Kriminalisasi Guru, Dimana Keberkahan Menuntut Ilmu?


Oleh : VieDihardjo (Ketua Komunitas Ibu Hebat) 

Supriyani, seorang guru honorer, di SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan dilaporkan oleh Aipda Wibowo Hasyim, Wali Murid kelas 1 di SDN tersebut. Dugaan penganiayaan tersebut setelah Ibu korban melihat luka memar dibagian paha belakang anaknya. Setelah dilapaorkan, kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan Ibu Guru Supriyani diproses selama berbulan-bulan hingga pada 16 Oktober 2024 Ibu Guru Supriyani ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan dijebloskan ke lapas perempuan Kendari. 

Penahanan Ibu Guru Supriyani memicu perbincangan yang luas di sosial media. Banyak yang mempertanyakan alasan Ibu Guru Supriyani ditahan. Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan menyebut bahwaa telah terjadi pelanggaran pada proses hukum yang dijalankan. Pertama, penyidik dan pelapor berasal dari kantor yang sama, yaitu, Polsek Baito. Kedua, Diduga ada tindakan pemerasan dan permintaan uang sebesar 50 juta dari pihak korban kepada pihak terduga pelaku. 

Kriminalisasi terhadap guru seolah menjadi tren dan tidak hanya menimpa Supriyani. Terdapat kasus guru Darmawati di SMAN 3 Pare-Pare yang juga mendekam di penjara karena diduga melakukan pemukulan terhadap siswa yang membolos saat sholat dhuhur (www.kompas.com 30/10/2024). Meskipun hasil visum menyatakan tidak ada luka sedikitun di pundak siswa tersebut, karena guru Darmawati hanya menepuknya menggunakan mukena. 

Alangkah miris nasib guru di negeri ini. Guru adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan. Transfer nilai-nilai kebaikan dalam dunia pendidikan jelas dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya. Namun hari ini hal tersebut telah mengalami pergeseran yang cukup meresahkan. Salah satunya adalah tidak adanya perlindungan hukum bagi guru. Kasus Darmawati, Supriyani dan kasus kriminalisasi guru lainnya memperlihatkan dunia pendidikan sedang mengalami dilema yang sangat serius. Misi mulia seorang guru adalah mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan pendidikan. 

Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menyatakan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan seterusnya. Jaminan guru untuk memberi pendidikan atau yang bersifat mendidik seperti diatur dalam pasal 39 ayat 1 (PP No.74 tahun 2008) tentang guru yang menyatakan ”Guru memiliki  kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya” 

Pada ayat 2 menyebutkan “sanksi dapat berupa teguran dan, atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan” Guru dilindungi dalam tugas dan fungsinya tersebut dalam pasal 40 sampai 42 Undang-Undang tersebut. 

Mirisnya ketika tugas dan fungsi itu dilaksanakan, para guru dihadang oleh Undang-Undang Perlindungan Anak. Terjadi benturan peraturan ketika guru berusaha mendidik dan mendisiplinkan siswa untuk membentuk karakter mereka, yaitu dengan pasal 80 Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang menyatakan  “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak”. Pasal 80 ini sering digunakan oleh wali murid untuk melaporkan ketika ada dugaan kekerasan terhadap murid. 


Jauhnya Barokah Menuntut Ilmu dalam Sistem Hidup Sekuler 

Penggunaan hukuman disiplin (Corporal Punishment) untuk mendapatkan kepatuhan murid atau meluruskan kekeliruan murid masih terus menuai pro dan kontra. Misalnya, Mencubit, menjewer, berdiri di depan kelas, lari mengelilingi lapangan. Bagi yang pro mengatakan ini bagian dari mendidik, membiasakan disiplin. Namun, bagi yang kontra ini jelas melanggar Undang-Undang Pelindungan anak dan bisa menjadi ranah pidana. Sementara Corporal Punishment sebagai sarana membentuk disiplin pada siswa tidak bisa dipisahkan dari profesi guru.

Kebingungan ini bisa jelaskan melalui sistem kehidupan yang berlaku hari ini, dimana agama dipisahkan dari kehidupan (sekuler) dan juga dipisahkan dari negara. Sehingga negara membuat setumpuk aturan yang ternyata saling tumpang tindih bahkan kontra. Sebagai pelaksana pendidikan, negara harus menetapkan tujuan, bersamaan dengan itu dalam sistem hidup sekuler, negara diharuskan melindungi kebebasan individu dalam berperilaku, berpendapat dan berekspresi. Berbagai kriminalisasi yang terjadi terhadap guru memperlihatkan penurunan adab terhadap guru. Dampak paling berbahaya ketika hilangnya adab terhadap guru adalah hilangnya barokah terhadap ilmu yang diperoleh murid. Ilmu yang tidak barokah tidak akan menghasilkan kebaikan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. 

Sistem pendidikan sekuler, ketika pendidikan tidak diatur dengan syariat islam hanya akan melahirkan perilaku-perilaku tidak beradab murid kepada gurunya, atas nama hak asasi mereka berani kepada gurunya. Banyak fakta yang bisa menggambarkan hal ini, misal prank kepada guru, mengkritik guru dengan cara yang tidak baik, mencela guru, ‘menggibahi’ guru hingga mengkrimininalisasi guru. 


Meraih Keberkahan Menuntut Ilmu dengan Sistem Pendidikan Islam 

Tujuan dari prndidikan islam adalah membangun kepribadian islam, penguasaan ilmu kehidupan, seperti, matematuka, sains, teknologi, dan rekayasa teknologi. Output dari sitem pendidikan islam adalah manusia yang kokoh keimanan dan pemikiran islamnya (taffaqquhfiddin), taat pada hukum-hukum Allah (bertaqwa) dan ilmu yang diperoleh menjadi jalan untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar juga menyebarkan islam ke seluruh dunia. Dengan kata lain, ilmu yanng diperoleh benar-benar menjadi ilmu yang barokah. 

Makna barokah di dalam Al qur’an dan sunnah adalah langgengnya kebaikan, bertambahnya kebaikan dan bahkan keduanya. Dalam islam aktivitas menuntut ilmu juga diarahkan untuk mendapatkan keberkahan dari Allah. Maka setiap penuntut ilmu harus memperhatikan hal-hal yang dapat mendatangkan atau menghilangkan barokah tersebut. 

Dalam islam, adab diutamakan sebelum menuntut ilmu. Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم 
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Syaikh Sholeh Al Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu.” Para Ulama terdahulu mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu. 

Ibnul Mubarok berkata,
تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين
“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.” 

Terdapat 3 adab yang harus dimiliki seorang penutut ilmu, yaitu :
Adab terhadap ilmu. Para ulama senantiasa memuliakan kitab-kitab dengan selalu belajar dalam keadaan suci (berwudhu). Dikisahkan, bahwa suatu saat Imam Syamsul Aimmah as-Sarkhasi menderita penyakit sakit perut, sehingga ia harus bolak-balik ke kamar mandi untuk buang air besar (BAB) hingga tujuh belas kali. Dan di saat itu pula ia pasti berwudhu agar ketika menyentuh kitab dalam keadaan suci. Ketika ditanya tentang alasan tersebut, kemudian ia menjawab: “Karena ilmu adalah cahaya dan wudhu juga cahaya, sehingga jika keduanya sama-sama dilakukan, maka cahaya akan semakin terang.”

Adab terhadap guru. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah, para malaikat Nya, penduduk langit dan bumi sampai semut di sarangnya dan ikan di lautan turut mendoakan kebaikan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia“ (HR. At-Tirmidzi).

Imam Burhanuddin Az-Zarnuji menuturkan  “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya seorang penuntut ilmu (murid) tidak akan bisa memperoleh ilmu dan mengambil manfaatnya kecuali dengan menghormati ilmu dan orang yang berilmu, memuliakan guru dan menghormatinya. Dikatakan (pula bahwa) orang yang sukses (sebenarnya) tidak akan sukses kecuali dengan sikap hormat, dan orang yang gagal (sebenarnya) tidak akan gagal kecuali disebabkan sikap tidak hormat.”. Menghormati dan memuliakan guru bukan hanya kewajiban bagi para penuntut ilmu (murid) tetapi adalah kebutuhannya agar ilmu yang didapatkan menjadi ilmu yang barokah. 

Adab orangtua kepada guru anak-anaknya. Ali bin abi Thalib pernah berkata, “Aku adalah hamba bagi orang-orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf”. Guru tidak hanya mengajarkan satu huruf, mulai pengetahuan hingga karakter yang baik. Maka orangtua harus menjadi qudwah atau teladan bagi anak-anaknya untuk menumbuhkan sikap menghormati dan memuliakan guru. 

Demikian sistem islam merancang pendidikan, adab sebelum ilmu, demi meraih tujuan pendidikan dan keberkahan ilmu, yakni bertambahnya, berkembangnya dan bermanfaatnya ilmu seseorang pada lingkungan hidupnya baik pada skala kecil maupun besar. 

Sistem pendidikan yang sangat memperhatikan keberkahan ilmu hanya sistem pendidikan islam pada penerapan islam kaffah dalam bingkai Khilafah ’ala minhajin nubuwwah.

Wallahu’alam bisshowab 




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar