Oleh : Dwi March Trisnawaty (Mahasiswi Magister Sains Ekonomi Islam Universitas Airlangga)
Sudah menjadi pemberitaan umum bahwasannya remaja saat ini mengalami kondisi krisis kesehatan mental yang dinilai semakin mengkhawatirkan. Arus media sosial yang bebas menampilkan konten-konten baik mendidik dan tidak mendidik menjadi konsumsi hiburan di setiap sela-sela waktu. Tidak heran jika dari konten tersebut sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari para remaja tanpa adanya pengawasan bijak. Hal ini sudah menjadi ancaman serius demi tercapainya generasi emas di masa mendatang. Bahkan fakta yang lebih mengejutkan terungkap melalui Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional untuk remaja 10-17 tahun di Indonesia. Memperlihatkan satu dari tiga remaja Indonesia telah menghadapi masalah kesehatan mental, setara dengan 15,5 juta remaja. (timesindonesia.co.id, 17/10/2024)
Rapuhnya kesehatan mental yang dialami remaja Indonesia yakni ada beberapa faktor meliputi paparan kesulitan, tekanan teman sebaya, eksplorasi identitas, serta pengaruh media sosial. Golongan berisiko tinggi mencakup remaja dari lingkungan rentan, penyandang disabilitas, remaja hamil, menikah dini, atau dari kelompok minoritas. Kekerasan, terutama kekerasan seksual dan perundungan, pola asuh kasar, serta masalah sosial ekonomi meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental secara signifikan (WHO, 2024).
Dari realita persoalan remaja di atas yang saat ini kedudukannya dipegang oleh Gen Z tiada habisnya bila dikupas satu-persatu. Gen Z sebagai generasi muda dengan rentang usia 27-12 tahun atau kisaran kelahiran tahun 1997-2012. Dapat dikategorikan sebagai golongan yang rentan terhadap segala permasalahan dalam kehidupan. Mulai dari permasalahan mental health, bullying merajalela, dan tingginya angka pengangguran diperkirakan 9.9 juta penduduk di seluruh Indonesia. Tak terelakkan pula permasalahan yang datang menimpa generasi muda khususnya remaja Gen Z akibat buah penerapan sistem demokrasi yang melanggengkan sistem kapitalisme serta sekularisme berdiri di atas pengaturan yang rusak dan merusak. Dengan begitu, Gen Z hari ini semakin terjebak dalam gaya hidup rusak dan bebas seperti FOMO, konsumerisme, hedonism.
Sebagai pemuda agen perubahan serta penggerak tonggak peradaban, beban remaja muda Gen Z tidaklah mudah. Karena Gen Z hidup dalam kungkungan sistem sekuler kapitalisme, remaja dijebak untuk menjauhkan diri dengan aturan Sang Khalik. Agama dianggap menyusahkan dan tidak memiliki peran dalam kehidupan. Sehingga standar tidak lagi sesuai fitrah manusia. Generasi hari ini semakin dilenakan dengan kemewahan dan kesenangan sesaat di dunia, tanpa harus berpikir kritis dalam memandang fenomena ini dengan sudut pandang yang khas.
Padahal Gen Z berpotensi besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang shahih yakni mewujudkan kehidupan Islam kaffah. Sistem demokrasi membutakan pandangan Gen Z dari perubahan hakiki dengan menyuarakan Islam kaffah, hanya dengan sistem Islamlah generasi dan umat manusia bisa selamat. Maka dari itu, demi mewujudkan peradaban Islam kaffah, gen Z membutuhkan partai secara serius membina Gen Z secara benar dan shahih. Sehingga mampu mendorong terbentuknya gen Z berkepribadian Islam, sebagai pembela Islam dan membangun peradaban islam di garda terdepan.
Peran Gen Z tonggak peradaban bukan semata atas dasar tuntutan sosial saja. Melainkan peran ini berpijak pada tuntutan atas dasar keimanan yang kokoh dan menghunjam pada diri generasi. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. Tirmidzi). Jelas, bahwasannya dalam hadis ini menegaskan Allah SWT menuntut pertanggungjawaban mengenai kehidupan di masa muda kita.
Wallahua’lam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar