Kurikulum Cinta dari Kemenag bukanlah Solusi bagi Umat


Oleh: Dwi Ummu Hassya

Kemenag secara resmi meluncurkan kurikulum baru bertajuk Kurikulum Cinta. Kurikulum ini akan mulai diajarkan pada tahun ajaran 2025-2026 dari mulai Paud sampai Perguruan Tinggi. Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar menyebut kurikulum ini sebagai pondasi utama pendidikan yang berorientasi kasih sayang dan kemanusiaan yang menekankan empat aspek utama yaitu membangun cinta kepada tuhan, kepada sesama manusia, kepedulian terhadap lingkungan dan kecintaan terhadap bangsa (kemenag.go.id, 26-02-2025). 

Kurikulum ini mengajak seluruh masyarakat untuk sedari dini mengajarkan kepada anak rasa kebersamaan, cinta sesama walaupun berbeda keyakinan, dan meyakini bahwa seluruh agama pasti mengajarkan cinta kasih (antaranews.com, 18-1-2025). Direktur Jenderal pendidikan Islam Amien Suyitno mengatakan bahwa saat ini banyak pelajar yang menunjukan sikap intoleran saling menyalahkan dan saling membenci karena perbedaan keyakinan. Oleh sebab itu diperlukan inovasi lebih mendalam yang lebih integratif dan sistematis dalam bentuk kurikulum (kemenag.go.id, 26-2-2025).

Kalau melihat pendidikan kita saat ini yang sudah rusak, adanya Kurikulum Cinta layaknya angin segar. Namun jika kita perhatikan lagi, Kurikulum Cinta melahirkan generasi yang menganut nilai nilai yang bertentangan dengan Islam melainkan justru akan menyuburkan pandangan Islam yang moderat, yang mau menerima ide ide sekulerisme, pluralisme, Fanatisme feminisme, serta ide kebebasan berekspresi yang diluar batas. Dari kurikulum ini akan lahir generasi yang mengkotak-kotakan label Islam radikal, Islam fanatik, dan lain sebagainya. Ditambah kurikulum ini muara nya akan menjadikan Islam dilaksanakan sebatas nilai ibadah individual, tidak diterapkan dalam aturan negara. 

Kurikulum ini tentu tidak akan mampu menjadi solusi problematika dunia pendidikan karena sejalan dengan sistem kita hari ini, yakni kapitalisme sekulerisme. Dalam kehidupan kapitalis, peraturan dan hukum dibuat hanya berlandaskan akal manusia dan hanya bertujuan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Solusinya bukan hanya sekedar menawarkan kurikulum baru yang belum teruji keberhasilannya, namun lebih dari itu memerlukan sistem terpadu yang mencakup semua tatanan kehidupan. 

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala aspek mulai dari hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesama manusia. Sesungguhnya Islam itu satu tubuh dan ukhuwah islamiyah tidak tersekat batas teritorial negara sehingga tidak ada istilah kecintaan terhadap bangsa. Islam tidak mengajarkan kebencian kepada pemeluk agama dan kepercayaan lain namun toleransi umat beragama diatur dengan batasan yang jelas seperti yang tertulis dalam Al Qur'an, "Untukmu agamamu dan untukku agamaku." (QS. Al Kafirun: 6).

Dalam Islam, pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam yang hanya bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah yang mampu membentuk individu yang bertakwa dan berakhlak mulia serta mampu menjalankan fungsi sebagai hamba Allah dan khalifah dibumi. Karena saat Islam pernah berjaya dan menguasai 2/3 dunia terbukti kerukunan antar umat beragama amat terjaga. Umat Muslim dan non muslim bisa rukun damai sejahtera dalam naungan hukum Islam yang kaffah.

Maka tidak ada cara lain untuk mengembalikan kembali kejayaan Islam selain dengan membangkitkan kembali kesadaran umat dengan membangun pemikiran yang cemerlang yang akan membawa umat di puncak tertinggi ilmu, dimana ilmu itu bisa bermanfaat untuk umat dan menjadikan ilmu menjadi mercusuar kehidupan, karena dimasa kejayaan Islam lahir begitu banyak Ulama sekaligus ilmuwan yang dengan ilmunya mampu berkontribusi besar dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mencetak pribadi muslim terbaik.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar