Memberantas Judol dalam Sistem Kapitalisme, Bisakah?


Oleh: Ai Sopiah 

Polda Metro Jaya telah menangkap 11 orang terkait judi online (judol) yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi). (Viva online. 1/11/2024). 

Anggota Komisi I DPR, Farah Nahlia, mengatakan, judol merupakan musuh bersama masyarakat maupun negara. Untuk menyelamatkan peradaban bangsa, harus ada ‘jihad berjamaah’ seluruh elemen masyarakat. Farah mengapresiasi pengungkapan kasus judol terkini, yang melibatkan mantan pegawai kemkomdigi. Temuan ini, menurutnya, semakin mempertegas bahwa judol adalah musuh bersama negara dan peradaban.

Menurut Farah, judol maupun offline, sudah lama menjadi salah satu penyakit masyarakat. Judi menjadikan pelakunya mengalami banyak persoalan. Mulai dari terganggu secara keuangan, stress, terisolasi secara sosial, produktivitas hidup menurun, masalah kesehatan, berhadapan dengan hukum hingga gangguan hubungan di dalam keluarga, pertemanan, dan pekerjaan. Dan hal lain, lanjut Farah, bahaya judol yang sering kali luput dari pembicaraan ialah soal kebocoran data. Tidak hanya itu, potensi terjadinya tindak pidana pencucian uang, financial laundering, ransomware hingga pencurian data pribadi, menjadi dampak yang juga merugikan.  

Menurutnya studi dunia menunjukkan, kerugian bagi individu, selalu lebih besar dari keuntungan sesaat dari judol. Fantasi kekayaan dari berjudi, menjadi sebuah tantangan klasik. “Untuk itu, perlu jihad berjamaah negara dan seluruh masyarakat, untuk menumpas dan membentengi setiap orang dari pengaruh judol,” papar Farah. 

Anggota Fraksi PAN ini berharap, aparat penegak hukum terus bergerak. “Kita juga perlu apresiasi Menteri Komdigi yang memberikan dukungan penuh terhadap proses hukum dan berkomitmen memberantas judol hingga ke akar-akarnya,” ungkap Farah. (REPUBLIKA online. 3/10/2024).

Kasus judol masih berlanjut, dan permasalahan ini bukan hal baru di negeri kita hanya saja kasusnya masih tetap ada. Kasusnya pun ada disetiap kalangan, akibatnya akan berdampak negatif kepada pelaku dan sekitar. 

Memang benar, dalam sistem yang tegak di Indonesia saat ini terdapat aturan hukum yang mengatur judi. Hal ini sebagaimana dalam KUHP Baru atau UU 1/2023 menurut ketentuan Pasal 426 ayat (1) bahwa pelaku judi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI (Rp2 miliar). Juga Pasal 427 bahwa orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).

Adapun mengenai sanksi bagi pelaku judol secara spesifik diatur dalam UU ITE (UU 1/2024), yakni dalam Pasal 45 ayat (3) yang menerangkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.

Hal ini diperparah oleh lambannya langkah pemerintah dalam memerangi judol. Pemerintah baru bergerak pada akhir masa jabatan Jokowi, yakni ketika persoalan itu sudah marak di masyarakat. Realitas ini memperlihatkan bahwa pemerintah kurang serius dalam menanggapi kasus judol. Tidak hanya itu, pemerintah sepertinya tidak memahami akar masalah judol.

Indonesia yang terbilang negeri muslim terbesar di dunia menjadi tempat sarang judol dan Kemaksiatan lainnya yang masih berjalan. Meskipun negri ini muslim tetapi sistem kehidupan yang dipakai adalah sistem sekuler. Terungkapnya kasus-kasus judol menunjukkan betapa rusaknya sistem sekuler. Hal ini tentu saja berdampak pada rusaknya generasi muda, baik sebagai pelaku maupun penikmat judi.

Sekularisme yang merupakan asas sistem demokrasi kapitalisme telah meniscayakan paradigma hidup rusak dan merusak. Selain menjerat masyarakat dalam lingkaran setan bernama judol, bagaimana mau memberantas judol dengan tuntas, sistemnya saja merusak, sekularisme terbukti merusak umat akibat jauh dari syariat.

Lebih parahnya lagi, para pejabat yang seharusnya menjadi pihak yang terdepan menanggulangi penyalahgunaan teknologi sebagaimana judol malah menjadi yang terdepan dalam menggunakan teknologi digital untuk kemaksiatan. Kecintaan mereka kepada harta benda telah membuat mereka gelap mata sehingga menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta. Jika sudah begini, sungguh pemberantasan judol dalam sistem sekuler kapitalisme adalah mimpi belaka.

Allah SWT. berfirman,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَا لْمَيْسِرُ وَا لْاَ نْصَا بُ وَا لْاَ زْلَا مُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَا جْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَا لْبَغْضَآءَ فِى الْخَمْرِ وَا لْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ ۚ فَهَلْ اَنْـتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?" (QS. Al-Ma'idah: 90-91).

Allah SWT. juga berfirman,
اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَـكُمْ عَدُوٌّ فَا تَّخِذُوْهُ عَدُوًّا ۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِ ۗ 
Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Fathir: 6).

Dalam ayat di atas Allah SWT. memosisikan judi sebagai perbuatan setan dan musuh bagi umat manusia, sedangkan setan hanya melakukan kejahatan dan keburukan. Islam juga memerintahkan kaum mukmin untuk menjauhi perbuatan judi, bahkan menjadikan tindakan menjauhinya sebagai keberuntungan.  

Permasalahan judol bisa diberantas secara tuntas dengan menerapkan aturan Islam kaffah oleh negara (Khilafah). Dalam Khilafah tidak akan terdapat celah bagi transaksi-transaksi ekonomi yang diharamkan syariat, termasuk judi, dan sejenisnya, baik online maupun offline. Ketika dikendalikan oleh ideologi kapitalisme sebagaimana saat ini, teknologi beralih fungsi menjadi alat penghancur pihak lain, di antaranya melalui konten-konten yang meracuni pemikiran masyarakat, termasuk judol.

Karena itu, Khilafah akan menerapkan aturan tegas dalam rangka merevolusi konten digital yakni melalui pemanfaatan teknologi berbasis akidah Islam. Tanpa basis akidah Islam, teknologi bisa bersifat menghancurkan. Sebaliknya, umat Islam tanpa teknologi juga akan terbelakang.

Untuk itu, Khilafah berperan mengedukasi masyarakat melalui berbagai jenjang sistem pendidikan, baik formal maupun nonformal. Hal ini dalam rangka menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam, paham akan syariat, dan senantiasa menyibukkan diri dengan ketaatan sehingga tidak terlintas pemikiran untuk mencari kebahagiaan melalui keharaman dan kemaksiatan.

Khilafah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk bertransaksi ekonomi secara halal. Khilafah juga akan mengatur penggunaan teknologi digital agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas keharaman, seperti judol.

Di samping itu, Khilafah menerapkan sistem sanksi bagi para pelaku judi, yang bersifat zawajir (mencegah) dan jawabir (penebus dosa). Sanksi tindak pidana perjudian dalam Islam adalah takzir, yakni hukuman atas tindak pidana yang sanksinya sepenuhnya ditentukan berdasarkan ijtihad Khalifah.

Kehidupan akan sehat dan baik apabila disuatu negeri menerapkan aturan Islam secara kaffah yang telah Allah SWT. berikan dengan lengkap. Untuk mewujudkan kehidupan tersebut mari kita bersama-sama berjuang mengkaji Islam kaffah dan menjalankannya.

Wallahua'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar