara dan dikuasai negara). Ketiga, bagian sedekah, terdiri dari zakat mal dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat unta, sapi, dan kambing.
Tiga sumber tersebut lebih dari cukup bagi Khilafah untuk membiayai pemerintahan dan melaksanakan kewajibannya melayani dan memenuhi hajat rakyat, termasuk membangun industri. Apalagi ditambah sumber-sumber tidak tetap, seperti harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara, harta hasil usaha yang terlarang dan denda, khumus, rikaz, harta yang tidak ada ahli warisnya, harta orang murtad, juga dharibah.
Selain itu, untuk menyiapkan SDM berkualitas, mulai dari tenaga ahli sampai teknisi, Khilafah memiliki sistem pendidikan yang bervisi khas membentuk kepribadian Islam dan ahli di bidangnya. Tidak bergantung pada permintaan pasar/investasi, melainkan berorientasi untuk menyiapkan SDM pengisi industri yang berlandaskan jihad/pertahanan negara.
Oleh karenanya, Khilafah akan membangun pendidikan secara serius dan gratis untuk seluruh warga negara, baik muslim dan nonmuslim. Mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Sumber dananya pun dari tiga pos pemasukan baitulmal tadi.
Demikianlah tata kelola industri dalam Khilafah sehingga bukan hanya menjadi solusi terhadap masalah industri tekstil yang terjadi saat ini, tetapi menjadi solusi untuk politik industri secara keseluruhan demi mewujudkan negara mandiri, kuat, dan terdepan. Jika negara yang seperti ini diharapkan rakyat Indonesia, sekaranglah saatnya umat ini bersatu berdakwah dan berjuang untuk tegaknya Islam kaffah dalam naungan Khilafah. Allahu akbar!
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar