Rusaknya Generasi karena Sekulerisasi


Oleh: Risma Choerunnisa, S.Pd.

Dewasa ini banyak kasus kejahatan yang pelakunya merupakan anak di bawah umur. Seperti belum lama ini, terjadi “perang sarung” di tiga daerah di Pangkal Pinang dalam waktu semalam. Hal tersebut menyebabkan 22 orang remaja yang masih duduk di bangku SMP dan SMA diamankan pihak berwajib untuk diberi pembinaan.

Tak kalah dengan Pangkal Pinang, di Kabupaten Bekasi pun terjadi “perang sarung” hingga memakan satu orang korban berinisial AA yang masih berumur 17 tahun. Perang tersebut bermula dari ajakan korban melalui pesan singkat yang dikirimkan korban.

Selain kasus di atas, buruknya perilaku generasi saat ini tergambar dari kasus pemerkosaan seorang siswi sekolah menengah pertama di Lampung Utara. Berawal dari ajakan untuk menyaksikan pertandingan futsal, namun di tengah jalan salah seorang pelaku mengarahkan motornya ke sebuah gubuk di tengah perkebunan. Di dalam gubuk teresebut ternyata ada 9 pelaku lainnya yang sudah menunggu. Kemudian korban dilecehkan secara bergantian oleh 10 pelaku. Selain itu korban juga disekap tanpa diberi makan selama 3 hari (kompas.com, 15/3).

Menurut Kanit PPA Satreskrim Polres Lampung Utara, Ipda Darwis, pelaku berjumlah 10 orang. 6 diantaranya sudah diamankan sedangkan 4 orang lainnya masih dalam pengejaran pihak kepolisian. Mirisnya ternyata 3 dari 6 pelaku yang sudah diamankan tersebut masih di bawah umur yang masih berstatus pelajar SMP. Sementara yang lainnya merupakan siswa SMA (tvonenews.com, 12/03).

Maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan mencerminkan rusaknya generasi. Karena jumlah kasus kriminal dengan pelaku pelajar dan anak di bawah umur dari tahun ke tahun semakin meningkat, maka hal ini tidak bisa lagi dikatakan sebagai kesalahan individu tetapi sudah menjadi kesalahan sistem. Sistem yang menjadikan generasi saat ini rusak tak lain adalah sistem sekulerisme. Karena sistem ini menjauhkan agama dari kehidupan sehingga Islam tidak dijadikan sebagai landasan hidupnya. Alhasil, mereka menjadi anak-anak yang hedonis, permisif dan liberal.

Di sisi lain menjadi bukti bahwa kurikulum pendidikan gagal mencetak generasi yang berkualitas. Karena tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU Sisdiknas yaitu untuk membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berilmu, ternyata patut kita pertanyakan. Karena outputnya saat ini rasanya sudah tidak sesuai dengan tujuan tersebut.

Selain itu, lingkungan yang rusak juga berpengaruh dalam membentuk kepribadian generasi, termasuk maraknya tayangan dengan konten kekerasan dan seksual. Sayangnya, konten-konten perusak generasi tersebut tidak ditangani dengan serius oleh pihak berwenang. Sehingga masih mudah diakses oleh siapapun, termasuk anak di bawah umur dengan bebas tanpa adanya penjagaan. Hal itupun mengakibatkan tsaqofah asing sangat mudah masuk dan merusak generasi.

Melihat rusaknya generasi saat ini maka perlu solusi yang menyeluruh untuk mengatasinya. Solusi tersebut tak lain haruslah sistem Islam. Karena Islam memiliki sistem Pendidikan yang kuat karena berasas akidah islam. Dengan metode pengajaran talkiyan fikriyan akan mampu mencetak generasi yang beriman bertakwa. Dengan dukungan penerapan Islam dalam berbagai sistem kehidupan, akan membentuk generasi berkepribadian Islam.

Wallahu a’lam bishowab..




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar