Pro Kontra Persoalan KPK Sidak Korupsi vs Politisasi Uang yang Bergemericik di Tengah PILKADA Berlangsung


Oleh : Rohmatika Dia Rofa

Gempar Kembali penangkapan 3 orang dalam kasus korupsi yang terjadi di kalimantan timur. Dilansir dari berita PROKAL.CO, selama hampir sepekan di Kalimantan Timur (Kaltim), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah empat tempat dengan dua di antaranya merupakan instansi pemerintahan. Dan Hasil penyelidikan dan penyidikan di Kaltim, KPK rupanya sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, dugaan korupsi terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Kaltim. Tiga orang tersebut salah satunya adalah AFI, Awang Faroek Ishak, eks gubernur Kaltim dua periode. KPK menyidik kasus tersebut sejak 19 September 2024 lalu. “Telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka," tegas Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto. "KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1204 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang warga negara Indonesia yaitu AFI, DDWT dan ROC," ungkapnya.

Dalam rentetan kasus ini KPK pun mengatakan pada TRIBUNKALTIM.CO, bahwa Koordinator Pokja 30 Kaltim, Buyung Marajo mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak menjadi alat politik. Hal ini disampaikan karena beberapa hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang 'mengobok-obok' Provinsi Kalimantan Timur. Dunia perpolitikkan ini berbuah getir dari berbagai polemik kasus ketiga diatas tidak bisa dipungkiri oligarki dan pemerintahan berkaitan erat di dalam sistem kapitalisme di mana tidak ada yang namanya teman abadi, yang ada kepentingan abadi. Demokrasi syarat kepentingan. Namun dalam asosiasinya Selain korupsi, demokrasi juga sarat dengan politik uang. Maraknya politik uang sejatinya menunjukkan bahwa demokrasi adalah politik berbiaya mahal. Sehingga sangat peran dukungan para pemilik modal sebagai mahar politik yang sangat tinggi akibatnya kebijakan sarat dan melindungi kepentingan pemodal. Tak berlaku lagi seperti slogan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Dalam kondisi lapangannya sementara itu, rakyat selalu dalam posisi dikorbankan Padahal segala keteraturan baik kebijakan dan keteraturan segala izin adalah kewenangan negara yang seharusnya adalah untuk kemaslahatan rakyat. 

Terkaitan himbauan yang diberitakan KALTIMPOST.ID, bahwa tindak pidana politik uang diatur dalam Pasal 523 Ayat 1 sampai dengan ayat 3 dalam UU No 7/2017 tentang pemilihan umum, yang dibagi dalam 3 kategori yakni: kampanye, masa tenang, dan saat pemungutan suara. Oleh karena itu, masyarakat diajak untuk berpartisipasi menolak segala bentuk praktik politik uang. “Jika ada indikasi politik uang, silahkan informasikan pada pihak terkait yaki bawaslu. Ada pula Sentra Gakkumdu beranggotakan polri dan kejaksaan,” jelas Kabid Humas Polda Kaltim, Kombea Pol Yuliyanto, Rabu (25/9). Padahal jika kita ketahui tidak ada yang murah dalam perpolitikkan di era demokrasi dan berbagai kebijakan yang sering kali menyebabkan paceklik pada rakyat dalam hak pemenuhan hajat hidup. Wajar jika momentum pemilu menjadi ajang persaingan pihak-pihak yang berkepentingan. Yang sudah berkuasa, tentu ingin kekuasaannya langgeng. Begitupun pihak yang sebelumnya kalah, berusaha agar bisa merebut kekuasaan. Mereka dan kroninya beradu modal dan strategi demi memenangkan permainan.


Ketenangan Zaman Ala Politik Rasulullah

Perantara pemerintahan dimasa rasullullah bagi partai Islam dan partai berbasis massa Islam jika mereka benar-benar berkhidmat untuk kepentingan Islam dan kaum muslim.Allah Swt. menjanjikan, keberkahan hidup dan kebahagiaan hakiki hanya mungkin mewujud jika kita menyempurnakan ketakwaan. Yakni dengan cara menjalankan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan sebagaimana yang Allah perintahkan. Allah Swt. berfirman,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
‘”Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96)

Tentu saja jalan mewujudkan penegakan syariat Islam bukanlah perkara ringan. Dakwah Islam kafah harus terus digencarkan agar umat paham bahwa ketaatan total adalah bukti keimanan dan mereka pun siap hidup di bawah naungan Islam, yang Dimana fungsi pemimpin negara atau khalifah adalah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyat sekaligus melindunginya dari segala macam bahaya sehingga fokus utama kerja penguasa adalah mengurusi urusan umat, bukan pengusaha. Sebabnya, bagi penguasa yang lalai dalam memenuhi kebutuhan umat, Allah Swt. akan mengharamkan dirinya masuk surga. Apalagi bagi penguasa yang menipu rakyatnya dengan menjual seluruh harta rakyat seperti batu bara, minyak, air, gas, dll. Selanjutnya, hanya khalifah yang berwenang mengangkat orang-orang yang dianggap mampu membantunya (berkapasitas dan berintegritas) dalam menjalankan roda pemerintahan, seperti muawin (wakil kepala negara), wali (setingkat gubernur) dan amil (setingkat bupati), serta orang-orang lain yang akan duduk dalam struktur negara. Mekanisme ini sangat efisien dalam pembiayaan (anggaran) maupun soliditas penguasa sehingga penguasa bisa fokus pada alokasi anggaran untuk melayani rakyat.

Yang dalam pemilihan pemimpin pun didalam islam tidak membeban kan pada para pemimpin untuk mempromosikan diri sebab semua standart jadi seorang pemimpin / khalifah adalah yang mampu menjalankan syariat secara kaffah dan memiliki motivasi ruhiah, bukan materi. Pahala yang mereka incar, bukan harta. Kontestasinya yang sederhana tidak akan membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, inilah yang menjadikan sistem politik Islam terhindar dari setiran cukong-cukong politik. Saat kandidat menjadi penguasa, ia akan menetapkan kebijakan yang independen, tidak ada intervensi dari mana pun. Hanya syariatlah yang menjadi pedoman dalam menetapkannya. 

Kepemimpinan politik (pemerintahan) dalam Islam adalah tunggal, tidak ada pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Khalifah adalah kepala negara sekaligus secara riil menjadi kepala pemerintahan. Rakyat hanya sekali dilibatkan dalam proses memilih dan mengangkat kepala negara (yang gelarnya adalah khalifah, imam, atau amirulmukminin) sepanjang kepala negara terpilih tetap menjalankan Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah. Dan dalam perjalanan peranan perpolitikkan rakyat ada dalam posisi politik (siyasah) dalam Islam bermakna ri’ayah syu’un al-ummah (mengurusi urusan umat). Adapun aktivitas politik dilaksanakan oleh rakyat dan pemerintah. Pemerintah merupakan Lembaga yang mengatur urusan rakyat secara praktis sedangkan rakyat yang mengontrol sekaligus mengoreksi pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya. Sehingga segala transparasi dalam kepemerintahan tergambar dengan jelas.

Wallahua’lam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar