Harga Beras Melambung, Lagi-lagi Rakyat Bingung


Oleh : Wina Apriani 

Baru-baru ini kita dibuat bingung dengan situasi yang sulit,dimana bahan kebutuhan pokok beras yang harganya membuat kaum ibu pusing menjerit mendengar nya. Tak sedikit kaum ibu sakit kepala, dengan mendengar kenaikan harga yang sangat fantastis dari harga 13.000 sekarang menjadi 17.000 perliter itupun dengan beras yang standar beda lagi dengan kualitas yang bagus bisa mencapai 22.000 perliternya. Kenaikan harga beras ini pun mengakibatkan harga kebutuhan pokok yang ikutan melonjak naik

Hampir seluruh kota yang ada di Indonesia mengalami hal yang sama terkait kelonjakan harga beras ini salah satunya di kabupaten Purworejo melalui halaman kompas.com Harga beras di kabupaten Purworejo Jawa Tengah mengalami kenaikan

Salah satu penjual beras di Pasar Balendono,Aspari (51) mengaku jika kenaikan beras ini menjadi yang termahal sepanjang dirinya berjualan beras sejak 25 tahun yang lalu. "25 tahun Saya berjualan beras ini yang termahal saya jualan sejak tahun 1996," kata Asfari sata ditemui di kiosnya Kamis  (22/2/2024)

Asfari  menyebutkan  harga beras yang mahal ini bahkan melampaui harga saat krisis 1998. Ia menceritakan saat krisis pun harga beras tak semahal ini.

Dengan harga beras yang terus mencekik sangat di sayangkan sekali seharusnya segera pemerintah untuk menstabilkan harga beras. Apalagi sebentar lagi kita akan memasuki bulan puasa  Ramadhan, bulan yang penuh pahala dan ibadah.

Ibu ibu setiap harinya akan disibukan dengan menu bahan pokok dengan harga yang tak karuan, kaum ibu dituntut untuk berputar kepala mencari ide dengan harga yang beras yang setiap hari melonjak naik. Yang lebih memprihatinkan tak sedikit mereka menahan lapar.

Kaum ibu yg mempunyai uang pas-pasan mereka d paksa berhemat dari mulai makan nasinya yang harusnya dua atau tiga sekali ini menjadi satu sekali ,hanya untuk menghemat beras. Ironis sekali kalau pemerintah terus membiarkan.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, jika harga beras turun ke level Rp10.000 per kg untuk beras medium, petani akan menangis karena harga gabah akan tertekan lagi. Menurut Arief, dengan harga beras yang ada saat ini, petani sedang berbahagia karena bisa bernapas sejenak dengan harga gabah yang tidak ditekan murah. Benarkah demikian?

Menurutnya, kebijakan harga beras dan gabah harus seimbang antara hulu dan hilir. Kalau harga beras mau Rp10.000, berarti harga gabahnya harus di bawah Rp5.000. Untuk saat ini, dengan tingginya biaya produksi tanam padi, harga pupuk, biaya input yang naik, dan currency rate juga tinggi, tidak mungkin harga beras bisa turun menjadi Rp10.000 juga tinggi,tidak mungkin harga beras bisa turun menjadi 10.000 per kg tanpa adanya subsidi dari pemerintah.


Dampak dan Penyebab

Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Harga beras yang mahal tentu akan menyusahkan setiap orang dan bikin waswas. Penghasilan keluarga akan banyak tersedot untuk belanja beras sehingga menyebabkan pengurangan belanja kebutuhan yang lain. Bagi masyarakat miskin, kenaikan harga beras juga akan menjadikan mereka tidak bisa membeli beras dalam jumlah yang layak.

Pemerintah selama ini mengeklaim kebijakan bansos sebagai solusi efektif terhadap kenaikan harga beras. Namun nyatanya, meski ada bansos, harga beras tetap naik. Apalagi tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos, temuan di lapangan menunjukkan bahwa banyak bansos salah sasaran. Selain itu, aroma politisasi bansos juga menguat.

Sesungguhnya, salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras. Saat ini, rantai distribusi beras dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar beromset triliunan rupiah. Perusahaan besar ini memonopoli gabah dari petani dengan cara membeli gabah petani dengan harga yang lebih tinggi sehingga banyak penggilingan kecil yang gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan gabah.

Tidak hanya menguasai sektor hulu, perusahaan besar ini juga menguasai sektor hilir. Mereka menggiling padi dengan teknologi canggih sehingga menghasilkan padi kualitas premium, sedangkan penggilingan kecil hanya bisa menghasilkan beras kualitas medium. Dengan demikian, perusahaan besar mampu menguasai pasar dengan memproduksi beras berbagai merek. Di sisi lain, ada larangan bagi petani untuk menjual beras langsung ke konsumen.

Dengan menguasai (memonopoli) distribusi beras sejak hulu hingga hilir, perusahaan besar mampu mempermainkan harga dan menahan pasokan beras. Beras ditahan di gudang-gudang sehingga harganya naik dan baru dilepas ke pasar ketika harga tinggi. Tidak hanya merugikan konsumen, praktik ini juga merugikan petani. Alhasil, tingginya harga ritel beras di tingkat konsumen tidak berarti petani memperoleh untung besar. Yang mendapatkan untung besar adalah perusahaan besar (kapitalis) yang memonopoli distribusi beras dari hulu hingga hilir.

Monopoli beras maupun komoditas strategis lainnya merupakan hal yang jamak terjadi di dalam sistem kapitalisme. Konsep invisible hand dan akumulasi modal dalam liberalisme ekonomi ala kapitalisme telah melahirkan persaingan bebas yang pada akhirnya pasti dimenangkan para pemilik modal besar.

Para pemodal besar itu bisa memiliki modal besar karena bisa menyedot dana masyarakat melalui bisnis finansial ribawi (lembaga keuangan bank dan nonbank) dan pasar sekunder (saham, obligasi, dll.). Para pemodal besar itu bisa menguasai ekonomi karena telah menguasai aparatnya terlebih dahulu melalui skema korporatokrasi.


Solusi dari Permasalahan Beras Cuma Satu Yaitu Islam

Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir, yaitu sejak produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. Negara harus memastikan rantai distribusi ini sehat, yakni bebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi.

Negara yang mampu mewujudkan jaminan pengelolaan komoditas pangan hanyalah Negara Islam. Sedangkan negara yang menerapkan kapitalisme akan melakukan liberalisasi pangan, yaitu lepas tangannya negara dari pengelolaan pangan dan justru menyerahkannya pada swasta kapitalis.

Politik ekonomi Daulah Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat per individu, termasuk kebutuhan pangan. Negara mewujudkan jaminan ini dengan menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban negara.

Pada sektor hulu (produksi), negara akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani. Bantuan tersebut bisa berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian, dll.. Sedangkan pada sektor hilir (distribusi), negara akan memastikan bahwa tidak ada hambatan distribusi. Pada ujung rantai distribusi, yaitu sektor ritel, Khilafah memperhatikan setiap rakyatnya dan menelaah adanya kebutuhan bantuan dari negara.

Perhatian Sistem Islam yang demikian luar biasa pada penyediaan pangan merupakan wujud peran negara sebagai pelindung (junnah) semua rakyatnya. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ‘alayh dll.).

Terkait dengan mekanisme pembentukan harga, negara tidak melakukan pematokan harga (tas’ir), harga dibiarkan terbentuk secara alami sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Dengan demikian, negara tidak menentukan HET. Negara menurunkan harga melalui kebijakan membenahi sektor hulu dan hilir sehingga harganya terjangkau dan stabil.

Selain itu, Negara juga melarang praktik monopoli dan menimbun beras maupun komoditas lainnya. Pelaku penimbunan akan diberi sanksi yang tegas dan menjerakan. Tidak akan ada mafia pangan dalam Sistem Islam, pelaku dan aparat yang terlibat akan dihukum dengan adil. Semua mekanisme ini akan menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras di Indonesia. Wallahualam alam bi ash-shawab []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar