Peringatan Hari Perempuan Internasional Sekedar Ceremony Tanpa Arti


Oleh : Imas Royani, S.Pd.

Belum lama ini hampir di seluruh dunia memperingati Hari Perempuan Internasional, tepatnya pada 8 Maret. Semua berawal dari demonstrasi yang dilakukan oleh para perempuan di Petrograd yang dilakukan pada tanggal 8 Maret 1917 sehingga memicu terjadinya Revolusi di Rusia. Mereka menuntut Pemerintah Rusia untuk memberi makan anak-anak dan mengakhiri Perang Dunia I.

Sekitar abad 18 terjadi Revolusi Industri di Eropa. Fase ini mengubah secara fundamental sistem produksi barang dari yang tadinya manual berganti dengan mesin. Berdirinya pabrik diikuti kebutuhan akan tenaga kerja dalam jumlah banyak dan bisa diupah dengan murah. Perempuan yang tadinya terkungkung dalam rumah jadi punya kesempatan untuk bekerja di ruang publik. Berkecimpungnya perempuan di ranah industri telah menyadarkan dan membuka mata mereka akan kondisi yang mereka anggap tidak adil. 

Hari Perempuan Internasional pertama kali dirayakan pada tanggal 28 Februari 1909 di New York dan diselenggarakan oleh Partai Sosialis Amerika. Sedangkan di Soviet Rusia, Hari Perempuan Internasional secara resmi dijadikan sebagai hari libur nasional pada tahun 1917, dan dirayakan secara luas di negara sosialis maupun komunis. Dan pada tahun 1975, PBB meresmikan Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret.Adapun tujuan memperingati hari perempuan internasional, untuk merayakan pencapaian perempuan di segala bidang seperti sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Disamping itu, sebagai pertanda terkait seruan dan mengambil tindakan mempercepat kesetaraan gender. (BBC online, 06/03/2024).

Pada peringatan tahun ini, PBB mengambil tema “Berinvestasi pada Perempuan: Memperkuat Kemajuan”. PBB menilai investasi pada perempuan dapat memacu perubahan serta mempercepat transisi dunia yang lebih sehat, aman, dan setara bagi semua orang. (Kompas online, 08/03/2024).

Sekilas nampak hal itu baik adanya. Apalagi dalam sistem kapitalis ditanamkan perasaan dalam diri perempuan bahwa menjadi ibu seolah-olah tidak mempunyai hak untuk memiliki kesenangannya sendiri selain mengasuh anak (yang tidak selalu menggemaskan itu). Padahal, anak juga tidak membutuhkan ibu yang menjalankan ”tugas-tugas keibuannya” dengan sempurna. Anak membutuhkan ibu yang bahagia. Untuk menjadi ibu yang bahagia, seorang perempuan berhak dan perlu melakukan hal-hal lain yang dapat membuatnya senang. Inilah aspek paling mendasar yang mereka sebut sebagai kesehatan mental.

Dan untuk memenuhi kesehatan mental, boleh diraih dengan menghalalkan segala cara termasuk mengumpulkan pundi-pundi uang dengan menjadi perempuan mandiri dengan menjadi perempuan berpenghasilan sendiri (pekerja) demi pemuasan diri berdalih kesetaraan gender. Kesalahan mendefinisikan arti kebahagian dalam sistem kapitalisme menyebabkan tercerabutnya nurani perempuan termasuk nurani seorang ibu. Dalam sistem kapitalisme, hal yang paling utama adalah materi/ekonomi karena hal ini sesuai dengan asasnya, yaitu materialisme. Jadi, kebijakan apa pun yang diambil akan mengacu pada peningkatan perekonomian. Apalagi itu semua didukung dan didanai oleh lembaga internasional. 

Lembaga PBB untuk kesetaraan gender, UN Women, menulis dalam webnya (04/03/2024) bahwa dunia membutuhkan dana 360 miliar dolar AS per tahun (utamanya negara berkembang). Dana itu untuk pembiayaan kesetaraan gender yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SGDs). Bagi UN Women, menghilangkan kesenjangan kesetaraan gender dalam lapangan kerja dapat meningkatkan PDB per kapita 20%. Jenis pekerjaan yang dapat menyerap tenaga perempuan adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, secara global, UMKM masih kekurangan dana 1,7 triliun dolar AS. Oleh karena itu, perlu adanya investasi dalam bidang ini untuk menghapus kesenjangan kredit agar pendapatan bisa meningkat 12% pada 2030.

Sungguh kebahagiaan yang melelahkan dan tidak bernilai. Padahal Islam telah memuliakan perempuan dengan begitu sempurna melalui aturan yang melindungi jiwa dan kehormatannya. Negara yang menerapkan sistem Islam wajib bertanggung jawab untuk memenuhi hak setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk dalam pendidikan dan kesempatan yang sama untuk berkarya. Dalam hal ini, Islam mempunyai ketentuan yang terperinci tentang peran serta perempuan dan kiprahnya dalam masyarakat. Perempuan boleh bekerja dan aktif di masyarakat asalkan tidak menyalahi kewajiban utamanya, yaitu sebagai ummun wa rabbatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga suaminya).

Dalam Islam, mendidik perempuan agar memahami tugasnya merupakan investasi besar untuk membangun peradaban mulia. Apabila perempuan mampu menjalankan peran utama dengan baik, akan lahir generasi-generasi andal yang akan memimpin negara dan bangsa. Negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan menyejahterakan seluruh masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, muslim maupun nonmuslim. 

Islam membagi kepemilikan kekayaan menjadi tiga, yaitu umum, individu, dan negara. Harta milik umum berasal dari pengolahan SDA. Ini sesuai hadis, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Harta milik negara berasal dari pemasukan fai, ganimah, kharaj, jizyah, dan sebagainya. Sedangkan berkaitan dengan harta milik individu, negara tidak memberi batasan selama cara mendapatkan harta itu tidak melanggar syariat. Negara akan memanfaatkan harta milik umum dan negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti penyediaan layanan pendidikan, kesehatan, transportasi, dan keamanan. Pendapatan khusus lainnya adalah zakat yang diperuntukkan bagi golongan yang berhak menerima zakat. Jadi, fakir miskin akan terus mendapatkan bantuan dari zakat hingga mereka keluar dari kemiskinan.

Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan, terutama bagi laki-laki karena mereka punya kewajiban mencari nafkah. Negara akan membuka industri padat karya, memberikan lahan pertanian bagi siapa saja yang bisa mengurusnya, hingga memberikan modal tanpa bunga untuk setiap penduduk yang membutuhkan.

Dengan semua kebijakan tadi, masyarakat tidak perlu bingung memikirkan kehidupannya. Pendidikan, kesehatan, transportasi, hingga keamanan sudah dijamin negara. Bagi yang kekurangan juga tidak perlu risau karena mereka juga mendapat jaminan kebutuhan dari zakat. Bersamaan dengan itu, kaum laki-laki juga mendapatkan pekerjaan sehingga uangnya dapat dipakai memenuhi kebutuhan lainnya. 

Alangkah mulianya perempuan jika syariat Islam ditegakkan. Tidak akan ada lagi perempuan yang menjadi tulang punggung. Tidak akan ada lagi perempuan yang mengabaikan anak, suami, serta keluarganya demi bersenang-senang sendiri, karena keimanan dan ketakwaan senantiasa menyelimutinya. Lingkungan (masyarakat) dan negara bersama-sama mensuasanakan hal tersebut sehingga perempuan tidak memerlukan peringatan Hari Perempuan Internasional, karena setiap hari perempuan selalu dimuliakan. Tidak inginkah kita turut merasakannya? Mari bersama- sama kita keluar dari kebahagiaan semu yang ditawarkan sistem kapitalisme, dan meraih kebahagiaan hakiki dengan menerapkan sistem Islam kaffah dalam naungan Khilafah. 

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar