Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah menganulir vonis bebas Gregorius Ronald Tannur menjadi 5 tahun penjara dalam kasus dugaan pembunuhan Dini Sera. Vonis itu dibatalkan sehari sebelum 3 hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan inisial ED, HH, dan M yang ditangkap jaksa terkait dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto pasal 6 ayat 2 juncto pasal 12 huruf C juncto Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menyita uang senilai Rp920 miliar dan emas batangan seberat 51 kg dari kediaman mantan pejabat MA, Zarof Ricar, di kawasan Senayan, Jakarta. Uang ratusan miliar itu didapatkan saat penyidik menggeledah kediaman Zarof terkait dugaan pemufakatan jahat suap untuk mengkondisikan putusan kasasi Ronald Tannur.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyebut terungkapnya kasus itu merupakan pengembangan dari penyidikan kasus dugaan suap terhadap tiga hakim PN Surabaya yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur. (detiknews, 26/10/2024 ).
Selain upaya menyuap tiga hakim yang mengadili Ronald Tannur dalam dugaan pembunuhan Dini Sera. Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat juga berupaya melakukan suap kepada hakim MA pada tingkat kasasi melalui Zarof sebagai 'makelarnya'. Zarof mengaku menerima sejumlah uang dari tindakan kongkalikong perkara di MA. Perbuatan sebagai makelar kasus itu diakui Zarof telah dilakukannya lebih dari 10 tahun silam mulai tahun 2012-2022. Karena 2022 sampai sekarang yang bersangkutan sudah purnatugas. Kepada penyidik Zarof mengaku lupa jumlah total pengurusan perkara yang diaturnya. Termasuk dari siapa saja uang hasil pengondisian perkara itu berasal.
“Terhadap peristiwa tersebut MA merasa kecewa dan prihatin, karena peristiwa ini telah mencederai kebahagiaan dan rasa syukur terhadap rekan-rekan hakim seluruh Indonesia atas perhatian pemerintah yang telah menaikkan tunjangan dan gaji hakim,” tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10).
Upaya pemerintah memperbaiki kesejahteraan hakim baru saja termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah MA. Dengan terbitnya PP tersebut menunjukkan kepedulian pemerintah yang begitu besar atas kesejahteraan hakim.
“Setelah mendapatkan kepastian dilakukan penahanan oleh Kejaksanaan Agung, maka secara administrasi hakim tersebut akan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh presiden atas usul MA. Dan apabila di kemudian hari dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka ketiga hakim tersebut akan diusulkan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Presiden,” Yanto menandaskan. (merdeka online, 24/10/2024).
Ternyata gaji yang tinggi tidak berbanding lurus dengan meningkatnya integritas. Sebesar apapun gaji jika integritas hakim rendah maka korupsinya akan berlanjut, karena mereka adalah yang membuat kebijakan, semakin lama akan semakin licik untuk bisa mengakali hukum-hukum yang ada. Secara, sistem hukum hari ini memberikan celah yang cukup untuk membuat berbagai manipulasi maupun berbagai penyimpangan.
Negara Indonesia menggunakan sistem hukum warisan Belanda, meskipun penjajah Belanda telah hengkang namun sistem hukumnya tetap dipakai sampai hari ini. Dan ternyata Belanda juga mengambil KUHP dari Perancis karena Belanda dijajah oleh Perancis. Sementara Perancis mengambil dari Romawi. Jelaslah ini adalah warisan hukum Romawi, maka pantas jauh dari nilai-nilai keadilan. Ditambah lagi kontrol masyarakat lemah, menambah karat timbangan keadilan ala kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan, dan menuhankan materi. Apapun bisa dilakukan asal ambisinya terpenuhi.
Berbeda dengan sistem Islam. Di masa Khalifah Umar bin Khattab dan di masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Di masa Khulafaur Rasyidin gaji qadhi atau hakim antara 100 sampai 500 dirham yang jika dirupiahkan dengan harga dirham antam sekarang sekitar 350.000 berarti antara 35 juta sampai di atas 100 juta. Dengan begitu, qadhi atau hakim akan fokus pada tugas yang diembannya. Hal ini niscaya karena sumber pendapatan negara berlimpah ruah tersebab pengelolaan SDA oleh negara tanpa dikte pihak swasta, asing, atau pun aseng.
Hakim bekerja bukan semata-mata mencari uang apalagi menumpuk harta. Yang menjadi tujuan utama adalah mencari ridha Allah SWT. demi tegaknya hukum Allah SWT. di muka bumi. Mereka takut benar akan azab yang pedih yang akan mereka terima jika berkhianat kepada bangsa, terlebih kepada Allah SWT.
Allah SWT. berfirman,
أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمًا لِّقَوۡمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin?" (QS. Al-Maidah: 50).
Mereka ingat betul akan hadis Nabi Saw., “Sungguh Allah senantiasa membersamai hakim selama ia tidak menyimpang. Jika ia menyimpang, Allah meninggalkan dirinya dan yang menemaninya adalah setan.” (HR Ibnu Majah).
Juga Hadis Nabi Saw.,
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Sungguh kalian akan berambisi terhadap kekuasaan. Padahal kekuasaan itu bisa berubah menjadi penyesalan pada hari kiamat kelak." (HR. Al-Bukhari).
Masyarakatnya pun berlomba-lomba dalam kebaikan dengan senantiasa beramal ma'ruf nahi munkar. Maka terwujudlah pemerintahan yang bersih dan kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Sungguh suasana seperti ini hanya ada jika negara menerapkan sistem Islam kaffah dalam naungan Khilafah.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar