Cegah Tawuran Pelajar, Pentingnya Peran Keluarga Hingga Negara


Oleh : Ratih Ramadani, S.P. (Pemerhati Remaja) 

Akhir-akhir ini, kasus tawuran pelajar sering terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Pelakunya bukan hanya dari siswa SMA/SMK saja melainkan juga dari siswa SMP. Untuk mencegah kasus tawuran pelajar dan kasus-kasus kenakalan remaja lainnya, Polsek Kawasan Pelabuhan Samarinda melakukan apel pembinaan kepada semua siswa SMKN 7 Samarinda. Dalam apel pembinaan tersebut, selain diikuti oleh seluruh pelajar, juga dihadiri langsung kepala sekolah dan semua dewan guru.

Kapolsek Kawasan Pelabuhan Samarinda, yang diwakili oleh Kanit Samapta Polsek Kawasan Pelabuhan Samarinda Iptu Kasidi, S.H., menyampaikan beberapa hal dalam apel tersebut. Inti pembinaan berkaitan dengan tertib berlalu lintas, bahaya narkoba, dan tawuran pelajar. Sementara itu, kegiatan apel pembinaan dilakukan pada Senin, 14 September 2024.

Dalam kegiatan tersebut Iptu Kasidi, S. H., menghimbau kepada seluruh Siswa-siswi agar mampu menjaga diri dengan baik. Jangan mudah terjerumus dalam pergaulan yang menyesatkan dan bernilai negatif.


Mengapa Hal Ini Terjadi? 

Tidak ada sebab tanpa akibat. Tawuran pelajar hanyalah akibat dari sebab. Penyebabnya ada dua, yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor internal adalah hilangnya identitas hakiki diri remaja. Sistem kehidupan sekuler telah mengikis identitas dan jati diri remaja sebagai hamba Allah. Mereka memandang kehidupan seakan sekadar tempat bersenang-senang.

Aqidah sekuler yang menjauhkan remaja dari aturan agama menjadikan mereka terombang-ambing dan terbawa arus. Jadilah remaja kita nirakhlak, gemar bermaksiat, dan berperangai buruk.

Aqidah sekuler pula yang mengeliminasi peran mereka sebagai pemuda. Generasi muda hanya tahu tentang eksistensi diri untuk meraih kepuasan materi. Jiwanya teracuni pemikiran sekuler, batinnya kosong dengan nilai Islam.

Alhasil, remaja kita mudah frustasi, gampang gundah, emosi tidak stabil, nirempati, hingga merasa insecure. Tidak ayal, banyak di antara remaja mengalami depresi hingga berakhir bunuh diri. Adapun faktor eksternal terbagi menjadi tiga aspek, yaitu keluarga, lingkungan, dan negara. Faktor keluarga adalah paradigma kedua orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Jika paradigmanya adalah sekuler kapitalistik, anak-anak akan tumbuh menjadi generasi sekuler yang hanya berorientasi pada kesuksesan duniawi.

Memang, masa remaja adalah masa paling krusial. Mereka mengalami transisi dari fase anak-anak menuju dewasa. Pada masa inilah peran orang tua sangat mereka butuhkan untuk membimbing dan membina mereka menjadi berkepribadian mulia. Ini agar para remaja tidak mudah terbawa arus sekularisasi dan liberalisasi yang tengah gencar menyasar generasi.

Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian generasi. Rumah dan sekolah merupakan lingkungan tempat generasi menjalani kehidupan sosial mereka. Jika kedua lingkungan ini tidak mendukung, bisa menyebabkan berbagai pengaruh negatif pada perkembangan anak-anak.

Lingkungan adalah tempat anak-anak tumbuh dan berkembang. Jika masyarakat hidup dalam lingkungan sekuler, agama tidak lagi menjadi pedoman hidup secara mutlak. Islam tidak lagi menjadi standar dalam menilai perbuatan. Akibatnya, pergaulan remaja menjadi bebas nilai. Gaya hidup liberal dan hedonis telah merusak kehidupan remaja. Bahkan, bisa merenggut masa depan mereka, seperti zina, hamil di luar nikah, hingga aborsi.

Sedangkan faktor negara ialah penerapan kurikulum dan sistem pendidikan. Tugas negara adalah menciptakan suasana takwa pada setiap individu. Negara berkewajiban melindungi generasi dari paparan ideologi sekuler kapitalisme yang merusak kepribadian mereka.

Negara juga berkewajiban menyaring dan mencegah tontonan yang tidak mendidik. Salah satu penyebab remaja kita mengalami krisis moral juga karena tontonan yang tidak menuntun, seperti konten porno atau tayangan yang mengajarkan nilai-nilai liberal.

Oleh karenanya, untuk menghasilkan generasi unggul, cerdas, dan bertakwa, tidak cukup mengurai masalah cabang saja. Sementara, akar masalahnya penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang masih menjadi pedoman dalam menyusun kerangka kurikulum dan kebijakan pendidikan.

Negeri ini harus mengevaluasi, mengoreksi, serta merevolusi total sistem pendidikan agar tawuran antarpelajar dan problem remaja lainnya dapat terselesaikan secara tuntas.


Pandangan Islam

Pendidikan dalam Islam terlahir dari sebuah paradigma Islam berupa pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan dunia, sebelum dunia dan kehidupan setelahnya, serta kaitan antara kehidupan dunia dengan kehidupan sebelum dan sesudahnya. Paradigma pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari paradigma Islam.

Pendidikan dalam Islam merupakan upaya sadar dan terstruktur, serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi. Itulah tujuan pendidikan Islam.

Asasnya adalah akidah Islam. Asas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, pengembangan budaya, dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.

Pendidikan berbasis sistem Islam memadukan tiga peran sentral yang berpengaruh pada proses perkembangan generasi. Pertama, keluarga. Dalam hal ini, orang tua adalah ujung tombak lahirnya bibit unggul generasi. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak.

Setiap keluarga yang menginginkan anak-anaknya cerdas dan bertakwa wajib menjadikan aqidah Islam sebagai basis dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak. Setiap anak harus dibekali keimanan dan kecintaan yang tinggi kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan bekal iman inilah akan terbentuk ketakwaan dalam diri mereka yang dapat mencegahnya dari berbuat maksiat.

Kedua, masyarakat. Dalam sistem Islam, perilaku masyarakat akan selalu kondusif. Jika masyarakatnya bertakwa, amar ma'ruf nahi mungkar akan berjalan secara efektif. Dengan lingkungan masyarakat yang senantiasa mengajak pada ketaatan, suasana tersebut akan berdampak positif pada anak-anak. Tabiat dasar anak adalah meniru dan mencontoh yang mereka lihat di lingkungan masyarakat. Jika masyarakatnya baik, individu pun ikut baik.

Ketiga, negara. Tugas negara adalah menyelenggarakan pendidikan secara komprehensif. Negara wajib menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, mulai dari kurikulum berbasis aqidah Islam, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, tenaga pengajar profesional, hingga sistem gaji guru yang menyejahterakan.

Negara juga melakukan kontrol sosial dengan melakukan pengawasan atas penyelenggaraan sistem Islam kaffah. Negara menegakkan sanksi bagi para pelanggar syariat, seperti pelaku tawuran, pezina, atau pelaku maksiat lainnya.

Pada masa pemerintahan Islam (Khilafah), telah banyak lahir generasi cemerlang yang unggul. Tidak hanya unggul dalam ilmu saintek, mereka pun sukses menjadi ulama yang faqih fiddin. Keseimbangan ilmu ini terjadi karena menjadikan Islam sebagai asas dan sistem yang mengatur dunia pendidikan.

Dalam lintas sejarah Islam, pendidikan Islam mengalami kejayaan dan kegemilangan yang diakui dunia internasional. Lembaga pendidikan tumbuh subur, majelis-majelis ilmu di selasar masjid yang membahas berbagai ilmu pengetahuan pun bertaburan.

Tidakkah kita berharap mengulang kembali kejayaan tersebut? Insyaallah masa depan generasi negeri ini bisa dan hanya terwujud dengan Islam. Wallahualam Bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar