Oleh : Halimatus Sa'diah S.Pd
Kebutuhan akan beras memang menjadi hal yang penting bagi rakyat Indonesia. Hal ini tidak lain karena beras merupakan bahan pokok makanan utama bagi rakyat dan menjadi kebutuhan primer yang harus terpenuhi ketersediaan nya. Oleh karena itu Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai Negara dengan jumlah penduduk yang besar dan di sisi lain memiliki sumber daya alam dan sumber pangan yang beragam, Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara berdaulat dan mandiri. Itulah harapan rakyat kepada pemerintah saat ini, tetapi hal ini sangat berbanding terbalik dengan kondisi nya sekarang. Jelang bulan Ramadhan, beberapa harga barang kebutuhan pokok mulai merangkak naik. di pasaran Kaltim (Samarinda, Balikpapan, Kutai Kartanegara, Bontang, Kutai Timur, dan beberapa daerah lain). Terutama beras.
Dilansir dari bontangpost.id – Harga sejumlah bahan pokok di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin) naik menjelang Ramadan. Seperti beras dan telur. Salah seorang pedagang Murni mengatakan, ada kenaikan Rp1.000 untuk satu kilogram beras dari kemarin. Pada Selasa (20/2/2024), harga beras biasa berkisar Rp15.000 per kilogram dan beras premium Rp16.000 per kilogram.
Terbaru pada Rabu (21/2/2024), harga beras biasa yakni Rp16.000 per kilogram atau Rp380.000 per karung. Kemudian beras premium mencapai Rp17.000 per kilogram atau sekitar Rp420.000 per karung. Meski demikian Bulog Kantor Cabang (Kancab) Samarinda, Kalimantan Timur, menjamin stok beras masih mampu mencukupi untuk kebutuhan masyarakat selama Ramadhan dan Idul Fitri. Pemerintah pun melakukan beberapa langkah mengatasi kenaikan harga, seperti operasi pasar.
Ramadhan semakin dekat di pelupuk mata, bulan mulia, bulan ibadah, dan keinginan kita agar dapat fokus dan tenang untuk ibadah didalamnya terkikis dengan kondisi dihadapkan dengan beban-beban hidup yg seharusnya sudah diantisipasi sebelum ada lonjakan kenaikan harga. Kenaikan harga ini berulang dan rutin jelang Ramadhan. Seperti inilah potret kenestapaan rakyat Indonesia terutama kaum muslim. Hal ini semakin memperlihatkan gagalnya sistem negara Indonesia dalam mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan. Hal ini karena Indonesia menerapkan sistem Kapitalisme dalam penerapan kebijakan pangan. Dalam sistem kapitalisme negara hanya sebagai regulator. Sedangkan para korporasi yang menguasai tata kelola pangan dan berbagai proses produksi.
Hal tersebut bisa kita lihat dari ketergantungan impor Indonesia kepada negara lain dan menjadikan impor sebagai solusi atas permasalahan instabilitas harga pangan dalam negeri. Dengan kebijakan impor semakin menjauhkan negara dari upaya yang benar dari mewujudkan pemenuhan kebutuhan pangan rakyat. Selain itu sistem kapitalis abai dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, tidak menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah serta tidak adanya pengawasan terhadap pedagang nakal yang melakukan penimbunan / mafia beras.
Dalam pandangan Islam, pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi. Sebab, dari pertanianlah bahan-bahan pangan akan terproduksi. Sehingga jika pertanian melemah, akan mengganggu stabilitas negara yang membuatnya bergantung dengan negara lain. Islam tidak membiarkan negara bergantung dan menjadikan negara didominasi kebijakannya oleh segelintir orang-orang yang berkepentingan. Karena yang terpenting diatas kebijakan adalah ketaatan pada hukum Allah dan terpenuhinya hak-hak rakyat.
Islam memiliki aturan yang kompleks. Termasuk di dalamnya mengurusi terkait ketahanan pangan. Setidaknya ada lima prinsip pokok ketahanan pangan yang pernah diterapkan di sepanjang kekhilafahan Islam yang tetap relevan.
Prinsip pertama yaitu optimalisasi produksi. yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok. Ada peran berbagai aplikasi sains dan teknologi, mulai dari mencari lahan optimal untuk benih tanaman tertentu, teknik irigasi, pemupukan, penanganan hama, hingga pemanenan dan pengolahan pascapanen.
Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan. Konsumsi berlebihan justru berpotensi merusak kesehatan (wabah obesitas) dan juga meningkatkan persoalan limbah. Nabi mengajarkan agar seorang mukmin, baru makan tatkala lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Ketiga, manajemen logistik, di mana masalah pangan beserta yang menyertainya (irigasi, pupuk, anti hama) sepenuhnya dikendalikan pemerintah, yaitu dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif pada saat ketersediaan mulai berkurang. Di sini teknologi pascapanen menjadi penting.
Keempat, prediksi iklim, yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem dengan mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembapan udara, penguapan air permukaan, serta intensitas sinar matahari yang diterima bumi.
Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan, yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan. Mitigasi ini berikut tuntunan saling berbagi di masyarakat dalam kondisi sulit seperti itu. (Fahmi Amhar, 2018).
Inilah prinsip ketahanan pangan dalam Islam. Dengan ditunjang sistem ekonomi Islam yang menjamin pendistribusian kekayaan secara merata. Sehingga tidak ada namanya bantuan berdasarkan strata, tetapi semua bisa tersebar secara merata. Ditunjang dengan kesadaran negara yang berkewajiban untuk menjamin seluruh kebutuhan pokok per individu secara sempurna. Hal ini hanya bisa diwujudkan ketika didukung sistem pemerintahan Islam serta sistem-sistem Islam lainnya.
Penerapan Islam secara menyeluruh tak hanya mengentaskan lonjakan harga bahan pangan tetapi juga mampu menjaga ketahanan pangan tersebut. Selain itu mampu membangun berbagai ketahanan lainnya. Sehingga ketika misalnya ada kegagalan pun, penanganannya bisa bergerak seirama.
Kemudian dari sisi pendistribusian yang harus merata, Islam melarang melakukan penimbunan, hukumnya haram secara mutlak. Penimbunan yang dimaksudkan adalah dengan tujuan dikeluarkan/dijual menunggu harga pasar naik.
Pada masa Khilafah kepemimpinan Umar bin Khatab, pernah terjadi krisis pangan akibat kemarau panjang. Hingga selama paceklik, Umar bin Khattab memiliki suatu kebiasaan baru, yaitu setelah selesai mengimami salat isya beliau langsung pulang dan melakukan salat malam sampai menjelang subuh. Kemudian Khalifah Umar keluar menelusuri lorong-lorong jalan untuk mengontrol apakah ada rakyatnya yang kelaparan.
Kemudian Khalifah Umar mengirim surat ke beberapa Gubernur di berbagai wilayah kekhilafahan Islam. Dia meminta mereka mengirimkan bantuan makanan dan pakaian untuk menutupi kebutuhan masyarakat Hijaz. Di antara yang dikirimi surat adalah Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa’ad bin Abi waqqash di Irak.
Hal ini juga menunjukkan sekaligus memberikan tauladan bahwa pemimpin dan negara wajib memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Memastikan tiap individunya tumbuh menjadi manusia yang unggul dan bertakwa. Semua tentunya hanya akan terwujud dengan pengaturan yang pasti benar datang dari Allah SWT dan penerapannya secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan.
Wallahu’alam bish shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar