Live Bullying, Kondisi Generasi Makin Kritis


Oleh : Erni Setianingsih (Aktivis Muslimah)

Baru-baru ini aksi perundungan remaja yang berada di Kota Bandung viral di media sosial instagram. Pelaku melakukan perundungan dengan cara memukul hingga korban menjerit, dan menyiarkannya secara langsung di akun Tiktok.Berdasarkan Informasi yang dihimpun, peristiwa tersebut dilakukan di daerah wilayah Mekarwangi, Kota Bandung. Dari video perundungan viral ini terlihat pelaku mengucapkan kalimat tidak seronok dengan menggunakan bahasa Sunda (Bandung,jabar.idntimes.com. 27/04/2024).

Menurut laporan yang diterima dari Polrestabes Bandung, peristiwa penganiayaan kepada anak di bawah umur tersebut terjadi pada Sabtu (27/4/2024) pukul 05.30 WIB. Perundungan terjadi di pinggir jalan di Kota Bandung, Jawa Barat. Korban diketahui merupakan seorang anak laki-laki inisial DNS (14) berstatus pelajar yang tinggal di sekitar lokasi perundungan. (kompas.com, 28/04/2024).

Kian kritis kondisi generasi saat ini, mereka berani melakukan tindakan kejahatannya dengan terang-terangan tanpa ada rasa malu di depan publik. Mereka menganggap aksi tersebut adalah sesuatu yang wajar, keren, dan asik ditonton. Padahal, aksi mereka merupakan tindakan kriminal yang harus dihukum. 

Sungguh memprihatinkan ketika menggambarkan realita kejahatan yang tidak dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Sikap ini menunjukkan adanya kesalahan dalam melihat keburukan, yang mengindikasikan adanya gangguan mental, yang disebabkan banyak faktor, seperti, keluarga, lingkungan, dan handphone android yang bisa mengakses situs-situs kekerasan serta games yang mempertontonkan kekerasan seperti free fire dan sebagainya. Di sisi lain, bullying hari ini makin menjadi-jadi. 

Fenomena kasus bullying di Indonesia menurut pengamat pendidikan sudah sangat darurat. Karena kasusnya makin bertambah dan belum ada tanda-tanda penurunan. Walaupun Kemendikbud telah menerbitkan berbagai kebijakan terkait pencegahan kekerasan di satuan pendidikan. Akan tetapi tidak membuahkan hasil, mirisnya semakin merajalela. 

Apalagi fenomena media sosial saat ini yang membawa arah baru bagi manusia, tak hanya membawa sisi positif tapi juga sisi negatifnya. Salah satunya efek negatifnya yaitu penggunaan media sosial adalah makin suburnya Histrionic personality disorder (HPD) yang merupakan gangguan kepribadian yang membuat penderitanya memiliki keinginan berlebih untuk menjadi pusat perhatian. Orang dengan gangguan ini juga cenderung memiliki emosi yang tidak stabil dan perilaku yang manipulatif. Alih-alih untuk mengobati dirinya, pengindap gangguan ini justru menikmati sensasi menjadi pusat perhatian dengan menghalalkan berbagai cara.

Kasus bullying yang menimpa generasi saat ini sangat mengkhawatirkan baik itu korban maupun pelakunya. Karena pelaku dan korban sama-sama mendapatkan dampaknya, untuk pelaku, apabila dibiarkan maka akan merasa bahwa dirinya tidak pernah merasa bersalah malah merasa jagoan. Namun, dengan korban sendiri mentalnya akan lemah hingga dewasa apabila dibiarkan. Korban juga butuh penanganan khusus jika perundungan yang di alami korban begitu menyakitkan. 

Maraknya kasus bullying yang terjadi di negeri ini tidak terlepas akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Dari paham inilah melahirkan paham liberalisme yang mengagungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku. Jadi, bullying merupakan hasil dari penerapan sistem tersebut, termasuk rusaknya sistem pendidikan hari ini.

Maka wajar saja peserta didik tercetak menjadi individu yang sekuler-liberal sehingga gampang mengabaikan halal-haram. Pendidikan sekuler hari ini pun hanya mencetak generasi dengan mengedepankan nilai materi. Bahkan, pendidikan sekuler ini juga berdampak pada banyaknya orang tua yang tidak dapat memahami cara mendidik anak, sehingga tidak terbentuk kepribadian Islam dalam diri anak. 

Memang tidak bisa dimungkiri bullying merupakan buah dari hasil rusaknya sistem pendidikan, asas pendidikan yang tidak jelas dan hanya sebatas mentrasfer ilmu sehingga menghasilkan output penghasil cuan. Serta lemahnya tiga pilar penegak aturan, yaitu ketakwaan dari individu, kontrol dari masyarakat, dan negara yang menerapkan aturan atau sanksi. 

Beda halnya dengan sistem Islam yang paripurna aturannya. Pendidikan dalam sistem Islam yaitu berbasis akidah, karena ketakwaan merupakan dasar pokok yang diterapkan, anak akan dikenalkan siapa darinya, untuk apa dirinya diciptakan, dan akan kemana setelah kematian. Sehingga mereka akan sadar bahwa dirinya adalah hamba Allah Swt. yang Maha Pencipta, untuk beribadah kepada Allah Swt., dan akan kembali kepada Allah Swt. untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya ketika di dunia.

Dengan demikian tidak akan ada anak yang berani bertindak di luar yang Allah tetapkan untuknya, ditambah lagi dengan peran masyarakat yang peduli, yaitu peduli dengan lingkungannya, tidak individualisme, dan akan selalu mengoreksi ataupun mengingatkan ketika melihat ada yang tidak sesuai aturan. Dan terakhir adalah peran negara dalam menerapkan segala aturan yang Allah siapkan untuk dijalankan dalam kehidupan. Apabila ada yang melanggar akan segera diberi sanksi yang tegas bagi pelaku, sebagai jawabir (penebus siksa skhirat) sedangkan jawazir (pencegah terjadinya tindak kriminal yang baru terulang kembali).

Jadi, semua itu tidak akan terwujud dalam sistem sekuler-kapitalisme saat ini. Semua itu hanya akan terwujud dalam sistem aturan Islam yang berasal dari Maha Pencipta yaitu Allah Swt. yang bersumber dari Al-Qur'an dan as-sunnah. 

Allah Swt. berfirman yang artinya: “Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah adalah Islam. Tiada orang-orang yang diberi Al-Kitab berselisih melainkan setelah datang kepada mereka ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabNya.” (QS. Ali-Imran[3]: 19).

Wallahu'alam bish shawwab. 



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar