Beras Meroket Rakyat Menjerit


Oleh: Habsah

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setiap saat, hal tersebut menjadi penting demi kelangsungan hidup. Bagi masyarakat Indonesia pangan diidentikkan dengan beras karena merupakan makanan pokok. Akan tetapi tidak selamanya makanan pokok tersebut terus tersedia bagi masyarakat dikarenakan meroketnya harga. Bahkan kenaikan tersebut mencapai angka tertinggi 14.000-18.000 perkilonya, jika dilihat ini tidak masuk akal mengingat Indonesia merupakan negara Agraria.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat inflasi untuk komoditi beras terus bergerak naik. Kenaikan harga yang terjadi di beberapa kabupaten/kota turut mendorong tingginya inflasi beras. Lebih rinci, andil inflasi tertinggi pada beras secara bulanan terjadi di Kabupaten Karo yang mencapai 0,27 persen, Kabupaten Labuhanbatu sebesar 0,22 persen, Kabupaten Sibolga sebesar 0,20 persen. Kemudian ada kabupaten Padangsidempuan 0,14 persen, Kabupaten Gunungsitoli dan Pematangsiantar 0,13 persen, Kota Medan 0,06 persen. Kabupaten Deli Serdang mengalami kontraksi 0,01 persen untuk andil beras. Kenaikan inflasi beras ini didorong dengan masih mahalnya harga beras di Sumut yang melampaui HET yang ditetapkan seharga Rp 11.500 per kg untuk beras medium. Namun harga beras di pasaran saat ini mencapai Rp 15 ribuan per kg dan harga beras premium saat ini mencapai Rp 17 ribuan per kg, padahal HET beras medium ditetapkan seharga Rp 14.500 per kg.

Tidak heran adanya dengan kenaikan harga pada barang sembako terutama beras sebab ini bukan kali pertamanya dalam sejarah. Faktor kenaikan biasanya dipengaruhi dari ketersediaan barang atau sebab  dimonopoli mafia. Adapun biang kerok kenaikan atas harga beras kali ini di karenakan perubahan iklim ekstrim di Indonesia yang menyebabkan gagal panen. Selain itu El nino yang menyebabkan suhu dipermukaan air laut naik berdampak kekeringan ekstrim pada pertanian, belum lagi India mengeluarkan kebijakan penutupan ekspor beras non basmasti ditambah lagi dengan adanya persaingan pasar. Hal tersebut telah menunjukkan bahwa Indonesia telah gagal mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan.

Satu yang seharusnya hadir dalam masalah berulang seperti ini adalah negara. Seharusnya negara mampu memberikan pengawasan lewat kebijakan-kebijakannya untuk memastikan tidak ada harga barang pokok yang mencekik rakyat. Namun, negeri ini menganut sistem ekonomi yang bersifat pasar bebas, yang menyebabkan berbagai dampak negatif seperti produk dalam negeri kalah saing, bertambahnya eksploitasi SDA, atau jika kalah saing maka pertumbuhan ekonomi negara akan menurun. Food Estate yang digadang-gadang sebagai solusi saat ini juga di cap gagal dalam hal ketahanan pangan di Indonesia. Jika demikian kesan Negara seperti lepas tangan terhadap harga-harga yang berlaku. Adapun upaya maksimal yang pernah dilakukan adalah mengintervensi pasar, namun faktanya hal ini juga bukan solusi karena para pedagang juga rakyat biasa.

Belum lagi keadaan ekonomi kita yang bisa dibilang kolaps karena banyaknya hutang. Bisa dibilang mereka yang berhutang rakyat yang bunting. Rakyat dipaksa agar bisa membayar hutang-hutang negara. Karena hidup di alam kapitalis setiap hari bagi rakyat adalah hari yang berat. Tidak ada ketentraman. Bahkan untuk rakyat kecil dan penghasilan rendah bahkan petani beras pun harus luntang lantung siang malam kewalahan di sistem ini. Mirisnya petani beras khususnya petani-petani kecil yang seharusnya tidak perlu membeli beras harus membeli beras dikarenakan gagalnya panen tersebut.

Adapun di dalam Islam, sistem perekonomiannya berbasis ekonomi syari’ah yang berjalan dengan akad-akad syar’i sesuai ketentuan Sang Pencipta. Daulah berkewajiban untuk memastikan ketersediaan barang-barang pokok rakyat mulai dari produksi hingga distribusi. Seandainya terjadi kelangkaan di suatu wilayah hal tersebut akan diselesaikan dengan kebijakan pemerintah yang meminta wilayah lain memenuhi kebutuhan saudaranya yang lain, sebab wilayah daulah Islam sangatlah luas. 

Negara dalam sistem Islam juga memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, di antaranya ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan. Intensifikasi adalah seperti meningkatkan kualitas benih, pupuk, metode pertanian dan seterusnya. Selain produksi, negara juga mengatur distribusinya dengan memotong rantai distribusi hingga dapat meminimalkan biaya. Alhasil, harga bahan pokok tidak akan naik jauh.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar