Naiknya Harga Beras, Rakyat Butuh Solusi Tuntas


Oleh: Astriani Lydia, S.S

Beras, makanan pokok kebanyakan masyarakat Indonesia ini cukup membuat gonjang ganjing di tengah masyarakat.  Pasalnya beras menjadi barang mahal dan berimbas pada turunnya omzet para pedagang. Seperti yang disampaikan oleh Rahma (30) salah seorang pedagang beras, sejak harga beras melambung tinggi omzet tokonya turun drastis hingga 50 persen. Selain penurunan omzet, tingginya harga beras membuatnya kerap kali dikomplain pelanggan. Sebab, harga beras yang mahal tak sebanding dengan kualitasnya yang buruk. Rahma pun berharap, harga beras bisa kembali normal. Sehingga, penjualan beras di tokonya bisa kembali stabil. (suarabekaci.id, 1/3/2024) 

Kelangkaan dan lonjakan harga beras dipicu silang sengkarut berbagai persoalan. Salah satunya adalah produksi gabah yang menurun. Anjloknya produksi gabah disebabkan faktor iklim seperti El Nino yang menyebabkan kekeringan serta La Nina yang meninggikan curah hujan dan potensi banjir di Indonesia. Hal ini memicu mundurnya masa panen awal 2024. 

Penurunan produksi gabah juga dipicu harga pupuk nonsubsidi yang melambung pada tahun 2023. Selain itu, alih fungsi lahan pertanian padi yang setiap tahun 90 ribu sampai 100 ribu hektare sawah berubah  fungsi, menurut data Kementerian Pertanian tahun 2022. 

Padahal, setiap tahun pencetakan sawah baru hanya mencapai 60.000 hektare, berdasarkan catatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Dalam hitungan Litbang Kompas, dari selisih sawah yang hilang setiap tahun itu saja, produksi gabah di Indonesia turun hingga 174.000 ton per tahun. (bbc.com, 29/2/2024) 

Dalam mengatasi permasalahan ini, pemerintah melakukan sejumlah strategi yang akan digunakan untuk menstabilkan harga beras yang kini terus naik. Mulai dari melanjutkan program bantuan sosial berupa beras, operasi pasar, hingga memperkuat stok melalui percepatan pengadaan impor. 

Di Bekasi, Pemerintah Kabupaten Bekasi mengambil langkah strategis dalam menyikapi gejolak harga beras yang terus merangkak naik melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET). Di antaranya melalui gelar operasi pasar beras serta pendistribusian beras Stabilisasi Pangan dan Harga Pokok (SPHP) ke sejumlah pedagang beras di Kabupaten Bekasi. 

Kabid Pengendalian Barang Pokok dan Penting Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi, Helmi Yanti menjelaskan, bekerjasama dengan Perum Bulog Karawang, Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi menggelar operasi pasar beras di 23 Kecamatan se-Kabupaten Bekasi sejak 20 Februari kemarin. 

Selain di wilayah Kabupaten, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi pun berencana akan menggelar operasi pasar di 12 kecamatan se-Kota Bekasi mulai 26 Februari hingga 9 Maret 2024. Selain operasi pasar, Pemkot Bekasi juga terus bekerjasama dengan Bulog menggelontorkan beras di pasaran. 
Selain itu, Pemkot Bekasi melalu Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKPPP) juga bakal melakukan gerak pangan murah di 6 lokasi yang sudah ditentukan.(rri.co.id,19/2/2024) 

Untuk program bantuan pangan berupa beras, juga akan dilanjutkan melalui penyaluran karungan seberat 10 kg kepada sekitar 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM). 

Sedangkan impor, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Epi Sulandari mengatakan, realisasi impor beras pada tahun 2024 ini sudah mencapai 659.000 ton dari total penugasan impor kepada Perum Bulog 3,6 juta ton sepanjang tahun ini. 

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa penambahan impor ini dilakukan, selain untuk alasan CBP (Cadangan Beras Pemerintah), juga untuk mengantisipasi stok beras nasional, mengingat saat ini inflasi yang paling tinggi adalah harga beras. (Kontan.co.id.4/3/2024) 

Melihat cara pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini, tidak lepas dari sistem kapitalis liberal yang dianutnya. Yaitu pengadaan pangan secara liberal. Dimana, hal tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas, melainkan berulang setiap tahunnya.

Untuk bisa lepas dari jerat liberalisasi pangan, tentu saja Indonesia harus melepaskan diri dari tatanan kapitalistik ini dan menerapkan aturan Islam. 

Karena Islam mewajibkan negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar manusia, termasuk pangan atas dasar akidah Islam dan bersandar pada syariat Islam. Oleh karenanya, pengadaan pangan tidak berlangsung secara liberal, tetapi sesuai aturan syara. Yaitu mewujudkan kedaulatan pangan dengan mengoptimalkan pertanian di dalam negeri, dengan cara: ekstensifikasi pertanian, seperti menghidupkan tanah mati, intensifikasi pertanian, dengan penggunaan alat pertanian berteknologi canggih yang merupakan hasil karya dalam negeri, penelitian untuk menghasilkan bibit unggul, pemberian bantuan pupuk, benih, dan sebagainya, menjamin tidak ada monopoli, penimbunan, dan penipuan. 

Tentu saja hal ini hanya bisa terwujud ketika pemimpin negara memposisikan diri sebagai raa’in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) rakyat. Sehingga rakyat merasa diayomi bukan terzalimi. Wallahua'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar