Desa Wisata Dalam Sketsa


Oleh : Wie NJR

Bumi pertiwi yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, merupakan gugusan pulau yang sangat indah dan cantik, sehingga sangatlah sayang bila dilewatkan. Hal inilah yang menginspirasi seorang pengusaha dan juga Menteri Pariwisata dan ekonomi kreatif, Sandiaga Uno.

 Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menargetkan pembentukan 6.000 desa wisata selama tahun 2024 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Usai mengisi kuliah umum Blue Ocean Strategy Fellowship (BOSF) di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (18/2/2024) menjelaskan bahwa dari 80 ribu lebih desa di Indonesia, terdapat sekitar 7.500 desa yang memiliki potensi wisata. (Republika.co.id,  18/02/2024).

Terkait berita di atas penguasa seolah hanya ingin mengeksploitasi wilayah-wilayahnya saja, tampa memikirkan keberlanjutannya. Penduduk desa yang akan di jadikan desa wisata ini akan terus digali kekayaan alam dan keindahan alamnya.

Para investor asing dan aseng akan berdatangan, atas undangan penguasa dengan harapan mereka mendapatkan keuntungan dari ide kreatif yang sudah dirancang ini. Menjadikan desa sebagai desa wisata, sekilas ini merupakan sebuah inovasi dan merupakan sebuah pembaharuan ekonomi kreatif. Di mana desa tersebut akan ditata menjadi sebuah desa yang akan menjadi salah satu destinasi wisata yang menarik bagi para wisatawan internasional dan domestik.

Desa Wisata akan dirancang menjadi sebuah desa yang aman dan nyaman bagi para pengunjungnya, yang tentunya pasti sangat berpotensi mendulang cuan yang berlimpah. Tetapi benarkah hal ini terealisasikan ? 

Negara dalam hal ini seolah berlepas tangan pada kesejahteraan masyarakat desa. Suasana desa yang asri akan tersentuh bahkan bergeser tatanan kehidupannya oleh tangan-tangan asing yang datang , yaitu para investor yang ingin mengeruk kekayaan alam desa wisata tersebut. Akan tetapi apabila di desa tersebut terdapat sumber-sumber strategis yang lain seperti migas, negara akan berkerjasama dengan korporasi swasta lainnya.

Akibatnya pengelolaan negara untuk rakyat terjadi liberalisasi yang sangat merugikan masyarakat desa di desa wisata.  

Berbeda halnya dengan Islam. Dalam ketentuan syariat Islam, sebuah negara akan menjadikan tempat wisata itu sebagai tadabur alam yang dapat meningkatkan keimanan. Obyek keindahan alam merupakan tempat-tempat peninggalan alam yang harus dijaga.

Selain itu, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani di dalam kitab yang ditulisnya berjudul Nizham Iqtishadi. Menurut pendapatnya pengelolaan sumber daya alam dibagi menjadi 2, yaitu sumber daya alam yang bisa langsung dimanfaatkan  oleh rakyat dan sumber daya alam yang tidak bisa dimanfaatkan langsung oleh rakyat. Sumber daya alam yang langsung dimanfaatkan oleh rakyat, salah satunya hasil pertanian. Para petani di desa dapat langsung mengelolanya untuk dirinya sendiri, atau menjualnya.

Sedangkan sumber daya alam yang tidak bisa dimanfaatkan langsung, seperti migas, batu bara harus dikelola dulu secara khusus dan membutuhkan biaya yang besar. Baik untuk pengelolaannya, penanganannya dan pengembangannya.

Dalam Islam, negara akan bekerja sama dengan pihak swasta dengan akad yang jelas, ada kontrak ijaroh atau sewa jasa saja.  Dengan demikian para pekerja bekerja sesuai tupoksi dan kewenangannya.  Jadi tidak akan ada sumber daya alam dikuasai oleh swasta. Keuntungan dari itu semua akan diperuntukan bagi kesejahteraan rakyat. Setiap wilayah baik itu perkotaan atau pedesaan mendapat perhatian yang khusus dari negara. Negara akan melaksanakan tugasnya sesuai aturan Islam dengan adil dan bijaksana termasuk pengelolaan desa dan perkotaan. 

Wallahu'alam bi-showab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar