Oleh : vieDihardjo (Alumnus Hubungan Internasional)
Pakar politik Universitas Airlangga (UNAIR) Ali Shahab.S.IP.MSi menyebut Kabinet merah putih ‘gemuk’. Prabowo melantik total 112 pejabat Menteri, wakil Menteri dan setingkat Menteri pada hari Senin, 21 Oktober 2024. Total tersebut hampir menyamai kabinet dwikora, 132 Menteri yang dibentuk oleh Presiden Soekarno pada tahun 1966. Menurut pengamat kebijakan publik, Yanuar Nugroho butuh waktu enam bulan hingga satu tahun untuk kementerian yang baru dibentuk agar bisa bekerja secara efektif. Sementara itu, Lembaga kajian ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kabinet baru bisa menghabiskan dana hingga Rp 777 miliar per tahunnya, jika dibandingkan dengan kabinet Jokowi memiliki komposisi 34 Menteri ditambah dengan 17 wakil Menteri yang menghabiskan 387,6 miliar per tahun. Kabinet merah putih bahkan dipandang akan meneruskan ‘rezim hutang Jokowi’.
Pengamat politik Hendri Satrio menilai, tim ekonomi yang disiapkan Prabowo dalam Kabinet Merah Putih nanti tidak akan jauh berbeda dengan tim yang dimiliki kabinet Jokowi. Hal ini terbukti dari banyaknya wajah-wajah lama yang dipanggil Prabowo ke kediamannya menjelang pelantikan kabinet. Sedangkan dari sisi komposisi Menteri yang diangkat, 55,6 persen atau 60 dari 108 anggota kabinet berasal dari kalangan politisi, sedangkan hanya 15,7 persen atau 17 anggota yang merupakan profesional dan teknokrat. Pembentukan Kabinet Merah putih yang ‘gemuk’ diduga sebagai menguatnya politik patronase.
Jean-Franois Bayart, seorang ilmuwan politik, pernah mengatakan, "Politik patronase adalah seni membagi kue kekuasaan." Penunjukan pejabat dan pembentukan kementerian baru dapat dilihat sebagai imbalan bagi para pendukung Prabowo. Pengajar Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Indaru Setyo Nurprojo menilai, partai-partai koalisi, organisasi masyarakat, bahkan mungkin individu, pendukung Prabowo yang kini punya posisi strategis di kabinet adalah klien. Sementara Prabowo sebagai patron, akan memberikan kompensasi terhadap dukungan para kliennya.
Bagi-bagi ‘kue’ kekuasaan ini diperkuat oleh undang-undang, yakni direvisi undang-undang No.39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara pasal 15 beserta penjelasannya , yang menetapkan jumlah maksimal Kementerian adalah 34, menjadi ditetapkan sesuai kebutuhan presiden.
Bagaimana Islam Memandang Penunjukan Pejabat Negara?
Didalam islam, kepemimpinan atau kekuasaan sangatlah penting, Bahkan Allah mengajarkan kepada Rasulullah SAW suatu doa agar beliau diberikan kekuasaan, Allah berfirman,
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.
Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan yang dapat digunakan menolong agama Allah. Pemilihan pejabat yang duduk dalam kursi kekuasaan juga diharuskan adil dan amanah, juga memiliki kompetensi yang sesuai dengan tugasnya, bukan berdasarkan faktor, kedekatan, kekerabatan juga balas budi (transaksional).
Sebagaimana Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.. (QS. Annisaa : 58)
Para pejabat yang diberikan amanah akan senantiasa takut dan khawatir akan pertanggungjawaban kepemimpinan mereka di akhirat kelak. Umar bin Khattab mengungkapkannya “Sungguh andai ada seekor domba mati dalam keadaan terbuang di tepi sungai Eufrat (di Irak) aku sangat khawatir bahwa Allah’ Azza wa Jalla akan meminta pertangggungjawaban diriku atas hal itu pada hari kiamat kelak”.
Memastikan seluruh jajaran pejabat negara menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam melayani masyarakat adalah penting dan wajib dilakukan oleh Khalifah. Amanah jabatan sebagai pelayan masyarakat benar-benar berjalan dengan baik dan benar.
Pengangkatan para pejabat karena kedekatan, kekerabatan dan juga imbal jasa sebagai bentuk menguatanya politik patronase dapat dicegah dengan kembali menerapkan sistem islam kaffah dalam bingkai Khilafah’ala minhajin nubuwwah.
Wallahu’alam bisshowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar