Oleh : Wulan Safariyah (Aktivis Dakwah)
Anak merupakan anugerah sekaligus amanah yang Allah Swt titipkan kepada orang tua. Sebagai orang tua, sudah seharusnya menjaga dan melindungi amanah tersebut. Akan tetapi, ada saja anak yang mengalami kekerasan seksual. Dan, hal yang tidak dapat dipercaya adalah tindakan kekerasan seksual tersebut banyak yang dilakukan oleh orang terdekat ataupun orang yang dikenal korban. Sebagaimana yang telah terjadi baru-baru ini.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kalimantan Timur Sumadi mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati ketika menitipkan anak mengaji dan berkegiatan di luar rumah. Imbauan ini disampaikan terkait kasus pencabulan yang terjadi di salah satu Taman Pendidikan Al Quran (TPA) Samarinda Seberang yang dilakukan seorang guru inisial W terhadap muridnya.
Kepada polisi W mengakui, dia melancarkan aksinya dengan modus mengiming-imingi atau menjanjikan korban dengan hadiah 1 unit Ponsel pintar dan uang jajan kepada korban. Ia melakukan pencabulan terhadap anak muridnya dilakukan sudah 10 kali dan mulai terjadi sejak Juli 2024. (headlinekaltim.co)
Fakta lain terjadi di Balikpapan, seorang paman tega melakukan tindak pencabulan terhadap dua keponakannya yang masih dibawah umur selama 10 tahun lamanya. Bahkan satu diantaranya mengalami gangguan mental. Pencabulan tersebut terjadi saat korban kerap tinggal dirumah tantenya. Disaat Tante atau istri dari pelaku tersebut meninggalkan rumah, pelaku langsung melancarkan aksinya. (www.instagram.com)
Masih di Balikpapan, Seorang pekerja diperusahaan swasta yang juga menyambi sebagai ojek online (ojol) berinisial JM didakwa melakukan pemerkosaan terhadap anak gadisnya yang masih berusia 4 tahun. Aksi bejat ini dilakukan JM didalam rumah kontrakannya, saat sang istri masih bekerja. Aksi bejat ini tidak hanya sekali dilakukan JM. Ketika ada kesempatan JM melakukan lagi aksi tersebut. (www.instagram.com)
Sungguh amat menyakitkan mengetahui ada anak yang mengalami kekerasan seksual, terlebih tindakan itu dilakukan oleh orang yang dikenal dekat oleh korban. Yang seharusnya mampu menjadi pelindung. Beberapa imbauan pun diberikan kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap tindak kekerasan seksual terhadap anak.
Namun, pertanyaan nya apakah cukup perlindungan hanya dengan memberikan imbauan seperti itu?
Hilangnya Perlindungan Bagi Anak
Dalam sistem kehidupan sekuler liberal, hilangnya perlindungan bagi anak, apapun bisa saja terjadi. Bahkan, hal yang menurut manusia tak masuk akal dan tidak mungkin, pada kenyataannya hal itu mungkin saja terjadi. Dan, memang saat ini terjadi. Seperti, seorang guru ngaji mencabuli muridnya, seorang paman melakukan tindakan pencabulan terhadap ponakannya, bahkan seorang ayah tega memperkosa anak kandungnya yang masih berusia balita.
Upaya pemerintah dalam rangka perlindungan anak melalui UU PPKS (Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual) ternyata tidak mampu menjamin adanya perlindungan. Kasus pelecehan maupun kekerasan seksual anak terus saja berulang.
Sejatinya kekerasan seksual tidak akan pernah terselesaikan dengan payung hukum ala kapitalis liberal, meskipun dengan banyaknya UU yang dibuat untuk menyelesaikan masalah kekerasan seksual yang tak kunjung reda. Sebab, hukum yang ada dalam sistem saat in ternyata hanya sekedar memberikan solusi persoalan tambal sulam. Sehingga masih belum mampu memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban.
Masalah ini merupakan penyakit sistemik yang tidak lagi manjur diobati dengan memberikan UU yang notabenenya berasal dari pikiran manusia yang lemah dan terbatas. Negara yang berasaskan Sekulerisme terbukti gagal menyelesaikan segala permasalahan termasuk melindungi anak. Anak-anak saat ini dalam kondisi tidak aman di dalam maupun di luar rumah, siapa saja berpotensi jadi pelaku dan korban kekerasan seksual.
Oleh karena itu, kita perlu menemukan apa akar permasalahannya. Apabila ditelaah secara mendalam, akar penyebab semakin maraknya kekerasan seksual terhadap anak adalah akibat dari liberalisasi buah sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini tidak akan pernah memberikan rasa aman bagi anak, bahkan kejahatan seksual terhadap anak jauh lebih sadis dan membuat miris.
Sekulerisme yang memisahkan peran agama dari kehidupan akan menjadikan ketaqwaan individu semakin tergerus. Orang-orang yang lemah imannya merasa dirinya boleh melampiaskan nafsunya kepada siapa saja Di sisi lain dorongan seksual terus menerus dimunculkan di berbagai ruang masyarakat. Liberalisme melegalkan berbagai komoditas seksual, baik pornografi maupun pornoaksi.
Sementara itu berbagai kalangan menilai bahwa pemerintah belum mempunyai kepedulian yang serius terhadap permasalahan ini. Pemerintah seakan tak punya gigi umtuk menjerat para pelakunya, kalaupun ada sanksi, namun tidak pernah membuat efek jera. Adapun Islam yang memiliki aturan yang jelas dalam menuntaskan masalah ini diabaikan dengan berbagai alasan.
Pencegahan Islam
Islam diturunkan oleh Allah dengan seperangkat aturan hidup bagi manusia. Islam menjadi rujukan dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Termasuk mencegah munculnya gejolak seksual, sehingga anak terlindungi dari kejahatan seksual.
Islam mencegah tindak pelecehan seksual dengan tiga pilar yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan negara. Orang tua dan keluarga juga memiliki peran penting dalam menjaga anak-anak.
Dalam Islam anak adalah amanah bagi orang tuanya yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah swt. Orang tua wajib mendidik anak-anak dengan hukum Islam agar menjadi individu yang bertaqwa.
Pemahaman terhadap hukum Islam secara menyeluruh adalah salah satu benteng agar anak tidak terjebak kepada kondisi yang membahayakan dirinya. Diantaranya dengan memahamkan batasan aurat dan batasan berinteraksi dengan orang lain. Islam juga memerintahkan orang tua untuk memisahkan tempat tidur anak. Semua pemahaman ini harus disampaikan kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami.
Menjalin komunikasi dengan anak, sehingga akan terbentuk sikap keterbukaan, kepercayaan, dan rasa aman pada anak. Hal ini, agar anak tidak perlu takut bercerita tentang berbagai kejadian yang dialaminya. Misalmya diiming-imingi, diajak pergi, diancam, atau pun diperdaya oleh seseorang. Selain orang tua, dibutuhkan juga peran keluarga dalam menjaga dan mengawasi anak.
Kontrol masyarakat juga sangat diperlukan dalam menciptakan lingkungan yang aman untuk anak-anak. Masyarakat tidak boleh membiarkan ada celah sedikit pun bagi munculnya kekerasan seksual.
Ketika hukum Islam mengharamkan pornografi dan pornoaksi, maka seharusnya masyarakat memiliki satu pemikiran, satu perasaan, dan satu aturan terhadap masalah ini. Selain itu, masyarakat juga melakukan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai bentuk penjagaan terhadap segala sesuatu yang mengarah pada kekerasan seksual ataupun semacamnya.
Penerapan aturan Islam oleh negara sangat penting. Karena, pada hakekatnya hanya negara yang mempunyai kemampuan untuk mengatur dan menerapkan Syariat Islam.
Negara wajib menjaga suasana taqwa agar senantiasa hidup, baik pada individu, keluarga, maupun masyarakat. Sistem pendidikan dan dakwah Islam yang dilakukan oleh negara akan memudahkan terbentuknya individu yang bertaqwa dan memahami aturan-aturan Islam. Hal ini dapat membentengi individu dari melakukan kekerasan seksual.
Negara juga akan menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Sistem sanksi dalam Islam bersifat Jawabir (Penebus) dan Jawazir (Pencegah). Selain mampu menebus dosa manusia di dunia, juga tidak akan lagi dibalas di akhirat dan hukum Islam pun mampu mencegah orang lain untuk tidak berbuat hal yang sama.
Adapun, sanksi bagi pemerkosa yang belum menikah dicambuk 100 kali, dan bagi yang sudah menikah dirajam sampai mati. Apabila melukai kemaluan anak dengan persetubuhan didenda 1/3 dari 100 ekor unta.
Demikianlah, gambaran pencegahan dan penjagaan sistem Islam terhadap anak. Anak dalam sistem Islam terjamin keamanannya. Jadi, melindungi anak tidak cukup hanya imbauan kepada orang tua saja tapi butuh aturan Islam yang komprehensif.
Wallahu'alam bissawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar