Oleh: Widya Rahayu (Lingkar Studi Muslimah Bali)
Buruh, yang merupakan tulang punggung ekonomi, sering kali menghadapi kesulitan hidup yang tak kunjung berakhir. Kenaikan upah minimum tahun 2025 yang diperkirakan hanya akan berkisar di bawah lima persen memunculkan ketidakpuasan di kalangan buruh. Upah yang rendah dan tak sebanding dengan kenaikan biaya hidup ini semakin memperburuk kondisi sosial ekonomi pekerja di Indonesia.
Terlebih, sistem ekonomi kapitalisme yang berfokus pada keuntungan dan memandang buruh hanya sebagai faktor produksi telah memperparah ketimpangan ini. Pemerintah dan pengusaha, sebagai aktor utama dalam sistem kapitalis, lebih sering berpihak pada kepentingan bisnis daripada kesejahteraan buruh.
Fakta berdasarkan laporan yang dikutip dari beberapa media, kenaikan upah minimum tahun 2025 masih terbilang rendah dan jauh dari harapan buruh yang mengalami kesulitan ekonomi. Seperti yang dilansir oleh BBC pada 7 November 2024, kenaikan upah yang hanya sebesar 4,9% pada 2025 jelas tidak akan cukup untuk menutupi kebutuhan hidup yang terus melonjak.
Sementara itu, kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan, perumahan, dan transportasi terus mengalami inflasi yang lebih tinggi dari kenaikan gaji buruh. Bahkan kenaikan pajak yang direncanakan pemerintah untuk tahun 2025 justru akan membuat beban rakyat semakin berat.
Budi Gunawan, dalam artikelnya di Tirto (2024), bahkan meminta pemerintah daerah untuk tidak menetapkan upah minimum terlalu tinggi, dengan alasan bahwa itu dapat merugikan dunia usaha. Ironisnya, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah lebih berpihak pada pengusaha, yang sering kali mendapatkan keuntungan besar dari produk dan jasa yang dihasilkan oleh buruh dengan upah yang minim. Sementara itu, buruh tetap hidup dalam kondisi yang serba kekurangan, meskipun mereka bekerja keras setiap hari.
Kapitalisme: Sistem yang Merugikan Buruh
Dalam sistem kapitalisme, buruh dipandang sebagai faktor produksi yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya demi keuntungan pengusaha. Konsep upah dalam kapitalisme sangatlah minim, disesuaikan dengan standar hidup minimum yang dianggap cukup untuk bertahan hidup. Pada kenyataannya, upah yang diterima buruh sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Gaji buruh hanya cukup untuk bertahan hidup, sementara kebijakan pemerintah lebih condong untuk melindungi para pengusaha dengan mengurangi biaya tenaga kerja.
Upah yang tidak mencukupi ini merupakan bagian dari logika kapitalisme yang memprioritaskan keuntungan atas kesejahteraan pekerja. Dalam perspektif ini, buruh hanya dihargai sejauh mereka dapat meningkatkan keuntungan perusahaan, tanpa memikirkan apakah gaji yang mereka terima dapat mencukupi kebutuhan hidup yang semakin mahal. Seperti yang ditulis oleh CNBC Indonesia (2024), upah buruh yang rendah tidak sebanding dengan kenaikan pajak dan inflasi, menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara pengusaha kaya dan buruh miskin.
Dalam sistem kapitalisme, buruh juga tidak memiliki posisi tawar yang cukup kuat untuk memperjuangkan hak-haknya. Ketiadaan jaminan sosial dan perlindungan yang memadai membuat buruh terjebak dalam ketidakberdayaan. Mereka tidak hanya harus menerima upah yang rendah, tetapi juga terpaksa bekerja dalam kondisi yang kurang baik. Akibatnya, meskipun buruh berkontribusi besar terhadap kemajuan perusahaan, mereka tetap hidup dalam kondisi yang tidak layak.
Mengapa Islam Menawarkan Solusi yang Adil bagi Buruh?
Sistem Islam, yang berdasarkan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat, menawarkan solusi yang jauh lebih adil daripada kapitalisme. Dalam Islam, buruh dipandang sebagai manusia yang memiliki hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan dihargai sesuai dengan kerja yang mereka lakukan. Negara, dalam sistem Islam, memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa buruh tidak hanya dibayar sesuai dengan kesepakatan, tetapi juga mendapatkan upah yang sesuai dengan kebutuhan hidup mereka.
Upah Berdasarkan Kesepakatan Adil Dalam Islam, buruh dibayar sesuai dengan apa yang mereka kerjakan dan berdasarkan kesepakatan antara buruh dan majikan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah). Ini menunjukkan bahwa Islam mengutamakan keadilan dalam pembayaran upah dan memastikan bahwa buruh dibayar dengan segera setelah pekerjaan selesai.
Posisi Buruh dan Pengusaha yang Setara Dalam Islam, buruh dan pengusaha memiliki posisi yang sejajar. Tidak ada pihak yang lebih tinggi atau lebih rendah satu sama lain. Keduanya saling berhak untuk mendapatkan keadilan. Pengusaha memiliki kewajiban untuk memberikan upah yang layak dan bekerja sama dengan buruh secara adil, sementara buruh juga berkewajiban untuk bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Kesejahteraan Buruh Dijamin oleh Negara
Salah satu perbedaan mendasar antara sistem kapitalisme dan sistem Islam adalah bagaimana negara bertanggung jawab untuk melindungi kesejahteraan buruh. Dalam Islam, negara tidak hanya berperan sebagai pengatur, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak buruh. Negara harus memastikan bahwa setiap buruh mendapatkan perlindungan, baik dalam hal upah yang adil maupun dalam kondisi kerja yang layak. Jika ada perselisihan antara buruh dan pengusaha mengenai upah, maka negara akan melibatkan ahli yang berkompeten (khubara) untuk menentukan besarnya upah yang adil.
Penyelesaian Masalah Buruh Secara Kasuistik dalam Islam
Masalah buruh dan ketidakadilan yang mereka alami akan diselesaikan berdasarkan kasus per kasus, dengan melihat setiap kondisi secara mendalam. Negara akan memastikan bahwa setiap buruh mendapatkan hak-haknya, tanpa ada satu pun yang terabaikan. Sistem ini menekankan pada penyelesaian masalah secara adil dan manusiawi, tidak seperti kapitalisme yang sering mengabaikan hak-hak buruh demi keuntungan ekonomi.
Ironi nasib buruh dalam sistem kapitalisme menggambarkan kegagalan sistem ini dalam menciptakan kesejahteraan yang merata. Buruh diperlakukan sebagai faktor produksi yang harus ditekan seminimal mungkin agar pengusaha dapat meraih keuntungan maksimal. Dalam sistem seperti ini, buruh tidak memiliki posisi tawar yang kuat, dan hak-hak dasar mereka sering terabaikan.
Sebaliknya, dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap buruh mendapatkan haknya, termasuk upah yang adil dan kehidupan yang layak. Negara akan bertindak sebagai pengawas yang menegakkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, termasuk buruh. Dengan demikian, Islam menawarkan solusi yang lebih adil dan manusiawi dalam mengatur hubungan antara buruh dan pengusaha, yang pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan.
Seperti sabda Rasulullah ﷺ: "Sesungguhnya, setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya". Negara yang baik adalah negara yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya, dan itu hanya dapat tercapai dalam sistem yang berlandaskan pada syariat Islam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar