Kurikulum Merdeka Solusi Problem Pendidikan, Lanjutkan atau Off?


Oleh : Anita S.M (Aktivis Dakwah Muslimah 

Dalam perayaan Hari Pendidikan Nasional 2024, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur (Kaltim) berkomitmen untuk melanjutkan program merdeka belajar, sesuai dengan arahan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Sekretaris Disdikbud Kaltim, Yekti Utama menyampaikan, perayaan Hardiknas dirangkai dengan prosesi upacara di Kantor Gubernur Kaltim pada Kamis (2/5/2024).

Selain itu, Yekti menyebut bahwa, Pemerintah Provinsi bersama Disdikbud Kaltim tahun ini juga melakukan penguatan sarana prasarana sekolah. Mulai dari papan interaktif, pojok baca, serta pembagian alat musik tradisional sebagai penunjang kreativitas siswa-siswi di sekolah.

Dengan adanya program dan penguatan sarpras tadi, Disdikbud ingin pendidikan di Kalimantan Timur mengalami kemajuan secara bertahap. Menghadapi Ibu Kota Nusantara (IKN), dibutuhkan SDM yang berkualitas nantinya.

"Apalagi kita menghadapi IKN, tentu di sini kita membentuk sumber daya manusia yang berkualitas," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua MKKS SMA Disdikbud Kaltim sekaligus Kepala Sekolah SMAN 16 Samarinda, Abdul Rozak menjelaskan jika dirinya telah menerima secara simbolis berupa paket alat musik tradisional dari Pj Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik.

"Alhamdulillah kita telah menerima paket alat musik tradisional dari Pemprov, ini simbolis saja ya, beberapa sekolah lain juga menerima karena totalnya ada 60 paket," ujarnya. Kaltimtoday.co, Samarinda Kamis,(02/05/24)

Di tengah optimisme menjadikan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional, bukankah perlu merefleksikan kembali seberapa hebat kurikulum ini membentuk generasi berkualitas, bertakwa, dan berkarakter mulia? Bukankah pendidikan yang baik bukan hanya bicara capaian-capaian dalam angka dan materi, melainkan yang lebih utama ialah bagaimana generasi ini terdidik dengan benar dan tepat? 


Refleksi

Dalam mendukung pemulihan pembelajaran pascapandemi, pada 2020 dicetuskanlah Kurikulum Prototipe hingga berganti nama menjadi Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Karakteristik utama dari kurikulum ini, meliputi hal-hal berikut.

Pertama, berfokus pada materi esensial sehingga pembelajaran lebih mendalam. Kedua, waktu lebih banyak untuk pengembangan kompetensi dan karakter melalui belajar kelompok seputar konteks nyata (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Ketiga, capaian pembelajaran per fase dan jam pelajaran yang fleksibel mendorong pembelajaran yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan pelajar dan kondisi satuan pendidikan. Keempat, memberikan fleksibilitas bagi pendidik dan dukungan perangkat ajar pendidikan dan melaksanakan pembelajaran berkualitas. Kelima, mengedepankan gotong royong dengan seluruh pihak untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka. (Sumber: Situs Kemdikbud).

Selama empat tahun berjalannya kurikulum ini dikembangkan dan diterapkan, memang meningkatkan nilai PISA dengan adanya peningkatan skor literasi dan numerasi siswa. Namun yang selalu luput dari perhatian utama pemerintah ialah seberapa hebat kurikulum ini menjawab persoalan problematik pendidikan?

Hari ini, dunia pendidikan kita masih begitu miris terhadap kerusakan generasi. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4% peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying). Sementara itu, menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ada 30 kasus bullying sepanjang 2023. FSGI juga mencatat sepanjang 2023, ada 46,67% kekerasan seksual terjadi di sekolah dasar. Ini hanyalah angka-angka yang tampak, belum kasus yang tidak terlaporkan.

Apakah Kurikulum Merdeka mampu menjawab persoalan krusial sesungguhnya yang tengah dihadapi pendidikan? Misalnya, perundungan, kekerasan seksual, pergaulan bebas, hingga kehamilan di luar nikah. Makin ke sini, generasi kita makin jauh dari karakter dan akhlak mulia.

Apakah Kurikulum Merdeka juga mampu membentuk karakter mulia yang sangat diharapkan ada pada diri generasi hari ini? Boleh saja di atas kertas terjadi peningkatan capaian belajar atau penilaian yang bersifat materi. Akan tetapi, capaian karakter dan kepribadian mulia masih sangat jauh dari harapan kita. Ini karena kerangka kurikulum yang sudah berganti sebelas kali, masih berasas pada kapitalisme yang sekuler materialistis sehingga tujuan pendidikan menjadi kehilangan arah hanya berfokus pada capaian materi yang semu.

Ditambah, fakta hari ini pendidikan dalam semua aspek, baik guru maupun siswa terlibat dalam kemaksiatan dan pelanggaran hukum. Ada guru merudapaksa siswanya, ada siswa merundung temannya, ada orang tua melaporkan guru hanya karena tidak terima sang anak ditegur gurunya. Lebih parahnya, ada siswa menganiaya guru hingga meninggal. Kriminalitas di dunia pendidikan masih kerap terjadi. Dengan berbagai masalah ini, apakah Kurikulum Merdeka mampu menuntaskan problematik yang pelik ini? Lalu bagaimana dengan Islam?


Islam, Masa Depan Program Pendidikan

Sepanjang penerapannya, Islam telah menjelma menjadi satu-satunya sistem yang mampu melahirkan generasi cerdas nan beradab. Islam memprioritaskan pendidikan sebagai modal awal membangun sebuah peradaban. Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang (1) berkepribadian Islam, (2) menguasai pemikiran Islam dengan andal, (3) menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi), (4) memiliki keterampilan yang tepat dan berdaya guna.

Adapun mengenai kurikulumnya, pendidikan Islam dibangun berdasarkan akidah Islam. Pelajaran dan metodologinya diselaraskan dengan asas tersebut. Guru harus memiliki kepribadian dan akhlak yang baik, menjadi uswah bagi para siswa. Bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi ia juga pembimbing yang baik. 

Agar guru melakukan tugasnya dengan baik dan profesional, mereka diberi fasilitas pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, sarana dan prasarana yang menunjang metode dan strategi belajar, serta jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional, yakni gaji yang memadai. 

Semua itu tidak bisa dilakukan tanpa peran negara sebagai penyelenggara utama pendidikan. Negara berkewajiban mengatur segala aspek terkait pendidikan, mulai dari kurikulum hingga hak mendapat pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Sarana dan prasarana sekolah hingga kesejahteraan guru pun dijamin oleh negara. Hal-hal pokok seperti ini tidak akan pernah kita jumpai di negara yang mengadopsi sistem sekuler kapitalisme sebagai ideologinya.


Khatimah

Merdeka Belajar hanyalah produk dari kebimbangan arah pendidikan hari ini. Ada masalah pada karakter generasi, tetapi malah dijawab dengan Kurikulum Merdeka yang belum menyentuh masalah pokok pendidikan. 

Sudah berganti kurikulum, berpindah metode, hingga dikomandoi bermacam menteri, toh problem pendidikan masih saja berkelindan dan tidak pernah tuntas terselesaikan. Oleh karenanya, untuk memecahkan kebuntuan dan kebekuan problem pendidikan, negeri ini semestinya mengambil Islam sebagai solusi fundamental.

Bukti gemilangnya sistem pendidikan Islam adalah lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang bukan hanya cerdas dalam ilmu dunia, tetapi mereka mampu mengimbanginya dengan iman dan takwa. Selain ahli ilmu terapan, sebagian besar juga faqih fiddin, seperti Al-Farabi, Al-Khawarizmi, Jabir Ibni Hayyan, dan lainnya. 

Tidak ada satu sistem pendidikan mana pun selain Islam yang mampu membawa peradaban cemerlang, baik dari pendidikan sumber daya manusianya maupun ilmu yang dicapainya. Saatnya berbenah secara fundamental, yakni menerapkan sistem pendidikan Islam secara kafah.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar