Retreat Pejabat, Akankah Membawa Perubahan untuk Rakyat?


Oleh : Siti Hulfiya (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Jajaran anggota Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming telah selesai mengikuti retreat dan pembekalan di Akmil Magelang, Jawa Tengah. Presiden RI Prabowo Subianto pun mengungkapkan alasan mengapa diperlukan adanya pembekalan Kabinet Merah Putih selama 3 hari sebelum mulai bekerja di Akmil Magelang.

"Sebuah kabinet negara sebesar kita tidak mungkin berasal dari suatu kelompok. Tidak mungkin berasal dari suatu partai. Mungkin saja nanti di kemudian hari, tapi sekarang saya kira masih sulit," ujar Prabowo dalam wawancara eksklusif dengan Retno Pinasti di program 'Prabowo Bicara' yang tayang di SCTV, Minggu (27/10/2024).

Retreat berbau healing ini mendapatkan kritikan dari publik lantaran beragam fasilitas mewah dan terkesan glamour yang digunakan dalam agenda tersebut. Sekali pun didanai dari kantong pribadi presiden, namun publik masih menyangsikan perubahan yang ingin dicapai dan hanya akan berakhir pada retorika tanpa tindak lanjut yang nyata.

Kabinet Merah Putih didominasi oleh politisi dengan persentase mencapai 55,6% atau 60 dari 108 kandidat. Proporsi profesional teknokrat hanya 15,7% atau 17 dari 108 kandidat. Lalu disusul kalangan TNI/Polri (8,3%), pengusaha (7,4%), akademisi (5,6%), tokoh agama (4,6%), dan selebritas (2,8%).

Dari komposisi tersebut sudah terbaca bahwa susunan kabinet yang dibentuk tidak mempertimbangkan integritas dan profesionalitas. Bahkan, porsi akademisi atau ahli sangat sedikit. Tidak heran jika akademisi Universitas Mulawarman Hediansyah Hamzah menyebut rencana membentuk kabinet zaken dalam pemerintahan Prabowo sekadar angan belaka. Kabinet zaken merujuk pada pemerintahan yang dibentuk oleh para teknokrat atau profesional independen yang bukan bagian dari partai politik. Namun, dengan komposisi menteri seperti di atas, gambaran profesionalisme tampak tidak terwujud.

Susunan kabinet yang didominasi elite parpol dan loyalis penguasa sesungguhnya hal yang lumrah terjadi dalam demokrasi. Ini karena dalam politik demokrasi, politik transaksional pasti terjadi. Tidak ada makan siang gratis untuk memenangkan kontestan yang dipilih. Ketika menang, para pendukung sudah pasti meminta jatah kursi dan jabatan.

Ini terbukti dari hasil kesepakatan antara dua partai besar pemenang Pilpres 2024. Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, mengakui adanya tukar guling jabatan dengan Partai Gerindra. Dalam Kabinet Merah Putih, kader-kader Partai Golkar mengisi delapan kursi menteri dan tiga kursi wakil menteri. Sebagai gantinya, Partai Gerindra dapat mendudukkan kadernya di posisi Ketua MPR RI.

Akankah perubahan terhadap rakyat? Jelas jawaban tidak. Yang dibutuhkan rakyat penyelesaian persoalan yang membelit negeri ini diantaranya kemiskinan, pengangguran terbuka, kriminalitas, kesehatan, pendidikan, ketahanan pangan, keamanan, dan kesejahteraan rakyat.

Selama sistem pemerintahan demokrasi diterapkan, ekonomi kapitalisme berjalan, dan sekularisme menjadi paradigma kehidupan maka keadilan dan kesejahteraan akan sulit terwujud. Pasalnya demokrasi menghalalkan segala cara demi nafsu berkuasa. Aturan bisa diubah sesuai kepentingan atau pesanan. 

Gambaran ini sangat bertolak belakang dengan sistem Islam, baik dari sisi pemerintahan maupun output pejabat yang dihasilkan.

Dalam sistem pemerintahan Islam, pejabat dipilih bukan untuk berbagi kekuasaan. Kepala negara (khalifah) memiliki otoritas dan wewenang dalam memilih pejabat yang tepat. Pejabat dipilih berdasarkan integritas atau kepribadian dan keahlian atau kapabilitas. Integritas yang dimaksud ialah pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam. Adapun kapabilitas dilihat dari kemampuan secara fisik dan keilmuan yang dimiliki individu calon pejabat.

Selain itu aturan yang diterapkan adalah aturan Allah yang bersifat baku dan tetap, yakni mengikat semua pihak, baik pejabat, aparat, maupun rakyat. Dengan konsekuensi ini, tidak akan ada celah bagi perilaku jual beli hukum, revisi aturan, pejabat korupsi, curang, konflik kepentingan, dan bagi-bagi jatah kursi dan kekuasaan. Aneka perilaku maksiat tersebut akan dicegah dengan sistem politik ekonomi dan sosial pendidikan yang berbasis akidah Islam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar