Mampukah Pemimpin dalam Sistem Kapitalis Bekerja untuk Rakyat, Bukan untuk Kerabat?


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Dalam pidato perdananya yang disaksikan langsung oleh Mantan Presiden Joko Widodo, Presiden Prabowo mengatakan, setiap pemimpin harus bekerja untuk rakyat. Bukan bekerja untuk kepentingan pribadi atau kerabat. Prabowo mengingatkan soal kedaulatan rakyat. Dia menegaskan, pemimpin bisa berkuasa karena izin rakyat. Karena itu, sudah semestinya pemimpin menjalankan kekuasaan untuk kepentingan rakyat.

"Bukan kita bekerja untuk kerabat kita, bukan kita bekerja untuk pemimpin-pemimpin kita, pemimpin yang harus bekerja untuk rakyat. Kita harus selalu ingat setiap pemimpin dalam setiap tingkatan harus selalu ingat pekerjaan kira harus untuk rakyat," tegas Prabowo di Gedung Nusantara MPR/DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Minggu (20/10).

Prabowo lantas menekankan, bangsa yang merdeka adalah bangsa yang memiliki rakyat merdeka. Merdeka bukan hanya dari kemiskinan tapi juga dari kelaparan, kebodohan, penderitaan, dan penindasan.Dalam pidato yang sama, Prabowo meminta semua pihak berani menghadapi tantangan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Prabowo mengatakan, semua pihak termasuk pimpinan partai politik tidak boleh bersikap seperti burung unta. Dia menyebut, burung unta biasanya memasukkan kepalanya ke tanah jika melihat sesuai yang membuatnya kurang nyaman.

Prabowo mengingatkan kondisi Indonesia saat ini. Dia menyebut, masih banyak korupsi hingga kolusi. Bahkan, kolusi itu terjadi di semua tingkatan. Prabowo menyebut bahwa perbaikan sistem dan digitalisasi bisa memberantas korupsi. Prabowo juga mengungkit masih banyak anak Indonesia yang menghadapi kesulitan. Mereka kerap kali berangkat sekolah tanpa sarapan. Mereka juga tidak menggunakan pakaian yang layak. Ia menuturkan, korupsi sangat membahayakan masa depan masyarakat Indonesia, khususnya bagi anak-anak.

"Kita harus mengakui terlalu banyak kebocoran dari anggaran kita, penyimpangan, kolusi di antara pejabat politik, pejabat pemerintah di semua tingkatan dengan pengusaha-pengusaha yang nakal, pengusaha yang tidak patriotik. Jangan lah kita takut untuk melihat realitas ini, kita masih melihat sebagian saudara-saudara kita yang belum menikmati hasil kemerdakaan. Kita harus berani menghadapi dan memberantas korupsi dengan perbaikan sistem, penegakan hukum yang tegas, dan juga digitalisasi. Kita akan kurangi korupsi secara signifikan. Supaya korupsi bisa diberantas, selain para pemimpin harus memberikan contoh yang baik dan benar, juga wajib melakukan penegakan hukum yang tegas dan keras," ucap Prabowo menegaskan. (Merdeka online, 20/10/2024).

Sementara itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengingatkan, Ketika tidak ada kekuatan yang mampu menantang atau mempertanyakan kebijakan pemerintah, kebijakan ekonomi yang dihasilkan berpotensi tidak didasarkan pada evaluasi yang menyeluruh, sehingga menghasilkan inefisiensi dalam alokasi sumber daya negara. Ia juga menjelaskan, ketika pemerintahan berjalan tanpa adanya oposisi yang kuat karena mayoritas ditarik ke kabinet dapat menimbulkan keraguan terhadap kualitas tata kelola tersebut, yang berujung pada risiko lunturnya keyakinan investor.

"Tanpa oposisi yang efektif, risiko terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan meningkat. Pemerintahan yang tidak diawasi cenderung lebih rentan terhadap praktik korupsi, nepotisme, dan pemborosan anggaran. Jika pemerintahan Prabowo berjalan tanpa oposisi, seperti dalam skenario di mana PDIP masuk ke dalam kabinet, dampak ekonominya bisa sangat signifikan. Seperti yang sudah dijelaskan, tanpa adanya oposisi yang kuat, ada risiko besar bahwa pengawasan terhadap kebijakan ekonomi akan berkurang. Keputusan ekonomi dapat diambil dengan lebih cepat, tetapi tanpa adanya kritik atau penyeimbang, kebijakan yang dihasilkan mungkin kurang teruji dan tidak melalui mekanisme checks and balances yang diperlukan," tegas Achmad. (CNBC online, 18/10/2024).

Selain beban fiskal, koalisi gemuk Prabowo yang didominasi politikus dari berbagai partai politik parlemen juga berpotensi mengganggu fungsi pengawasan DPR ke lembaga eksekutif ke depan. Sebagaimana diketahui dari 55,6% atau 60 kandidat pengisi kursi kabinet Prabowo yang terafiliasi dengan partai politik, mayoritas atau 26,7% nya dari Partai Gerindra, 24,4% dari Golkar, 9% dari Demokrat, 9% dari PAN, 9% dari PKB, 7% dari PSI, 5% dari Gelora, 4% dari PBB, 2% dari PPP, 2% dari Partai Garuda, dan 2% dari Partai Prima. Sedangkan partai politik yang menguasai Parlemen untuk periode 2024-2029 yakni PDIP 110 kursi, Golkar 102 kursi, Gerindra 86 kursi, Nasdem 69 kursi, PKB 68 krusi, PKS 53 kursi, PAN 48 dan Demokrat 44 kursi. 

Akankah harapan Indonesia bebas Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dapat terwujud? Sungguh, mimpi dan harapan rakyat untuk bahagia dan sejahtera sudah nyaris hilang. Sejak negara ini didirikan, tidak ada satu masa kepemimpinan pun yang bisa benar-benar disebut sebagai masa keemasan. Kejayaan, kemakmuran, dan kemandirian hanya ada dalam klaim dan narasi bombastis yang ada dalam pidato-pidato kenegaraan. 

Nepotisme dan korupsi adalah musuh dari kepemimpinan yang adil. Ketika seorang pemimpin memberikan keistimewaan kepada kerabat atau kroni-kroninya, ia mengkhianati kepercayaan rakyat. Ini sering kali menyebabkan ketidakadilan sosial, ketimpangan, dan kemerosotan moral di dalam pemerintahan dan masyarakat. Pemimpin seharusnya memilih orang-orang terbaik untuk jabatan-jabatan strategis, berdasarkan kemampuan dan integritas mereka, bukan karena ikatan keluarga atau kepentingan politik. Ini sejalan dengan prinsip Rasulullah Saw. yang selalu memilih orang-orang yang paling layak dalam hal keimanan, pengetahuan, dan kapasitas untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menjadikan kesejahteraan umat sebagai prioritas utama, bukan kepentingan keluarga atau pribadi. Mereka harus bekerja keras untuk menjaga keadilan, memerangi nepotisme dan korupsi, serta melayani rakyat dengan penuh tanggung jawab. Kepemimpinan semacam ini bukan hanya akan menghasilkan masyarakat yang makmur dan damai, tetapi juga akan mendapat ridha Allah SWT. karena menjalankan amanah dengan benar.

Dalam Islam, konsep kepemimpinan melibatkan tanggung jawab yang berat dan menekankan bahwa pemimpin adalah pelayan bagi umat (khadim al-ummah), bukan penguasa yang hanya mencari keuntungan pribadi atau memperkaya keluarganya. Prinsip kepemimpinan dalam Islam dan etika layanan kepada rakyat, diantaranya adalah:

1. Amanah (Tanggung Jawab): Pemimpin dalam Islam dianggap sebagai orang yang diberi amanah atau kepercayaan oleh rakyat dan Allah untuk menjaga serta mengatur masyarakat. Ini berarti bahwa kekuasaan bukanlah hak istimewa, tetapi beban tanggung jawab untuk melayani rakyat dengan adil dan bijaksana. Hal ini tercermin dalam sabda Nabi Muhammad Saw., "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka" (HR. Abu Dawud). Amanah ini harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.

2. Keadilan dan Kejujuran: Seorang pemimpin harus berlaku adil dan jujur dalam menjalankan tugasnya, tanpa memprioritaskan kepentingan keluarga atau kelompok tertentu. Keadilan adalah salah satu pilar utama dalam kepemimpinan Islam, sebagaimana Al-Qur'an mengajarkan: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil” (QS. An-Nisa: 58). Pengabaian prinsip ini, seperti melakukan nepotisme atau korupsi, bertentangan dengan tanggung jawab kepemimpinan yang sebenarnya.

3. Pelayanan kepada Umat (Rakyat): Dalam tradisi Islam, dan juga dalam banyak filosofi kepemimpinan lainnya, pemimpin dilihat sebagai pelayan rakyat. Umar bin Khattab, salah satu khalifah terbesar dalam sejarah Islam, dikenal karena kesederhanaannya dan kepeduliannya yang mendalam terhadap rakyat. Ia sering berpatroli malam hari untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan. Ini adalah contoh nyata bahwa pemimpin tidak memanfaatkan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, melainkan bekerja demi kesejahteraan semua orang, terutama yang lemah dan tertindas.

Kepemimpinan Amirul Mukminin Umar bin Khattab selama menjadi khalifah adalah salah satu model kepemimpinan yang paling diakui dalam sejarah Islam. Beliau dikenal karena sifat adil, tegas, rendah hati, serta fokus pada kesejahteraan rakyatnya. Kepemimpinan Umar adalah model bagi siapa saja yang ingin memimpin dengan hati, tanggung jawab, dan keadilan sejati. 

Lebih dari itu, Umar bin Khattab juga terbuka terhadap kritik. Beliau selalu siap dikoreksi jika ada rakyatnya yang merasa tidak puas dengan keputusannya. Salah satu contoh terkenalnya adalah ketika seorang wanita membantah pendapatnya tentang mahar, dan Umar langsung mengakui kesalahannya di depan umum, menunjukkan kerendahan hati dan keterbukaannya terhadap masukan.

Kepemimpinan Umar bin Khattab sangat menekankan kesejahteraan rakyat. Salah satu langkah yang beliau lakukan adalah menciptakan Baitul Mal (lembaga keuangan negara) untuk mengelola harta negara dan membaginya secara adil kepada rakyat. Umar juga sangat memperhatikan kesejahteraan fakir miskin dan kaum yang membutuhkan. Beliau bahkan melakukan inspeksi malam untuk memastikan bahwa tidak ada rakyatnya yang kelaparan atau menderita tanpa beliau ketahui.

Umar bin Khattab juga dikenal karena kebijaksanaannya dalam menangani non-Muslim yang tinggal di wilayah kekuasaannya. Beliau memberikan perlindungan penuh kepada kaum Yahudi, Nasrani, dan kelompok agama lain, sebagaimana terlihat dalam Piagam Yerusalem yang menjamin kebebasan beragama bagi non-Muslim. Beliau berpegang teguh pada ajaran Islam yang menekankan keadilan bagi semua manusia, terlepas dari agama atau latar belakang.

Umar bin Khattab adalah pemimpin yang tegas dalam menegakkan hukum, tetapi juga penuh belas kasih kepada rakyatnya. Beliau sangat hati-hati dalam mengambil keputusan, selalu memastikan bahwa setiap tindakan didasarkan pada prinsip keadilan dan kebajikan. Ketika memimpin, Umar selalu mendorong pejabatnya untuk mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi.

Begitupun pada masa keKhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Khalifah Umar bin Abdul Aziz memberantas kezaliman atas rakyat. Khalifah Umar bin Abdul Aziz banyak membuat kebijakan dalam negeri yang revolutif ketika memimpin. Salah satunya adalah membuat kementerian kezhaliman atau Wizarah al-Madzlamah yang bertugas mengurus siapapun rakyat yang terzalimi oleh penguasa. 

Dalam hal kesejahteraan ekonomi, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berhasil mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Semua rakyatnya hidup berkecukupan. Kemakmuran warga Khilafah kala itu merata di seluruh penjuru wilayah kekuasaan Islam, bahkan zakat tersimpan di Baitul mal karena tidak ada yang masuk dalam kategori penerima zakat sebab semuanya telah sejahtera.

Hanya saja kepemimpinan seperti itu akan terwujud jika negaranya menerapkan sistem Islam, bukan yang lain. Untuk itu marilah kita mengganti sistem saat ini yang terbukti selalu melahirkan pemimpin zalim dan pemerintahan rawan KKN. Hanya dengan sistem Islam harapan pemimpin dan rakyatnya akan terwujud.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar