Anak Perempuan pun Bisa Menjadi Pelaku Bullying


Oleh : Masrina Sitanggang,S.Pd (Guru Madrasah Aliyah)

Miris, anak perempuan dibawah umur menjadi pelaku bullying terhadap sesama perempuan. Namun disebabkan usia pelaku masih terkategori anak-anak, maka diterapkan hukum peradilan anak sehingga dihadapkan dengan hukuman yang lebih rendah. Model sistem peradilan seperti ini yang merujuk pada definisi anak adalah dibawah usia 18 tahun. Hal ini menjadi celah maraknya kasus bullying yang tidak memberikan efek jera pada pelaku juga tidak memberikan rasa takut kepada pelaku-pelaku berikutnya.

Baligh dalam pandangan islam adalah ketika seorang anak sudah memasuki usia 15 tahun, berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Atau dibawah usia 15 namun sudah mengalami ihtilam. Jadi ketika seorang anak sudah menginjak usia 15 tahun, dia sudah dipandang sebagai orang dewasa yang mukallaf dan bertanggung jawab penuh atas setiap perbuatannya serta menerima konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan.

Perilaku maraknya bullying menggambarkan lemahnya pengasuhan anak dan gagalnya sistem pendidikan mencetak generasi peserta didik yang terdidik dengan kepribadian mulia. Sekolah yang seharusnya tempat aman bagi anak, justru berubah menjadi neraka dunia yang dipenuhi dengan kekerasan.

Maraknya bullying saat ini disebabkan penerapan sistem sekuler yang berlandaskan kebebasan. Ketika suatu perbuatan tidak didasarkan pada kesadaran keberadaannya yang harus selalu terikat dengan hukum Allah maka ia akan bebas yang mengantarkan pada kebuasan tanpa batas. Hal semacam ini tidak ada ditemui dalam sistem islam. Karena hukum syara akan menjadi landasan dalam setiap perbuatan.

Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap yang paripurna dan jelas untuk mencegah dan mengatasi kasus bullying. Dari sisi pengasuhan, islam mewajibkan orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang sholeh dan menjauhkan mereka dari setiap perbuatan yang menghantarkan kepada api neraka.

Disamping tugas orang tua, maka negara juga akan mengambil bagian dalam pensejahteraan keluarga. Banyaknya kasus bullying, diakibatkan kurangnya interaksi orang tua dengan anak sehingga dalam pendidikan anak dalam rumah tangga tidak terlaksana secara optimal, tentu saja dipelopori oleh ekonomi yang masih jauh dibawah sejahtera sehingga orang tua sibuk mengumpulkan nafkah. Dalam hal ini negara islam akan menjamin kesejahteraan seluruh warga negara, sehingga tidak ada pihak yang meninggalkan tugasnya. Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, orang tua bertanggung jawab atas keluarganya termasuk dalam hal pendidikan anak.

Selain masalah pendidikan, keluarga dan ekonomi, negara juga akan memberikan sanksi tegas pada setiap pelaku kejahatan termasuk bullying. Sanksi yang diberikan sesuai dengan apa yang sudah Allah tetapkan dalam Al-qur’an surah Al-maidah ayat 45. Yakni terkait pemberlakuan qishas. “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalam (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dibalas dengan mata, hidung dibalas dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishas-nya (balasan yang sama)”. Setiap pelaku kekerasan akan disanksi setimpal dengan apa yang diperbuat, tanpa memandang usia yang dibawah 18 tahun. Karena ketika ia sudah menginjak usia 15 tahun, ia dipandang baligh dan mukallaf yang punya tanggung jawab atas setiap perbuatannya. Tentu saja hukuman ini mampu untuk membendung terjadinya perilaku menyimpang.






Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar