KEPASTIAN REGULASI KEPEMILIKAN TANAH IKN SEPERTI JAM KARET, HAK MASYARAKAT MENGGANTUNG


Oleh : Rohmatika Dia Rofa

Ketika di masa tinta hitam di atas putih telah di jadikan sebagai bukti maka, sebuah kesepakatan akan berlangsung dan dalam kesepakatan tersebut, jika ada salah satu pihak tidak menepati akan berakibatkan sebuah konsekuensi yaitu sanksi sesuai kesepakatan yang berlaku, itulah arti dari hitam diatas putih. Istilah Hitam di atas putih bukanlah sebuah janji manis dari sebuah ucapan sebagaimana kita fahami. Fakta IKN tentang sebuah kepemilikan pertanahan pihak masyarakat yang terus mengambang dari tahun 2022 hingga di tahun 2024. Masalah ini akhirnya memuncak Ketika pada Sebelumnya, aksi warga Kawasan IKN sudah dilakukan pada 22 dan 28 Mei lalu. Tuntutannya serupa, yakni meminta sertifikasi tanah. Warga juga menuntut hak atas tanah lahan dari penguasaan hak guna usaha (HGU), serta penolakan atas pengambil alihan eks HGU oleh Bank Tanah. Menurut fathur “Semua, sebenarnya bermuara pada ketidakpastian (pemerintah) atas hak tanah warga," katanya saat dihubungi, Kamis, 23 Mei 2024. Salah satu indikatornya ialah saat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan surat edaran yang melarang sekaligus menghentikan semua jangkauan tanah di wilayah delineasi IKN. Bahkan surat edaran Kementerian ATR/BPN itu dinyatakan kebijakan yang maladministrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia. "Makin ke sini, ketidakpastian itu kemudian diwujudkan sebagai tindakan sepihak oleh otoritas dan sejumlah pihak penyelenggara proyek di wilayah delineasi IKN. " dan sejak proyek pembangunan IKN dimulai, ada upaya penggusuran oleh pemerintah secara sepihak. Bahkan tidak ada upaya negosiasi dengan warga selaku pemilik tanah tersebut. “(Pemerintah) menunjukkan bahwa IKN bukan untuk masyarakat. Memang diperuntukkan sebagaimana yang mereka sering banggakan, yaitu melancarkan investasi," ujarnya. Adapun dalam temuan Tempo di lapangan, warga terdampak proyek Tol IKN di Kelurahan Pemaluan, Sepaku, menyatakan pembebasan lahan dilakukan tanpa proses sosialisasi. Menurut salah satu warga, Alfian, pemerintah langsung menyodorkan nominal ganti rugi. Bila tidak sepakat, warga mesti ke pengadilan. Dan “Kami terpaksa setuju karena tidak paham urusan pengadilan,” ujar Alfian ketika ditemui di kampungnya pada Ahad, 11 Agustus 2024. Namun ternyata, ganti rugi itu pun belum dibayar sepenuhnya hingga saat ini. Dari 7.000 meter persegi lahan terdampak, Alfian hanya menerima ganti rugi Rp 3 juta untuk 10 meter persegi lahan saja.

Dapat kita ketahui, dari fakta maladministrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia, dalam surat edaran kebijakan kementerian ATR/BPN melarang sekaligus menghentikan semua jangkauan tanah di wilayah delineasi IKN. Dimana rakyat di paksa untuk tunduk dan terasa terusir dari hak tanah yang seharusnya mendapatkan pertanggung jawaban dari negara untuk penggantian yang setara sesuai kesepakatan awal di Pembangunan IKN. Namun, dalam fakta lapangan pergantian itu sangat lama menunggu ganti rugi hingga berganti tahun ke tahun namun, pembayaran ganti rugi belum selesai juga. Regulasi penetapan hak HGU oleh bank tanah pun semakin mencekik hingga ganti rugi tersebut mengambang sifatnya ini lah yang di rasakan dari salah satu dari sekian warga yang terdampak untuk persoalan pertanahan mereka. Ambang batas kesabaran rakyat sudah sampai puncaknya di tahun ini dimana ada aksi unjuk rasa yang sudah di lakukan dari bulan mei hingga September kemarin. Seperti yang telah di laksanakan ratusan orang yang di pimpin oleh Koordinator Solidaritas Masyarakat PPU, Yusuf Ibrahim, mengatakan, demonstrasi tersebut adalah aksi kesekian yang dilakukan kelompoknya. Tuntutannya masih sama yakni meminta sertifikat hak pakai ditingkatkan menjadi sertifikat hak milik sepanjang telah dimanfaatkan pemilik bidang tanah dan sesuai aturan tata ruang. Kelompok tersebut juga meminta kepastian kepemilikan lahan warga yang terdampak IKN seperti pembangunan tol. Ibrahim mengatakan, belum adanya surat rekomendasi kepemilikan lahan warga menjadi kendala pembayaran ganti rugi. Padahal, tanah tersebut sudah dimiliki warga turun-temurun. Yusuf mengancam mengadakan unjuk rasa kembali dengan massa yang lebih besar apabila tuntutan tersebut tak dikabulkan. "Kami tak berhenti berjuang sampai hak-hak kami diberikan," tegasnya. Pada 18 september 2024 yang di beritakan oleh kaltimkece.id, melihat dari segala runtutan yang telah terjadi mengapa persoalan ini tak kunjung di selesaikan oleh negara malah yang kita dapat dan di kemukakan oleh pro pemerintah yaitu, pembangunan IKN yang menggemborkan soal destinasi wisata bak negara dalam desa dan progres Pembangunan gedung-gedungnya, seolah warga sekitar IKN di tutup secara halus oleh pemerintah tentang persoalan HGU tanah yang menahun tergantung. Padahal banyak warga di sekitar IKN yang menggantungkan hajat hidupnya lewat tanah-tanah tersebut di mana kita dapat melihat Bukti nyata negeri ini yang menerapkan sistem kapitalisme tidak berpihak pada rakyat dalam kebijakan IKN ini. Mestinya rakyat sadar bahwa slogan demokrasi kapital yang katanya dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, itu hanya utopia belaka. Dimana pemisahan ini antara hak rakyat utama dan swasta yang di seting suka-suka oleh negara yang target utamanya kita ketahui adalah investasi yang menambah kas negara untuk Pembangunan IKN bukan kesejahteraan untuk rakyat. Seperti tanggapan pihak pemerintah yaitu, Adapun soal ganti rugi lahan terdampak proyek IKN, Ketua Satgas Pelaksanaan Pembangunan IKN Danis Sumadilaga menyatakan pemerintah akan membayarkan ganti rugi untuk warga setelah tahapan proses pembebasan tanah selesai seluruhnya “Semua tahapan proses pembebasan tanah sudah diatur dalam regulasi. Termasuuk status tanah, nilai ganti rugi, dan sebagainya,” kata Danis melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Selasa, 17 September 2024. Dan juga Dikonfirmasi terpisah, Kepala Kantor Pertanahan PPU sekaligus Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah KIPP IKN, Ade Chandra Wijaya, mengatakan, ganti rugi lahan yang dituntut Solidaritas Masyarakat PPU sudah dijelaskan berkali-kali. Baik saat aksi maupun pertemuan khusus. Pemberian hak atas tanah, kata Chandra, mengacu peraturan tentang tata ruang. Lahan warga, sambungnya, memang bisa ditingkatkan dari hak pakai menjadi hak milik. Syaratnya adalah tanah harus dimanfaatkan secara aktif dan optimal. Pemerintah dipastikan memberikan hak masyarakat asalkan telah memenuhi ketentuan. "Sudah banyak masyarakat yang meningkatkan (lahan) hak pakai menjadi hak milik. Tentunya mengikuti SOP yang ada," kata Chandra. Inilah konfirmasi pihak pemerintah yang sangat bertolak belakang dari surat edaran kebijakan kementerian ATR/BPN.


Perspektif Islam

Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan bagi urusan rakyat, bukan penikmat derita rakyat. Sikap pemimpin kepada rakyatnya adalah sikap adil dan peduli dengan kondisi mereka. Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS An-Nisa [4]: 58).

Dalam sistem pemerintahan Islam, kepala negara tidak bisa sembarangan menetapkan kebijakan sesuai kepentingan diri dan golongan semata. Kepala negara (Khalifah) menetapkan kebijakan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah. Khalifah akan mendahulukan serta memprioritaskan kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Ia akan memastikan bahwa seluruh kebutuhan asasi rakyat, semisal sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan rasa aman dapat dirasakan rakyat dengan nyaman dan mudah.

Negara akan memperhatikan dan menghargai kepemilikan harta setiap individu, termasuk tanah. Negara tidak boleh merampas atau menggusur paksa lahan rakyat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Tidaklah salah seorang dari kamu mengambil sejengkal tanah tanpa hak, melainkan Allah akan mengimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat kelak.” (HR Muslim No. 3024).

Negara boleh mengambil tanah rakyat untuk kepentingan dan kemaslahatan umum dengan ridho pemilik tanah. Jika pemilik tanah tidak ridho, negara tidak boleh menggusur paksa, apalagi bertindak sewenang-wenang. Jika pemilik tanah rida, negara dapat memberikan ganti untung yang membuat pemilik tanah tidak mengalami kesusahan.

Demikianlah, Islam memandang kepemimpinan sebagai amanah dan tanggung jawab besar yang kelak akan dihisab. Dengan beratnya hisab tersebut, kepala negara Khilafah tidak akan mudah berlaku zalim kepada rakyatnya. Ia akan memperhatikan kebutuhan rakyat, peduli, serta peka dengan kesusahan yang menimpanya.

Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar